Andah, adalah mahasiswi yang bekerja menjadi penari striptis. Meskipun ia bekerja di hingar bingar dan liarnya malam, tetapi dia selalu menjaga kesucian diri.
Sepulang bekerja sebagai penari striptis.Andah menemukan seorang pria tergeletak bersimbah darah.
Andah pun mengantarkannya ke rumah sakit, dan memaksa Andah meminjam uang yang banyak kepada mucikari tempat dia menari.
Suatu kesalahpahaman membuat Andah terpaksa menikah dengan Ojan (pria amnesia yang ditemukannya) membawa drama indah yang terus membuat hubungan mereka jadi semakin rumit.
Bagaimana kisahnya selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CovieVy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14. Love You, Suamiku!
"Iya, dia udah pulang semenjak sore tadi. Emangnya dia belum sampai di rumah?"
Andah mundur tanpa memberikan jawaban. Dia berlari kembali menuju ke arah rumahnya.
"Alaaah, Andah malah ikutan menjadi bocah? Pamit dulu kek?" Bang Ali menutup pagarnya kembali dan menguncinya dengan gembok.
Andah telah memasuki halaman rumahnya, dia melihat sebuah bayangan yang meringkuk di pojok bangunan yang buta dari pandangannya tadi.
Di sana, tampak sesekali gerakan menggaruk bagian tangannya. Andah mendekat dan terdengar suara nafas halus dengan teratur.
"Bisa-bisanya tidur di sini?"
Andah berjongkok di antara gelapnya malam menatap suaminya yang tidur duduk meringkuk di sana. Tiba-tiba Andah merasakan gatal di pipinya karena gigitan nyamuk.
Andah menepuknya hingga membuat Ojan terbangun karena kaget mendengar suara tepukan pada pipi Andah. Ojan menyadarip kehadiran Andah memutar tubuhnya membelakangi Andah.
Andah tersenyum tipis melihat reaksi Ojan. Dia membuka jaket yang terpasang pada tubuhnya memasangkan kepada Ojan. Namun, pria itu terus membisu menyembunyikan wajah pada rangkulan di lututnya.
"Maafkan aku, ya?"
Ojan masih hening tanpa suara.
"Sejujurnya aku kepikiran denganmu, aku pulang setelah pembukaan. Saat aku sampai di rumah, ternyata kamu sudah tidur."
Ojan mulai mengangkat wajahnya, melirik seseorang yang duduk berjongkok di belakang. Suara gemuruh dari perut Ojan membuat pria itu refleks memegang perut menahan keroncongan dari dalam sana.
"Kamu pasti sangat lapar?"
Ojan menggelengkan kepala, meski masih tidak bersuara. Namun suara gemuruh dari dalam perutnya kembali terdengar gemuruh meronta meminta untuk diisi.
Andah bangkit, lalu menarik tangan Ojan. Tubuh Ojan telah dingin melawan suhu malam tanpa menggunakan pakaian yang lebih hangat.
"Ayo, masuk dulu!"
Ojan menarik tangannya kembali. "Gak mau, Andah jahat."
"Ayooo, apa perlu aku gendong?" Andah terus menarik Ojan.
"Mana mungkin? Yang ada Andah yang Ojan gendong," celetuknya membuat Andah tertawa melihat Ojan yang lebih merespon.
"Ah, nggak mungkin. Ojan kan anak kecil, mana bisa menggendong aku."
Ojan mulai bangkit. Tinggi Andah hanya se-dada Ojan. Dengan gampang Ojan mengangkat tubuh Andah yang sangat ringan. Saat Ojan ingin menurunkan tubuh Andah, gadis itu menautkan tangannya pada leher Ojan, menjepit pinggang Ojan dengan kedua kakinya.
Ojan tersentak kaget mendapat perlakuan seperti itu dari Andah. "Andah ngapain?"
Andah memejamkan matanya membuang rasa malu yang sebenarnya hinggap dengan sesaat. Andah memberanikan dirinya mengecup bibir Ojan, menenangkannya dengan cara yang tak biasa.
"Ojan, apa kamu mengerti dengan arti cinta?"
Ojan membuka matanya dengan lebar. "Cinta itu sayang, kan?"
Andah menganggukan kepalanya. "Aku saaaayang sekali kepada Ojan. Jangan menghilang lagi seperti tadi ya?"
"Tapi, Andah nggak boleh jahat lagi kepada Ojan. Ojan kan sayang banget sama Andah."
Andah menganggukan kepala. "Maafkan aku ya?" Andah mendekapkan kepalanya memeluk leher sang suami.
Perlahan Andah mengangkat wajahnya menatap lekat masuk ke dalam netra Ojan dalam kegelapan. "Love you, suamiku."
Ojan menurunkan kepalanya perlahan, mengecup bibir Andah dengan lembut dan perlahan. Semakin lama ciuman mereka semakin dalam dan mereka menikmatinya dengan rasa penuh cinta.
"Woooii, siapa itu?"
Sebuah hardikan dari arah jalan mengagetkan dua insan yang mabuk dalam indahnya kasmaran.
Pintu rumah terbuka dari arah dalam. Inggrid, sang ibu tiri keluar berdiri di teras rumah. "Kenapa?" tanyanya pada pria yang berdiri di pinggir jalan depan rumah mereka.
Andah beringsut turun dari tubuh Ojan. "Hei, Bang Amin. Ini aku sama suamiku." ucap Andah menarik tangan Ojan.
"Owalaaah, aku kira siapa yang aneh-aneh di pojokan rumah orang. Ternyata tuan rumahnya sendiri."
"Kenapa, Min?" tanya Inggrid kembali merasa heran tidak memahami apa yang telah terjadi.
"Ooh, ini ada yang menikmati indahnya masa pengantin baru. Tapi saya harap jangan di tempat terbuka seperti itu. Cukup kalian saja yang menikmatinya tanpa ada yang menonton." ucap pria yang sedang ronda itu.
"Baik, Bang. Terima kasih atas nasihatnya." ucap Andah sedikit malu.
"Iiih, bikin malu aja kamu ini. Kemarin sok-sok nggak mau disuruh nikah." decak Inggrid melirik Andah dan Ojan bergantian.
"Ya udah, saya lanjut ronda lagi." Bang Amin melanjutkan berkeliling memastikan keamanan wilayah.
Andah kembali menarik Ojan kali ini mengajak masuk ke dalam rumah. Mereka melewati Inggrid yang memasang mata tajam kepada mereka. Namun, mereka membuat Inggrid seolah tak terlihat.
"Aku akan memanaskan air untukmu. Nanti bersihkan dirimu dengan air hangat, setelah itu makan." Andah langsung menuju ke arah dapur.
Sementara Ojan ke kamar mereka mengambil pakaian bersih dan handuk. Sementara itu, Inggrid yang terabaikan masuk ke dalam kamar sambil menggerutu.
"Dasar anak dan menantu kurang ajar."
Beberapa saat kemudian, Ojan telah menikmati makanan lezat yang sengaja dibuatkan Andah untuknya.
"Ah, aku mau ngajak ayah lagi. Siapa tau ayah mau makan lagi bersamamu." Andah bangkit menuju kamar orang tuanya itu.
Andah mengetuk pintu kamar tersebut. "Bu?"
"Apa lagi? Akhirnya kamu mau memanggilku dengan ibu?" rutuk wanita yang ada di dalam sana.
"Ayahku sudah tidur belum?"
Inggrid membuka pintunya memasang wajah cemberut. "Kamu mau apa dengannya tanpa mengajakku?"
"Kalau ibu mau ikut, juga terserah sih." Andah mengecek sang ayah, yang ternyata matanya masih terbuka.
"Ayah tidak bisa tidur saat tahu Ojan belum pulang ya?"
Yanto, menggerakkan kepalanya naik turun perlahan.
"Ojan sudah di sini kok, Yah. Dia lagi makan di luar. Apa Ayah mau ikut makan lagi?"
Ayahnya kembali menggerakkan kepalanya naik turun. Andah langsung mendorong kursi roda yang berada tidak jauh dari ranjang. Setelah itu memapah sang ayah duduk di kursi roda itu.
Lalu mendorongnya keluar dari kamar bergabung dengan Ojan dan Inggrid. Hari ini Andah memasak ayam guling dan kue tart. Andah sangat lihat urusan dapur, karena dulu ibunya adalah koki di sebuah hotel ternama. Andah banyak belajar dengan almarhum ibunya.
Ojan yang telah menyelesaikan makan, menyambut ayah mertuanya.
"Ayah tidak bisa tidur sebelum melihat kamu pulang." terang Andah.
"Maafkan Ojan ya, Yah. Ojan membuat Ayah khawatir."
Yanto menganggukkan kepala mencoba menggerakkan tangan. Ayah mertuanya berusaha keras menggerakkan tangannya kangsung disambut oleh Ojan.
"Oh-uuhh ...."
Hanya suara tanpa kata yang bisa dikeluarkan oleh Yanto. Namun, Ojan tersenyum seakan memahami apa yang diucapkan mertuanya ini.
"Tidak apa kok, Yah. Kami baik-baik saja." Ojan mengusap punggung tangan mertuanya.
"Kenapa kamu mengkhawatirkan anakmu itu? Toh, mereka dilihat warga mesra-mesraan di depan ru—"
"Ehem, Ayah mau mencoba kue tart buatanku lagi?" Andah menyela ucapan Inggrid.
Malam itu dilewati dengan sangat damai meskipun Inggrid masih berlaku negatif terhadapnya.
Keesokan pagi, seseorang datang mencari Andah. Dia adalah Beni, salah satu teman kuliah Andah.
"Kenapa, Ben? Pagi-pagi mencariku ke sini."
"Profesor Yosa memintamu untuk menghadap!"
"Hah? Untuk apa?"
takut lo brkl bpkmu smpe dipecat???