“Kau akan menjadi pacar eksklusifku selama batas waktu yang tak ditentukan. Rubah penampilan kuno-mu itu. Aku tak suka melihat penampilan burukmu itu. Jika kau menolak perjanjian ini, kau bisa mengundurkan diri dari perusahaanku,” ucap Dimitrei Uvarov—seorang CEO di mana Thalia Brown bekerja. Thalia yang sangat membutuhkan pekerjaan saat ini dan tak punya pilihan jawaban lain, akhirnya mengangguk setuju. “Baiklah, Tuan. Aku menerima dan tak menolak perjanjian ini.” Siapa yang bisa menolak pesona Dimitrei Uvarov— putra angkat dari seorang mafia kawakan yang cukup terkenal di dunia bawah. Namun, alih-alih melanjutkan usaha sang ayah angkat, Dom Petrov, yang terbilang sangat sukses, Dimitrei justru membangun dinasti kejayaannya sendiri meskipun semua modal dibiayai oleh ayah angkatnya. Melihat kehidupan sang ayah angkat yang selalu ditinggalkan wanita dan tak pernah mendapatkan cinta sejati, membuat Dimitrei tak berniat untuk menikah karena baginya itu adalah hal yang sia-sia. Namun, berbeda dengan Dom yang menginginkan Dimitrei membangun rumah tangga dengan wanita yang tepat. Kondisi kesehatan Dom yang memburuk membuat Dimitrei akhirnya menyetujui perintah Dom untuk menjalin hubungan dengan wanita yang akan diseleksi langsung oleh Dom. Dan pilihan itu jatuh pada pegawai culunnya yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata yaitu Thalia Brown.
Follow ig : zarin.violetta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telepon Dari Dom
Dimitrei masih enggan melepaskan rengkuhannya di pinggang ramping Thalia saat dering ponselnya tak kunjung berhenti.
Dia baru saja merasakan telah menemukan kedamaian dalam pelukan Thalia, dan rasanya seperti dunia luar tidak boleh mengganggu momen ini.
Namun, dering ponsel yang tak kunjung mati membuatnya mengerutkan kening, akhirnya menyerah dan melepaskan rengkuhannya dari pinggang Thalia.
Wanita itu mendesah pelan, seperti merasa lega karena jantungnya mulai berdebar normal lagi, dan Thalia tersenyum samar padanya.
Dimitrei, lalu mengambil ponselnya dari dalam jas nya. Dengan satu tangan masih menggenggam erat tangan Thalia, dia menjawab panggilan tersebut.
"Ya, halo?" Dimitrei melangkah kembali menyusuri lobi menuju arah mobilnya yang terparkir di sana.
Suara di ujung sana terdengar tegas, penuh wibawa, dan terdengar tenang seperti biasanya. Itu adalah suara ayah angkatnya, Dom.
"Dimi, kau harus ke Rusia besok pagi," kata Dom tanpa basa-basi. "Aku tak sabar ingin bertemu dengan Thalia."
Dimitrei terdiam sejenak, mencerna kata-kata itu. Dia menatap Thalia yang kini berjalan di sampingnya.
"Aku akan ke Rusia besok lusa. Ada apa, Uncle?" tanyanya.
"Aku hanya ingin kalian secepatnya kemari. Pastikan Thalia ikut bersamamu. Penerbangan kalian sudah diatur, kalian berangkat besok pagi. Jangan terlambat."
Panggilan itu berakhir begitu saja, tanpa memberinya kesempatan untuk bertanya lebih lanjut.
Dimitrei meletakkan ponselnya kembali ke dalam saku jas-nya dan menghela napas panjang.
Dia memang tak pernah bisa menolak keinginan Dom, terlebih ini untuk kesehatan Dom yang semakin lama semakin menurun seiring bertambahnya usia.
"Apa yang terjadi?" tanya Thalia dengan pelan, tangannya juga menggenggam erat tangan Dimitrei. Kegelisahan terpancar dari matanya yang indah.
"Kita harus pergi ke Rusia besok pagi," jawab Dimitrei, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya dengan senyum kecil.
Thalia mengerutkan alisnya, tapi dia tak bertanya lebih lanjut. Dia menurut saja pada Dimitrei, dan itu memang tugasnya.
"Kita makan malam dulu," ucap Dimitrei sembari membukakan pintu untuk Thalia.
Meskipun Dimitrei selalu melakukan hal itu padanya, namun Thalia masih saja merasa tersanjung dibuatnya, sekalipun tindakan Dimitrei memang sesuai dengan perannya, yaitu nenjadi kekasih Thalia.
*
Makan malam berjalan dengan lancar seperti biasanya. Thalia bisa mengimbangi apa pun topik pembicaraan yang dilontarkan oleh Dimitrei.
Dan pria itu tampak semakin nyaman dengan keberadaan Thalia di sampingnya. Dimitrei bahkan ingin menjadikan Thalia tangan kanannya karena kepintaran dan loyalitas Thalia padanya.
Dua jam kemudian, mereka pun sudah tiba di mansion.
"Thalia, siapkan barangmu yang akan dibawa ke Rusia dan setelah itu taruh di depan pintu agar Supir bisa langsung membawanya ke bagasi mobil."
Thalia mengangguk. "Baiklah, aku akan menyiapkannya dengan segera."
"Setelah itu, pergilah ke kamarku. Bereskan beberapa pakaianku juga. Aku ingin tahu pilihanmu,"lanjut Dimitrei.
"Ya, baiklah." Thalia kemudian berbalik dan berjalan ke arah kamarnya.
Sembari berjalan, Thalia sedang berpikir baju apa yang disukai oleh Dimitrei. Dia mulai mengingat-ingat apa yang sering dipakai oleh Dimitrei selama ini.
*
Setengah jam kemudian, Thalia sudah meletakkan kopernya di depan pintu. Lalu wanita itu melangkah menuju kamar Dimitrei.
Langkahnya sedikit ragu karena sebelumnya dia tak pernah masuk ke dalam kamar Dimitrei meskipun sudah cukup lama tinggal di mansion yang sama.
TOK
TOK
TOK
Thalia mengetuk pintu perlahan, dan tak lama kemudian pintu itu terbuka. Namun, Dimitrei sedang tak memakai bajunya dan hanya memakai handuk saja.
Pria itu tampaknya baru saja mandi karena tubuhnya dan rambutnya masih sedikit basah. Jantung Thalia berdebar kencang karena melihat pemandangan yang cukup menggoda itu.
"Masuklah." Dimitrei membuka lebar pintunya dan dengan sedikit ragu—Thalia melangkah masuk, melewati Dimitrei yang masih berdiri di ambang pintu.
Wangi maskulin dari tubuh Dimitrei membuat darah Thalia berdesir. Napasnya sedikit memendek akibat hal itu.
Ntar malam pertama dalih hanya kontrak pula,??hemmm