Keluarga Wezumo adalah salah satu keluarga paling berkuasa di Asia. Mereka menguasai pasar bisnis dan memiliki perusahaan raksasa yang bergerak di bidang otomotif, Fashion dan properti.
Darrel, putra sulung keluarga Wezumo terpaksa menikahi Hope Emilia, putri seorang sopir keluarganya. Dua tahun menikah, Darrel tidak pernah menyentuh Hope, hingga Darrel tidak sengaja meminum obat perangsang malam itu.
Hubungan keduanya makin dekat saat Darrel mengangkat Hope menjadi asisten dikantornya. Namun kemunculan seorang pria tampan yang amat berbahaya di dekat Hope memicu kesalahpahaman di antara keduanya.
Belum lagi Hope tidak sengaja mendengar fakta sebenarnya dibalik pernikahan mereka. Membuatnya berada dalam pilihan yang sulit. Meninggalkan Darrel, atau mempertahankan pria itu bersama anak Darrel yang ada dalam kandungannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9
Semua barang-barang yang mau di bawa ke luar kota sudah siap. Dua koper dan satu tas ransel. Hanya sedikit pakaian yang Hope masukan ke dalam koper karena Darrel sendiri yang minta. Katanya mereka bisa membeli yang baru lagi di sana.
Tapi Hope bertanya-tanya dalam hati. Kalau memang nanti beli lagi di sana, kenapa Darrel membelikannya banyak pakaian semalam? Lalu wanita itu menjawabnya sendiri. Ah, mungkin yang Darrel maksud adalah pria itu akan membeli pakaiannya untuk dirinya sendiri. Sementara Hope, sudah ada baju yang dia bawa dari rumah. Tidak perlu lagi. Darrel pasti tidak mau dia merepotkan lelaki itu di sana nanti.
Ya, Hope mengangguk kuat. Yakin sekali dengan apa yang dia pikirkan.
"Heh lelet, kamu pasti kan yang maksa-maksa abang aku biar bawa kamu ke Surabaya? Sengaja mau kabur dari kami kan? Takut yang belain kamu nggak ada lagi di rumah ini, ayo ngaku aja!"
Aurel sudah berdiri di samping Hope. Tangannya mencengkeram kuat lengan kakak iparnya hingga Hope merasa kesakitan. Tatapan Aurel sinis.
"A ... Aurel, sakit ..."
"Ala, boong. Kepotong pisau aja kamu nggak ngerasa apa-apa. Malah bilang sakit sama cengkeraman aku. Pokoknya aku nggak mau tahu, kamu harus tinggal. Gimanapun caranya, cari alasan bilang sama abang Darrel kalau kamu harus tinggal!"
"Berapa kali aku memberimu peringatan jangan pernah mengganggunya lagi?"
Belum sempat Hope angkat bicara, Darrel sudah muncul di depan mereka. Aurel jelas kaget, seperti tertangkap basah. Cengkeramannya di lengan Hope cepat-cepat dia lepaskan, barulah Hope merasa lega. Meski sisa-sisa perihnya masih ada.
"Bang, kok abang bawa-bawa dia sih? Tinggalin aja. Dia nggak pantas ikut bang Darrel. Sekolahnya aja cuma lulusan SMA, sama sekali nggak ada pengalaman kerja pula. Masa abang mau jadiin dia asisten abang. Entar yang ada cuma bikin-bikin malu." kata Aurel dengan sengaja merendahkan Hope.
Darrel memicingkan mata menatap gadis itu. Lelaki itu jelas tidak suka adiknya meremehkan istrinya.
"Dia istriku, kau yang tidak pantas bersikap kasar padanya. Pergi, masuk ke kamar kamu!" bentak Darrel dengan nada tinggi.
Aurel kaget, heran dan tidak senang karena sang kakak lebih membela istrinya dibanding dia. Gadis itu membanting kakinya kesal. Ia melemparkan wajah tidak sukanya ke Hope, sebelum meninggalkan suami istri tersebut berdua.
Darrel langsung memeriksa lengan bagian dalam Hope sepeninggalnya Aurel. Tanpa ijin pria itu meraih tangan istrinya dan memeriksa lengannya apakah ada yang salah atau tidak, terluka atau tidak, karena ia lihat Hope terus memegangi lengannya dengan raut wajah tidak nyaman.
"Mana yang sakit?" Darrel bertanya. Matanya fokus ke satu bagian, yaitu lengan Hope. Wajahnya tak terbaca.
"Aku tanya di mana yang sakit?" tanya Darrel lagi kali ini melirik Hope karena wanita itu malah bengong.
"N ... Nggak apa-apa kok mas, nggak ada yang sakit." sahut Hope ketika sadar. Ia cepat-cepat melepaskan lengannya dari genggaman Darrel, malu dengan situasi ini. Lagian memang tidak ada apa-apa dengan lengannya.
Darrel kini menatap wajah wanita itu.
"Mulai sekarang, perhatikan tubuh dan kesehatanmu. Kau akan segera bekerja sebagai asistenku. Jangan ceroboh, jangan terlihat seperti kau gampang ditindas oleh orang lain, mengerti?" kata pria itu panjang lebar. Hope menganggukkan kepala menurut kata suaminya.
"Ikut aku, kita pergi sekarang." kata Darrel lagi. Pria itu kemudian mengambil alih dua koper yang sudah di pegang isterinya. Mereka pergi tanpa pamit ke orangtua Darrel, karena hanya ada Aurel di rumah.
"Aku saja yang bawa. Kau gendong ransel itu."
__________________
Pesawat yang akan mereka naiki adalah pesawat pribadi milik keluarga Darrel. Ini pertama kalinya Hope naik pesawat. Aneh? Bagi orang lain mungkin aneh, tapi buat Hope sendiri tidak. Selama sembilan tahun dalam hidupnya, dia hanya pergi paling jauh ke sekolah. Pulang sekolah papanya menitipkan dia di rumah keluarga Darrel. Pulang kerja baru papanya jemput.
Terkadang papanya akan pulang kerja tengah malam. Jadi Hope sering tunggu sampai ketiduran di ruang tamu atau kursi kolam dekat taman belakang rumah.
Kebanyakan temannya adalah pembantu dari keluarga tersebut. Tapi tidak tidak semua mau menjadi temannya. Selagi ada yang mau menjadi temannya.
Bisa dibilang Hope besar di rumah mewah milik keluarga suaminya. Melihat majikan papanya berpesta, teman-teman Aurel dan Rey kumpul-kumpul di rumah untuk sekadar bermain bersama, dan masih banyak lagi. Tapi sepanjang berada di rumah ini, ia tidak pernah melihat Darrel membawa pulang teman. Mungkin mereka berkumpulnya di tempat lain.
"Kenapa melamun? Ayo naik." mata Hope berkedip-kedip. Ia merasakan tangannya di tarik. Darrel pelakunya.
Mereka menaiki tangga pesawat. Ada dua orang laki-laki di depan pintu masuk. Mereka membungkuk ke Darrel dan Hope.
"Selamat siang pak Darrel," salah satu dari mereka menyapa. Darrel hanya menganggukkan kepala dan terus masuk.
Ketika memasuki pesawat, mulut Hope sedikit menganga dengan kemewahan yang dilihatnya. Seorang pramugari mengarahkan tempat duduk pada mereka.
Mata Hope dimanjakan dengan berbagai fasilitas dalam pesawat tersebut. Waktu Darrel meninggalkannya sebentar untuk pergi menelpon, pramugari cantik mengajaknya melihat-lihat isi pesawat.
Dalam pesawat tersebut fasilitasnya ada bioskop kecil, ruang tamu elit, dan tiga kamar tidur luas. Hope sibuk menjelajah seluruh isi jet dengan perasaan kagum.
"Anda cantik sekali nyonya. Cocok dengan tuan Darrel. Kalian pasangan yang serasi. Pasti tuan Darrel sangat mencintai nyonya." pramugari di sebelahnya memuji. Dia adalah wanita yang ramah.
"Terimakasih." Hope membalas dengan senyuman. Perempuan itu tidak tahu saja kalau Darrel sama sekali tidak mencintainya. Lelaki itu menikahinya hanya karena terpaksa.
"Hope," Hope menoleh ke arah panggilan. Suaminya sudah kembali ke tempat yang mereka duduki tadi.
"Suamiku memanggilku, aku ke sana dulu." ucap Hope kepada si pramugari.
Ia pun berjalan mendekati suaminya.
"Duduklah, pesawatnya akan segera terbang." titah Darrel. Hope mengangguk. Ia berjalan melewati Darrel dan duduk di bagian dalam.
Saat merasakan pesawat mulai bergerak, wanita itu menahan napas. Maklum dia takut, ini pengalaman pertamanya naik pesawat. Tangannya meremas kuat-kuat pinggiran kursi dan menutup mata.
"Tenanglah, tidak akan terjadi apa-apa." suara Darrel membantunya merasa lebih tenang.
Mata Hope perlahan terbuka menatap suaminya. Tatapan mereka bertemu. Lalu tangan Darrel terangkat menyentuh wajah Hope. Wanita itu menegang sesaat, merasakan jemari suaminya menyentuh kulit wajahnya.
"Ada kotoran di pipimu." kata Darrel kemudian, menunjukkan kotoran kecil yang dia ambil dari pipi Hope. Wanita itu tersenyum canggung.
"Tidurlah kalau mau tidur. Aku akan membangunkan-mu kalau sudah sampai." ujar Darrel datar. Hope mengangguk, lalu kembali menutup mata.