BURUK RUPA JADI RATU TUAN KEJAM

Setibanya di depan rumah sakit ADIJAKSA, Kania membayar ongkos ojek lalu berlari masuk.

"Aku harus menelpon ibu, mudah-mudahan handphonenya kebawa."

Dengan wajah lesu Kania menghempas nafas panjang.

"Lowbat"

Kania berjalan cepat ke arah meja resepsionis.

"Apa ada yang bisa kami bantu? tanya seorang perempuan yang saat itu bertugas di meja resepsionis.

"Atas nama Bu Tina di rawat di kamar nomor berapa?

"Boleh sebutkan nama lengkapnya?

"Tina Isnawati."

"Kami cek dulu datanya, harap sabar menunggu."

Dengan cekatan petugas resepsionis ini memainkan jarinya di keyword komputer.

"Terima kasih atas waktunya. Beliau sekarang di rawat di ruang mawar NO 8. Anda lurus saja ke depan setelah itu belok kiri."

"Terima kasih Bu, kalau begitu saya permisi."

Kembali Kania berlari kecil mengikuti petunjuk tadi.

Tidak lama Kania mencari hingga menemukan juga ruang mawar NO. 8.

Kania memutar gagang pintu dan mendorongnya.

"Selamat siang?

"Siang" Balas dua orang, satu perawat dan satunya lagi seorang dokter.

"Bagaimana keadaan ibuku dok?

"Ada baiknya kita bicarakan ini di ruangku. Mari ikut aku."

Dengan mengangguk lesu Kania mengikuti dokter tadi dari belakang. Dia tahu kalau penyakit ibunya pasti serius.

"Silahkan masuk."

"Terima kasih dok."

"Duduklah."

Kembali Kania mengangguk lalu duduk.

"Begini dek, penyakit ibu anda sudah terbilang memprihatinkan. Lambung serta salah satu ginjalnya sudah rusak dan lebih parahnya lagi itu dari jantungnya, kita harus melakukan operasi mengingat kondisi ibu adek semakin lemah. Kenapa selama ini pihak keluarga tidak membawanya ke rumah sakit agar segera mendapatkan penanganan khusus?

"Ibu tidak pernah mengeluh sedikit pun selama kami bersama. Coba di cek lagi siapa tahu ada kesalahan."

"Rumah sakit ini rumah sakit terbaik di Asia, jadi sedikit kemungkinan alat medis kami ada kesalahan."

"Terus biaya operasi berapa kira-kira ya pak?

"Sekitar 70 sampai 90 jutaan."

"Apa 70 sampai 90 jutaan? Kania hampir saja melompat mendengar nominal uang yang disebutkan dokter itu.

"Kira-kira seperti itu dek, kalau Adek bersedia silahkan menghubungi pihak administrasi agar kami segera menyiapkan operasinya."

"Persiapkan saja yang terbaik dok, saya akan upayakan menyiapkan uangnya."

"Baiklah kalau begitu, secepatnya kami tunggu kabarnya."

Setelah berpamitan pada dokter, Kania keluar ruangan.

Bebannya bertambah satu lagi, bagaimana cara mendapatkan uang sebanyak itu untuk operasi ibunya.

Dengan langkah sempoyongan kania kembali keruangan ibunya.

Kania duduk di samping pembaringan sambil mencium tangan ibunya.

"Bertahanlah Bu, kania pasti bisa mendapatkan uang itu demi kesembuhan ibu bagaimana pun caranya."

Air mata Kania menetes melihat ibunya terbaring lemah dengan selang infus dan selang oksigen menempel di tubuhnya.

Kania berdiri, sebelum dia pergi Kania kembali mencium kening dan tangan ibunya.

"Tolong jaga ibuku, aku akan segera kembali."

pinta Kania pada perawat yang berjaga di sana.

"Jangan kuatir mba, kami akan memberi pelayanan yang terbaik pada setiap pasien kami."

Setelah ibunya merasa aman, Kania pun pamit.

"Aku harus menemui bandot tua itu, aku yakin uang sebanyak itu kecil baginya."

Kania menghentikan pengendara taxi yang kebetulan lewat di depannya.

"Perusahaan "LAKSONO grup," pak."

"Baik mba."

Taxi melaju menembus kota dimana perusahaan "LAKSONO grup" berdiri.

Taxi berhenti di depan pintu masuk perusahaan besar yang bertuliskan "LAKSONO grup"

Setelah membayar argo, Kania melangkah masuk. Suasana perusahaan saat itu terlihat ramai.

Ruang parkir hampir penuh di penuhi mobil-mobil mewah kelas atas.

Beberapa orang memandang aneh pada Kania mulai dari wajah sampai dengan pakaian yang dia kenakan.

"Apa gembel turut di undang di acara semegah ini? Seorang pria menatap Kania dengan penuh rasa jijik.

"Itulah keluarga pak Ari, sosialnya terlalu tinggi hingga beliau tidak memandang status. Dimata beliau semua sama."

Kania terus saja melangkah di kerumunan orang banyak hingga menemukan Ari sedang berbincang dengan beberapa orang berpakaian formal.

"Boleh bicara sebentar, ada hal penting yang ingin aku sampaikan."

"Pak Ari, apa anda mengenalnya." tatap jijik seorang teman Ari sambil menutup hidungnya.

"Kenapa kamu datang kemari?

bisik Ari pada kania dengan bibir tidak bergetar.

"Ibuku sedang sekarat, beliau membutuhkan banyak uang untuk biaya operasinya."

"Itu bukan urusanku, lagian aku juga tidak punya uang."

"Mengadakan pesta seperti ini kamu bilang tidak memiliki uang. Tolonglah, setelah ini aku tidak akan datang lagi menemui mu. Aku sumpah."

"Sekarang pergilah sebelum aku menyuruh satpam mengusir mu."

"Aku tidak akan pergi sebelum kamu memberikan uang itu padaku."

"Pak Ari, apa anda mengenal gadis itu." kembali pria itu mengulang pertanyaannya.

"Tidak, aku sama sekali tidak mengenalnya."

Jantung kania terasa copot mendengar pengakuan Ari.

"Terus kenapa dia terus bicara pada anda?

"Dia lagi minta bantuan, katanya ibunya sakit. Aku bilang tunggu setelah acara ini selesai tapi dia terus saja memaksa." Ari tersenyum untuk menyakinkan orang-orang yang ada di sana.

Dan benar, seketika orang-orang bertepuk tangan.

"Anda memang baik pak Ari, wajar saja perusahaan mu semakin hari semakin berkembang."

"Sudah sewajarnya kita sebagai manusia harus saling menolong karena kita tahu roda kehidupan akan terus berputar kadang diatas kadang di bawah."

"Luar biasa."

Sesaat semuanya diam hingga seorang MC maju ke depan.

"Karena semua sudah hadir maka mari kita persilahkan pak Ari untuk maju ke depan menyampaikan kabar bahagia keluarga mereka. Dengan ini di persilahkan."

Ari memberi penghormatan pada tamu undangan sebelum maju ke depan.

"Pertama-tama saya ucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman yang sudah menyempatkan diri menghadiri acara keluarga ini. Ada dua hal yang ingin saya sampaikan sebelum acara ini di mulai. Pertama yaitu acara pernikahan putri kami Rere dan Riko yang sebentar lagi akan di selenggarakan dalam waktu dekat ini dan yang kedua yang tidak kalah pentingnya yaitu penetapan ahli waris "LAKSONO grup" sepenuhnya akan jatuh pada putri tunggal kami yaitu Rere. Mengenai isu yang beredar selama ini kalau Kania putri kandung kami itu semua bohong, Kania hanya anak angkat dari almarhumah istri pertama saya jadi kabar itu semuanya hoax. Hanya Rere anak kandung kami tidak ada yang lain."

Sambutan tepuk tangan pun menggema dalam ruangan itu.

"Tuan, gadis itu juga ada disini." bisik seorang pria pada majikannya.

"Awasi dia terus."

"Baik."

Tubuh Kania lunglai bak tak bertulang. Orang yang dulunya di panggil ayah tiba-tiba mengatakan kalau dia hanya anak angkat di depan banyak orang.

Parahnya lagi, ibunya yang masih hidup sudah dianggap mati.

Kania berjalan sempoyongan, pandanganya kosong. Tidak ada lagi harapan meminta pertolongan untuk menyelamatkan nyawa ibunya setelah mendengar penuturan Ari.

"Berhenti. Plak....." sebuah tangan menarik punggung Kania dan menamparnya.

"Beraninya kamu datang mengacaukan acara kami. Dasar buruk rupa."

Amarah Kania memuncak dan plak....

Kania membalas tamparan perempuan yang tak lain adalah Rere.

"Kania apa yang kamu lakukan? Apa kamu baik-baik saja?" Riko mengusap wajah Rere dengan perasaan panik.

"Sakit" ucap manja Rere menggelayut manja di lengan Riko.

"Sampah menang cocoknya dengan sampah. Sekali sampah tetaplah sampah yang akan berbau di manapun tempatnya."

"Kurang ajar kamu kania, beraninya menyakiti putriku dan mengatakan mereka sampah?

rasakan ini."

Rita yang tiba-tiba datang dan ingin menampar Kania.