🏆 Juara 3 YAAW 2024 Periode 2🏆
"Permisi Mas, kalau lagi nggak sibuk, mau jadi pacarku?"
———
Daliya Chandana sudah lama memendam rasa pada sahabatnya, Kevin, selama sepuluh tahun. Sayangnya, Kevin tak menyadari itu dan malah berpacaran dengan Silvi, teman semasa kuliah yang juga musuh bebuyutan Daliya. Silvi yang tidak menyukai kedekatan Daliya dengan Kevin mengajaknya taruhan. Jika Daliya bisa membawa pacarnya saat reuni, ia akan mencium kaki Daliya. Sementara kalau tidak bisa, Daliya harus jadian dengan Rio, mantan pacar Silvi yang masih mengejarnya sampai sekarang. Daliya yang merasa harga dirinya tertantang akhirnya setuju, dan secara random meminta seorang laki-laki tampan menjadi pacarnya. Tak disangka, lelaki yang ia pilih ternyata seorang Direktur baru di perusahaan tempatnya bekerja, Narendra Admaja. Bagaimana kelanjutan kisah mereka?Akankah Daliya berhasil memenangkan taruhan dengan Silvi? Atau malah terjebak dalam cinta segitiga yang lebih rumit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32. Joanna
"Selamat ulang tahun Papa!" Ren berjalan ke ruang makan sambil tersenyum lebar. Di sana, sudah berkumpul keluarga besarnya untuk merayakan ulang tahun orang nomor satu di keluarga Admaja itu. Kedatangan Ren membuat pandangan semua orang otomatis tertuju kepadanya.
Ren menghampiri Papa Prabu, ayah kandungnya yang duduk di kursi paling ujung. Lalu dengan takzim, ia mencium tangan lelaki yang punya wajah mirip dengannya itu, tapi versi lebih tua.
"Duh, Papa makin tua aja," seloroh Ren yang membuat lelaki itu melirik kesal.
"Mana hadiah buat Papa?" todong Papa Prabu sambil menengadahkan tangan.
"Yaelah Papa! Udah kaya masih aja minta hadiah. Duit Papa aja bisa seratus kali lipat lebih banyak dari duit Ren!" tukas Ren sambil menarik kursi kosong di samping Mama Anita untuk duduk.
"Siapa bilang Papa mau minta duit kamu?" alis Papa Prabu terangkat sebelah. "Papa minta hadiah cucu!"
"Buset!" Ren terbengong-bengong. "Kira-kira aja dong Pap, Ren aja belum punya istri, masa tiba-tiba ngasih cucu? Nanti jadinya beli satu gratis satu dong kaya si Ryan!" Ren menunjuk salah satu adik sepupunya. Ryan adalah anak Tante Desy yang sudah menikah di usia dua puluh tahun karena menghamili pacarnya.
"Nggak usah bawa-bawa aku dong Mas!" protes Ryan. "Kasihan nanti calon bayiku stres," ujarnya sambil mengelus perut buncit istrinya.
"Ren, gimana kabarnya Daliya? Kalian sudah pacaran?" Mama Anita berbisik mengalihkan pembicaraan. Meski begitu bisikan Mama Anita terdengar juga di telinga Oma Titi.
"Daliya siapa Ren?" tanya Oma Titi penasaran.
"Adalah Oma. Dia cewek incaran Ren. Orangnya cantik, hatinya baik, dan yang jelas mulutnya nggak julid kaya orang di samping Oma," jawab Ren santai, kali ini sasarannya adalah Tante Desy yang langsung melotot kesal.
"Kenalin dong kapan-kapan," lanjut Oma Titi.
"Nanti ya Oma, kalau udah jadi pacar, sekarang masih proses pdkt,"
"Memangnya proses pdkt kamu sudah berapa persen?" Mama Anita kembali bertanya.
"Hmmm... 50 persen?"
"Masa dari kapan hari masih 50 persen aja sih Ren?"
"Payah kamu Ren, masa gaet satu cewek aja nggak bisa. Dulu waktu muda, sehari Papa bisa dapet sepuluh cewek," sesumbar Papa Prabu ikut menimpali.
"Oh ya? Sepuluh cewek itu siapa aja Pap?" Mama Anita memicingkan mata. Papa Prabu buru-buru berdehem salah tingkah. Duh, salah ngomong!
"Ehem, ehem! Ren, kamu kenal sama Joanna kan?" Papa Prabu mencoba menyelamatkan diri dengan mengganti topik. Ren yang sedang menyuapkan kaviar ke mulutnya terdiam sejenak untuk berpikir.
"Joanna itu anaknya Om Ibrahim kan, Pap? Yang sekarang ada di Amrik?"
"Betul. Sekarang dia ada di Indonesia untuk urusan bisnis. Om Ibrahim minta tolong ke Papa untuk menyuruh kamu menemani dia selama di sini," Papa Prabu melirik sang putra yang tampak cuek-cuek saja dengan ucapannya. "Dan Papa sudah setuju,"
"What?!" kalimat terakhir Papa Prabu membuat Ren tersedak. "Papa kok nggak nanya-nanya dulu, sih?"
"Ya Papa nggak enaklah nolaknya sama Om Ibrahim. Apalagi sekarang Papa sedang ada kerjasama besar sama beliau. Sudahlah, kamu nurut saja kata Papa. Siapa tahu Joanna cocok sama kamu, terus kalian bisa pacaran dan nikah,"
"Nggak bisa begitu dong, Pa!" Ren membanting sendoknya ke atas meja. "Hati Ren itu sudah terkunci buat Daliya seorang!"
"Halah," Papa Prabu mengibaskan tangannya. "Kamu bisa bilang begitu karena belum tahu saja penampilannya Joanna. Sekarang gadis itu sudah berubah jadi cantik, mana seksi pula," untuk kalimat yang terakhir jelas Papa Prabu berbisik-bisik.
"Nggak ah, Pap, makasih. Daliya lebih menggoda," tolak Ren berusaha teguh pendirian.
"Nurut atau nama kamu Papa coret dari daftar warisan!" ancam Papa Prabu mulai merasa tidak sabar.
"Dih, ngancem!"
"Biarin! Kamu itu kalau dibilangin orang tua nggak pernah nurut!"
"Dih!"
"Sudah, sudah, jangan bertengkar di depan makanan," Oma Titi menengahi dengan bijak, membuat dua ayah dan anak itu akhirnya membungkam mulut mereka. Meski sambil bersungut-sungut, Ren menuruti ucapan neneknya dan melanjutkan memakan hidangan di depannya.
"By the way Pap, sepuluh cewek tadi siapa aja?" Mama Anita bertanya di tengah keheningan. Papa Prabu langsung mematung dan menenggak minumannya sampai habis.
Mampus! Batin Ren sambil cekikikan.
...----------------...
Daliya masuk ke gedung Lumiere Mode dengan mood yang buruk. Ia masih kesal dengan sikap Ren kepadanya. Apalagi setelah membalas pesan Daliya hanya dengan dua huruf 'ya', Ren sama sekali tidak menghubunginya lagi walau sekedar memberi penjelasan.
"Pagi Mbak," Pak Satpam menyapa gadis itu dengan ramah. Tidak seperti biasanya, Daliya hanya merespon dengan lirikan tajam ala-ala ibu tiri. Mulutnya masih memberengut jutek.
"Waduh, salah saya apa sampai mbak cantik cemberut begitu?"
"Bukan bapak yang salah, tapi saya!" kesal Daliya sambil melanjutkan jalannya menuju lift. Kakinya menghentak-hentak lantai seperti anak kecil yang tantrum karena tidak dibelikan permen. Pak satpam hanya bisa menggelengkan kepala sambil mengelus dadda.
Daliya menuju meja asisten yang berada tepat di depan ruangan direktur. Ia memilah beberapa berkas yang membutuhkan persetujuan dan mengecek kembali jadwal direktur masih dengan bibir merengut. Biarlah dia dianggap tidak bersikap profesional, karena saat ini rasa kesalnya sudah memuncak sampai ke ubun-ubun.
"Pagi, Liya," Kevin melangkah menghampirinya bersama dengan Pak Nauval. "Pantesan aku jemput kamu di kostan tadi nggak ada, ternyata udah berangkat duluan toh,"
"Hm," Daliya menjawab singkat. Ekspresi wajahnya masih menunjukkan mode senggol ba*cok.
"Ehem! Kalau pacaran jangan di depan saya dong!" Pak Nauval berseloroh. Tampaknya senior Kevin itu belum mengetahui hubungan sebenarnya antara Daliya dan Kevin. "Oh ya, mbak Daliya, pak direktur belum dateng?"
"Belum," Daliya menjawab datar. Ia menunjuk ruang direktur yang masih kosong.
"Kalau gitu, nanti waktu beliau sudah datang, tolong sampaikan kami menunggu di ruang meeting," pesan Pak Nauval yang dibalas dengan anggukan singkat dari Daliya. Setelah itu Pak Nauval merangkul Kevin dan mengajak lelaki itu pergi ke ruang meeting.
"Udah, jangan pacaran terus, ntar nggak jadi kerja!" Godanya pada Kevin. Kevin hanya tersenyum sambil berkilah.
"Daliya bukan pacar saya Pak!"
"Halah, ngeles aja kamu!"
Daliya tidak lagi mempedulikan percakapan dua lelaki itu. Ia bahkan tidak repot-repot menjelaskan tentang hubungannya dengan Kevin. Bukannya apa-apa, energi Daliya sudah habis karena marah-marah sejak kemarin. Padahal kalau dulu, Daliya akan berusaha menyangkal sambil senyum-senyum kesenangan.
"Ayolah Beb, nanti temenin I (dibaca Ai) ngemall. Ya? Ya?" terdengar suara manja dari seorang wanita. Daliya menghela napas kesal. Siapa sih yang berani bermesraan di lantai khusus direktur? Apa dia tidak takut dipecat?
"Kan aku sudah bilang, aku punya banyak kerjaan," terdengar suara laki-laki menimpali. Daliya menajamkan pendengarannya. Tunggu, sepertinya dia mengenal suara ini deh?
"Ihhh, kamu kan sudah janji sama Papi I (dibacanya Papi Ai), katanya mau nemenin I selama di Indonesia,"
"Iya, tapi kan aku lagi ada kerjaan, Joanna..."
"Ren ihhh!"
Daliya sontak melotot mendengar nama laki-laki yang sudah dua hari ini menghantui pikirannya disebut. Dengan gerakan lambat, Daliya memutar kepalanya untuk melihat ke belakang.
Nggak mungkin Ren yang itu, kan?
Tepat saat kepalanya menoleh, mata Daliya langsung bisa menangkap sosok lelaki itu. Lelaki yang sejak kemarin mengganggu pikirannya, lelaki yang membuatnya uring-uringan seharian hanya karena pesannya dibalas sangat singkat.
Yang membuat Daliya semakin syok, lelaki itu tampak berjalan bersama seorang wanita super cantik yang menggandeng lengannya dengan mesra.
🙏🫶🫶🫶
punya dendam kah sama Ren
Dali ya 🌹
kocak🌹