Agnes tak pernah menyangka, sebuah foto yang disalahartikan memaksanya menikah dengan Fajar—dosen pembimbing terkenal galak dan tak kenal kompromi. Pernikahan dadakan itu menjadi mimpi buruk bagi Agnes yang masih muda dan tak siap menghadapi label "ibu rumah tangga."
Berbekal rasa takut dan ketidaksukaan, Agnes sengaja mencari masalah demi mendengar kata "talak" dari suaminya. Namun, rencananya tak berjalan mulus. Fajar, yang ia kira akan keras, justru perlahan menunjukkan sisi lembut dan penuh perhatian.
Bagaimana kelanjutan hubungan mereka? Apakah cinta bisa tumbuh di tengah pernikahan yang diawali paksaan? Temukan jawabannya di cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Agnes memang terbilang pintar, tapi sepintar-pintarnya orang ada waktu dimana otaknya tidak bekerja dengan baik bukan?
"Tata, help me. Arghhh... Aku harus buat judul apa?"
"Nenes, berhenti betingkah. Lihat tulisan itu." Berta menujuk papan bertuliskan peraturan perpustakaan.
Setelah menerima tantangan dari sang dosen, Agnes bergegas ke perpustakaan nasional guna mencari literasi. Sungguh, jika mengajukan judul saja mungkin dia tidak akan frustasi seperti ini. Akan tetapi dosen pembimbing meminta judul sekaligus gambaran pengerjaan skripsi berikut buku apa saja yang menjadi referensinya.
"Aku hampir gila, Ta."
"Lagian kenapa coba nerima begitu aja. Harusnya kamu tadi kedipin mata terus merayunya, mungkin saja Pak Fajar bisa berubah pikiran," ucap Berta.
"Emang kamu kira dia Pak Diki, baru dicolek dikit udah yes no yes no." Sudut bibir Agnes tertarik ke atas kemudian kembali manyun lagi.
"Aku benar benar tidak ada ide lagi." Agnes meraih tangan Berta, "Ta, kamu sahabat baik aku kan?"
Berta sungguh jijik saat melihat tingkah Agnes sok imut seperti ini dan dia sudah bisa menebak keinginan sang sahabat.
"Sory Nes, gak bisa. Judulku hampir di acc sama Bu Mega."
"Serius? Nyontek dong!" jawab Agnes dengan penuh semangat.
Berta berdecak sebal, padahal di sini orang yang dianggap pintar adalah Agnes. Sahabatnya bilang mau nyontek? Apa kini tengah menyindir dirinya?
Mengambil jurusan yang sama dibidang manajemen tentu saja suka dan duka untuk mencapai semester akhir telah mereka lalui. Dari remedial jika nilai merah dan meminta contekan adalah hal biasa dilakukan Berta dengan menumbalkan Agnes.
"Ih, aku makin ikut gila. Mending kamu di sini sendirian biar bisa konsentrasi." Berta membereskan buku yang tadi ia baca serta menutup leptop miliknya dan memasukkan kembali ke dalam tas.
"Gak setia kawan banget."
"Ada yang lebih penting yang harus aku lakukan," sahut Berta.
Agnes dibuat penasaran, "Lebih penting?"
"Iya. Anak kucing tetangga ponakan kakak iparku lagi mau lahiran. Kasihan sendirian katanya suaminya cari kucing anggora."
Berta melihat Agnes tengah berpikir keras ia pun berlari secepat kilat sembari berkata, "Pulang jangan malam malam tar kamu dikawinin."
"Tata!" teriak Agnes kesal.
Teriakan Agnes yang menggelegar di ruangan sunyi itu membuat semua orang fokus kearahnya hingga ia mendapatkan peringatan dari petugas perpustakaan.
Di sisi lain masih di area perpustakaan. Fajar sejak tadi diikuti sosok wanita cantik bak model merasa risih, bagaimana tidak, setiap gerak-geriknya tak luput dari pandangan wanita itu. Ia pun bergegas pergi guna menghindarinya.
"Kak Fajar tunggu aku." Sherly berusaha menarik tangan Fajar, akan tetapi setelah bersentuhan, tangan itu langsung dihempaskan begitu saja seolah sang lelaki jijik jika disentuh.
Satu minggu yang lalu Sherly bertemu Fajar dalam acara reuni sekolah yang diadakan sang kakak. Gadis itu percaya akan yang namanya cinta pada pandangan pertama, begitu bola matanya bertemu dengan bola mata Fajar ia langsung jatuh hati. Meskipun mendapatkan penolakan terus menerus, sebelum janur kuning melengkung ia tetap mengejar sang pujaan.
"Berhenti mengikutiku."
"Mana bisa Kak. Hari ini Sherly udah berjanji untuk mengikuti Kak Fajar kemanapun Kakak pergi. Jadi jangan jadiin Sherly pendosa karena mengingkari sebuah janji." Sherly mengedipkan kelopak matanya seperti anak kecil tengah meminta mainan.
"Oh ya Kak, Sherly juga udah ngajuin pindah kampus ke tempat Kak Fajar bekerja," imbuh gadis berlesung pipi itu.
"Apa!" Fajar terkejut bukan main.
Sherly mengejarnya seperti orang gila. Harusnya dengan sikap royal dan kecantikan Sherly dalam mengejarnya Fajar bisa langsung jatuh hati padanya, sayang hal itu sama sekali tak bisa membuat hati Fajar luluh.
"Sherly stop melakukan hal yang membuat waktumu terbuang sia-sia!" peringat Fajar yang tidak ingin memberikan harapan palsu.
"Kak, asal kita bisa terus bersama aku tidak keberatan menyia-yiakan waktuku. Jadi aku mohon jangan tolak aku lagi dan lagi."
"Sherly berhenti bersikap seperti ini. Aku masih toleran karena kamu adik Rega," ujar Fajar.
"Aku tidak akan berhenti sebelum Kak Fajar mau menjadi kekasihku," jawab Sherly tanpa keraguan.
Fajar hampir saja frustasi menghadapi gadis di sampingnya ini. Saat bola matanya fokus ke arah lain ia melihat sosok Agnes yang kini melihat dirinya. Entah apa yang merasuki Fajar hingga ia memiliki pemikiran ingin menjadikan Agnes tamengnya.
"Sayang kamu di sini?" teriak Fajar menghampiri Agnes.
Agnes yang dipanggil dengan kata sayang sedikit kebingungan dan bertanya-tanya apa dosennya ini salah minum obat? Namun, setelah Fajar mendekat dan merangkul pundaknya layaknya seorang kekasih ia baru sadar jika dosennya itu bukan hanya salah minum obat tapi juga gila.
"Bapak apa sih?" protes Agnes berusaha melepaskan rangkulan itu. Sayang tangan Fajar begitu besar dan kekar hingga ia tidak mampu memindahkan tangan itu dari pundaknya.
"Bantu aku."
"Enak saja. Gak mau, lagian aku sibuk. Ini masalah Bapak sama kekasih Bapak," tolak Agnes.
"Dia bukan kekasihku."
"Dih, jangan bohong, Pak. Dia cantik, seksi, anggun, terlihat sangat mencintai Bapak bahkan rela pindah kampus. Masa bukan pacar Bapak. Kalau mau bohong salah tempat Pak," ucap Agnes.
"Sepertinya kamu sudah tidak gagu lagi."
Kalimat itu mampu membuat Agnes menutup mulutnya rapat-rapat.
"Karena kamu sudah menguping jadi harus tanggung jawab. Bantu aku mengusirnya," imbuh Fajar.
"Gak bisa gitu Pak. Lagian Bapak sih bawa ilmu pelet makanya cewek cewek pada antri." Agnes kembali berusaha melepaskan tangan Fajar dari pundaknya tapi tangan itu seolah tak bisa bergeser sama sekali.
Sementara dari kejauhan Sherly terus melihat interaksi Fajar dan Agnes. Ada rasa cemburu dan juga penasaran bercampur aduk jadi satu. Ia pun langsung memanggil Fajar, "Kak Fajar itu siapa?"
Fajar merasa semakin terdesak ia pun mempererat rangkulannya sembari berkata, "Jika kamu mau membantu, aku akan membantumu juga."
Agnes paham apa yang dimaksud sang dosen, tentu saja masalah skripsinya. "Jika aku tidak mau membantu."
"Kamu tentu akan tau akibatnya."
"Bapak ngancem saya?" tanya Agnes dengan nada kesel, bisa-bisanya seorang dosen bertindak mendominasi dengan mengecam.
"Jadi kamu setuju atau tidak?" desak Fajar seolah tidak ada waktu lagi untuk berdebat dengan Agnes.
"Ngusir doang kan, tenang aku ada kenalan satpam di sini. Mau dibikin bonyok sebelah mana?" tanya Agnes.
Bola mata Fajar menyorot tajam, tidak percaya dengan kalimat yang baru saja ia dengar.
"Kamu pikir mau tawuran? Bekerjasamalah untuk pura pura jadi kekasihku," tandas Fajar.
"Apa? Kekasih?" Agnes tercengah hingga suaranya tidak bisa keluar. Belum ia mengatakan setuju Sherly sudah mendekat.
"Ini siapa Kak?" tanya Sherly.
"Kenalin ini pacarku, Agnes Kinanti." Fajar sedikit menoel kulit pundak Agnes agar wanita itu benar-benar membantunya.
Sherly menatap Agnes, sungguh dari segini manapun tentu saja dirinya lebih unggul bukan? Ya, meskipun Agnes terlihat begitu manis saat tersenyum dan tidak membosankan saat dipandang.
Sherly mencoba untuk tidak percaya dengan mengekspresikan tawa hambar sembari berkata, "Kakak sedang bercandakan?"
"Tidak! Aku pikir dia wanita yang aku inginkan bahkan aku ingin menikahinya," ungkap Fajar tersenyum manis di depan Agnes.
Jangan tanya lagi bagaimana reaksi Agnes. Kalimat itu begitu manis didengar, jujur saja diusianya saat ini ia belum pernah menjalin kasih dengan siapapun. Akan tetapi ia harus tetap sadar diri ini semua hanya hubungan kerjasama.
Demi kelancaran skripsi dan bisa diperlakukan dengan halus oleh dosen pembimbingnya, ia mengikuti keinginan Fajar.
"Iya. Aku juga merasakan hal yang sama. Sebagai wanita aku harap kamu mengerti dengan hubungan kami. Kamu tidak inginkan dianggap sebagai pelakor?" sahut Agnes sembari mencubit pinggang Fajar membuat lelaki itu mengetatkan rahangnya.
"Ja-jadi Kakak mau menikah dengannya?" Sherly mengulang lagi kalimatnya guna memastikan.
Sayangnya sebelum Fajar dan Agnes menjawab suara seorang wanita juga ikut memastikan.
"Kalian ingin menikah?"