Masih berstatus perawan di usia yang tak lagi muda ternyata tidak mudah bagi seorang gadis bernama Inayah. Dia lahir di sebuah kota kecil yang memiliki julukan Kota Intan, namun kini lebih dikenal dengan Kota Dodol, Garut.
Tidak semanis dodol, kehidupan yang dijalani Inayah justru kebalikannya. Gadis yang lahir tiga puluh tahun yang lalu itu terpaksa meninggalkan kampung halaman karena tidak tahan dengan gunjingan tetangga bahkan keluarga yang mencap dirinya sebagai perawan tua. Dua adiknya yang terdiri dari satu laki-laki dan satu perempuan bahkan sudah memiliki kekasih padahal mereka masih kuliah dan bersekolah, berbeda jauh dengan Inayah yang sampai di usia kepala tiga belum pernah merasakan indahnya jatuh cinta dan dicintai, jangankan untuk menikah, kekasih pun tiada pasca peristiwa pahit yang dialaminya.
Bagaimana perjuangan Inayah di tempat baru? Akankah dia menemukan kedamaian? Dan akankah jodohnya segera datang?
Luangkan waktu untuk membaca kisah Inayah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lailatus Sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ku Pasti Menemukanmu
Jika Inayah telah cukup menikmati hari-hari barunya, di tempat baru, teman-teman baru dan dengan pekerjaan baru. Berbeda dengan Rayyan yang merasa hidupnya kembali hampa. Hasil memuaskan menjadi juara satu olimpiade sains tingkat nasional nyatanya tidak membuat seutas senyum pun terbit di wajahnya.
Setelah lomba usai, dia mendapat izin untuk tetap di Jakarta selama tiga hari. Dengan senang hati Rayyan menerima kesempatan dispensasi itu. Pulang, menjadi tujuannya, berbagai rencana sudah dia susun di benaknya untuk apa saja yang akan dia lakukan selama tiga hari ini di Jakarta. Salah satunya adalah mencari keberadaan Inayah.
Bunda Milia dan Papa Ariq tentu saja bahagia. Selain itu sang adik kembar yang sangat dirindukannya juga tak kalah antusias menyambut kepulangan sang kakak.
"Akhirnya kakak pulang, aku seneng banget." Dua gadis remaja yang sedang menempuh pendidikan di sekolah menengah pertama itu terus menempel sejak pertama kali bertemu. Mereka sengaja izin pulang lebih awal dari sekolahnya di salah satu sekolah islam terpadu agar bisa ikut menjemput sang kakak yang telah selesai mengikuti kegiatan olimpiade selama seminggu itu.
Dalam kurun waktu seminggu, Bunda Milia dan Papa Ariq selalu datang ke tempat Rayyan di karantina. Selain kangen pada putra sulung mereka, keduanya juga ingin memberikan support pada sang putra.
"Dek, Teteh, biarin kakaknya istirahat dulu." tegur Bunda Milia yang geleng-geleng kepala melihat kelakuan putri kembarnya.
"Tapi aku masih kangen kakak, Bun." rengek Rayna dengan kedua tangan yang tak lepas melingkar di lengan Rayyan.
"Ana juga ..." rengek Rakhana tak kalah manja.
Keduanya memang sangat dekat. Biasanya Rayyan selalu ada untuk mereka, dia benar-benar seorang kakak yang bisa diandalkan, selalu menjaga dan menyayangi adik kembarnya itu.
"Harusnya Bunda punya anak cowok lagi, biar Rayna sama Teteh ada temen kalau Kakak lagi pergi, bisa ngejagain kita juga gantiin kakak." Celetuk Rayna menggoda sang bunda.
"Iya Bun, kalau mau punya anak lagi aku setuju. Jadi gak kesepian kalau kakak pergi dan si kembar sekolah" timpal setuju setuju dengan usul ide sang adik.
"Kalian itu, bunda sudah tua Kak, Dek. Emang Adek dan Teteh gak malu sudah SMP gini nanti punya adik bayi?" Bunda Milia terkekeh saat menanyakan hal itu pada sang putri, geli sendiri membayangkan hamil lagi dan mempunyai bayi di usia sekarang yang menurutnya sudah tua. Padahal jika dilihat, Bunda Milia masih pantas dikatakan mamah muda.
"Enggak, aku seneng. Ya udah sekarang Bunda sama Papa pergi bulan madu, biar pulangnya bisa bawa adik buat Ray dan Teteh." timpal si bungsu semakin membuat sang bunda tergelak.
"Siapa yang mau pergi bulan madu?" Papa Ariq datang dan duduk di samping sang istri, merangkul bahu Bunda Milia dan sekilas mengecup pelipisnya. Kemesraan yang selalu ditampakkan di depan anak-anak, membuat ketiga anaknya mendelik melihat kebucinan sang papa.
"Heummm ...kang bucin sudah datang." celetuk Rayna yang memang lebih blak-blakan dibanding Rakhana. Saudara kembarnya itu hanya terkekeh melihat respon sang adik, sementara Rayyan tersenyum senang melihat keharmonisan kedua orang tuanya.
"Papi sama Bunda yang pergi bulan madu, lalu pulangnya bawa adik cowok buat kita, biar bisa gantiin tugas jagain kita kalau kakak lagi gak ada." Ariq tergelak mendengar penjelasan putri bungsunya.
Perbincangan hangat keluarga itu terus berlanjut. Mereka saling melepas rindu dengan berbagi cerita yang dialami masing-masing saat berpisah. Si kembar menjadi paling mendominasi, banyak hal yang mereka ceritakan kepada sang kakak dan Rayyan dengan senang hati mendengarkannya cerita kedua adiknya itu.
"Ada-ada saja mereka." Bunda Kamilia kembali tergelak saat mengingat percakapannya dengan anak-anak. Ada-ada saja cerita mereka yang bikin ketawa kalau lagi bersama. Hal yang sangat Bunda Milia rindukan sejak Rayyan memutuskan pindah sekolah ke Garut. Ketiga anaknya sudah pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
"Kenapa Sayang?" Papa Ariq menaiki tempat tidur, tertarik dengan hal yang membuat sang istri tiba-tiba tertawa.
"Ingat obrolan sama anak-anak ..." Kamila pun menceritakan semua obrolan dengan ketiga anaknya ketika Ariq belum datang karena setelah menjemput Rayyan sore tadi Papa Ariq ada janji temu dengan salah satu rekan bisnisnya.
"Alhamdulillah mereka sudah cukup ..." Papa Ariq memeluk erat Bunda Kamilia, bayangan proses melahirkan yang dialami Bunda Kamilia yang mana salah satu bayinya pernah terancam hampir tidak tertolong.
Tiga hari yang dilalui Rayyan di Jakarta terasa membosankan. Dia mencuri-curi waktu dengan alasan ingin bertemu teman lama padahal mencari keberadaan Bu Inayah.
"Bu, tunggu, aku pasti menemukanmu."