NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 14

Setelah berjam-jam duduk di dalam ruang ujian yang sunyi, suasana yang terasa begitu tegang dan penuh tekanan, akhirnya waktu tes berakhir. Sebuah bel berdentang, mengirimkan isyarat kepada semua siswa untuk meninggalkan ruangan dengan segera. Mereka berdiri dengan perasaan lega namun juga kelelahan yang begitu mendalam.

Marica merasa ringan namun juga sedikit terbebani oleh ketegangan yang telah dia alami selama tes berlangsung. Dia mengamati sekelilingnya saat siswa-siswa lain bergerak meninggalkan ruangan dengan wajah-wajah yang tampak lesu dan tertekan.

Beberapa tampaknya masih sibuk memikirkan soal-soal ujian yang baru saja dihadapi, sementara yang lain hanya ingin segera melupakan segalanya.

Saat Marica sudah berada di luar ruangan, Weni, salah satu teman sekelasnya, mendekatinya dengan senyum ramah. "Ca, mau ikutan kita makan-makan enggak?" tanya Weni.

Marica tersenyum lembut meskipun dia merasa sedikit terganggu oleh ajakan tersebut.

"Makasih ya tawarannya, Weni. Tapi gue ada urusan lain yang harus segera diselesaikan," jawabnya dengan sopan.

Di lorong sekolah yang sepi, Marica mempercepat langkahnya menuju pintu keluar. Pikirannya melayang pada urusan-urusan lain yang menunggu di luar sana. Dia memeriksa ponselnya sekali lagi, memastikan tidak ada pesan atau panggilan penting yang terlewat.

\~\~\~

Yura, Ririn, Zerea, Rendra, dan Devano tengah duduk di sebuah restoran yang sedang ramai. Hiruk-pikuk suara pengunjung lain mengisi ruangan, tetapi mereka tenggelam dalam percakapan mereka sendiri, mencoba melepaskan sedikit ketegangan setelah hari yang panjang.

Zerea, yang duduk di sebelah Rendra, menoleh dan bertanya dengan penasaran, "Gimana tes tadi?"

Rendra menghela napas panjang dan mengaduk makanannya tanpa semangat. "Pusing banget. Terlalu banyak soal matematika dan kimia," jawabnya dengan nada lesu.

Zerea tersenyum simpati. "Yang penting udah usaha," ucapnya mencoba menghibur.

Yura, yang duduk di sebelah Devano, merasa sedikit canggung namun penasaran dengan pendapat temannya.

"Lo gimana, Dev?" tanyanya, berusaha mengalihkan pembicaraan.

Devano, mengangguk pelan sambil menyeruput minumannya. "Soalnya banyak yang menjebak. Kalau enggak pakai logika dan bener-bener fokus, bakalan terkecoh," jawabnya sambil mengernyitkan dahi, mengingat beberapa soal yang membuatnya kesulitan.

Rendra, yang sejak tadi mendengarkan dengan seksama, akhirnya ikut bersuara. "Aku setuju sama Devano. Banyak soal yang kelihatannya mudah tapi ternyata bikin bingung," katanya sambil mengaduk es krim di depannya.

\~\~\~

Marica duduk sendirian di ayunan di sebuah taman yang sepi. Sesekali dia bersiul, berusaha mengisi keheningan senja dengan nada-nada riang yang keluar dari bibirnya. Derit ayunan yang bergerak pelan menambah suasana sunyi dan misterius di sekitar taman.

Tiba-tiba, dia menghentikan ayunannya dan berteriak, "Keluar!"

Suara derit ayunan berhenti mendadak, membuat suasana semakin tegang. Sosok yang sedari tadi mengawasi Marica merasa terkejut, tidak menyangka bahwa Marica bisa menyadari keberadaannya meskipun ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk tetap tersembunyi.

"Sial," batin Marica, merasa kesal karena dirinya dipantau tanpa sadar.

Tanpa berpikir panjang, dia meraih sebuah batu di dekatnya dan melemparkannya ke arah pohon yang diyakininya sebagai tempat persembunyian sosok misterius itu.

Terdengar suara gemerisik, dan dari balik bayang-bayang pepohonan, seorang pria muncul dengan pakaian biasa. Marica berdiri dari ayunannya, menatap pria itu dengan pandangan kesal dan penuh kecurigaan. Saat dia maju selangkah, tiba-tiba pandangannya tertuju pada bagian dada pria tersebut. Ternyata, ada noda darah yang merembes jelas di sana.

Marica mundur beberapa langkah, ngeri melihat pria tersebut terhuyung-huyung sebelum jatuh tersungkur di tanah. Dia merasa panik, namun seketika itu juga dia mencoba menganalisa situasi. Darah yang merembes dari dada pria itu menandakan bahwa dia telah ditembak. Tapi tidak ada suara tembakan yang terdengar

Di kejauhan, di sebuah gedung tinggi yang menghadap taman, seorang sniper terbaring dengan tenang. Senjata yang digunakan dilengkapi dengan peredam suara yang hampir sempurna. Peredam suara ini bekerja dengan mengurangi kecepatan gas yang keluar dari laras senjata, membuat suara tembakan hampir tidak terdengar.

Model senapan ini adalah salah satu yang terbaru, sering digunakan oleh pasukan elit militer dan agen rahasia karena kemampuannya untuk menembak dengan akurasi tinggi tanpa menarik perhatian.

Peluru yang digunakan juga bukan peluru biasa. Peluru ini dirancang khusus untuk menembus bahan-bahan keras dan tetap mempertahankan kecepatan serta daya hancurnya ketika mengenai target. Dengan menggunakan teleskop yang memiliki perbesaran tinggi, sniper tersebut bisa melihat target dengan jelas meskipun berada jauh dari lokasi tembakan.

Marica, yang sekarang berdiri terdiam, menyadari betapa berbahayanya situasi yang dia hadapi. Dia menatap pria yang sekarang terjatuh di tanah, darah terus mengalir dari lukanya. Di kepalanya, berbagai pikiran berlomba-lomba untuk mencari jalan keluar dari situasi ini. Dia tidak tahu siapa yang menembak pria tersebut atau mengapa pria itu diawasi.

\~\~\~

Kelvin yang baru saja selesai berlatih basket langsung menemui Emil yang sudah menunggunya di parkiran. Keduanya masuk ke dalam mobil, dan Emil segera mengemudi dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang biasanya penuh dengan hiruk-pikuk kendaraan kini terasa mencekam dengan ketegangan di antara mereka.

"Lo yakin orang yang lo kirim buat awasin Marica, mati?" tanya Kelvin dengan nada tak percaya, tatapannya terpaku pada jalanan di depan mereka.

"Yakin, dia mati ketembak," jawab Emil tanpa ragu, matanya tetap fokus pada jalan.

"Marica enggak mungkin bunuh dia kan?" Kelvin masih belum bisa menerima kenyataan tersebut.

Dia tahu betul bahwa jika Caca, dengan jiwa asli yang memiliki skenario pembunuhan dalam otaknya, menguasai tubuh Marica, maka Marica akan bergerak sesuai dengan skenario itu.

"Enggak mungkin lah, dimana coba Caca dapet senjata?" Emil merasa heran dengan pertanyaan Kelvin.

"Bisa aja dia rebut senjata dari orang yang ngawasin dia," jawab Kelvin dengan nada serius. Dia tahu Caca memiliki kecerdikan dan keberanian untuk melakukan hal seperti itu.

Emil menggelengkan kepalanya. "Senjata dan jenis pelurunya beda. Ini jelas orang lain, bukan Caca," jelasnya dengan yakin. "Peluru yang nembak orang kita bukan peluru standar. Ini peluru khusus, dan senjata yang dipakai juga bukan senjata biasa yang bisa direbut dengan mudah."

Kelvin terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi tersebut. Dia tahu Emil tidak akan sembarangan menyimpulkan sesuatu tanpa bukti yang kuat. Jika ini benar, maka ada pihak lain yang terlibat dan situasinya menjadi lebih rumit dari yang mereka bayangkan.

"Jadi, siapa menurut lo yang nembak orang kita?" tanya Kelvin akhirnya, mencoba mengumpulkan semua informasi yang ada.

Emil menghela napas, mengendurkan sedikit tekanan di pedal gas. "Gue enggak tahu pasti. Tapi yang jelas, ini bukan tindakan spontan. Peluru dan senjata yang dipakai menunjukkan bahwa ini kerjaan profesional. Kita harus hati-hati."

Kelvin mengangguk, sepakat dengan Emil. "Kita harus cari tahu siapa yang ada di balik ini. Kalau ada pihak lain yang terlibat, kita enggak bisa gegabah."

Mobil melaju kencang melewati jalanan yang mulai sepi. Keduanya tahu bahwa situasi ini lebih dari sekadar pengawasan biasa terhadap Marica.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!