Adinda Khairunnisa gadis cantik yang ceria, yang tinggal hanya berdua dengan sang ayah, saat melahirkan Adinda sang bunda pendarahan hebat, dan tidak mampu bertahan, dia kembali kepada sang khaliq, tanpa bisa melihat putri cantiknya.
Semenjak Bundanya tiada, Adinda di besarkan seorang diri oleh sang ayah, ayahnya tidak ingin lagi menikah, katanya hanya ingin berkumpul di alam sana bersama bundanya nanti.
Saat ulang tahun Adinda yang ke 17th dan bertepatan dengan kelulusan Adinda, ayahnya ikut menyusul sang bunda, membuat dunia Adinda hancur saat itu juga.
Yang makin membuat Adinda hancur, sahabat yang sangat dia sayangi dari kecil tega menikung Adinda dari belakang, dia berselingkuh dengan kekasih Adinda.
Sejak saat itu Adinda menjadi gadis yang pendiam dan tidak terlalu percaya sama orang.
Bagaimana kisahnya, yukkk.. baca kisah selanjutnya, jangan lupa kasih like komen dan vote ya, klau kasih bintang jangan satu dua ya, kasih bintang lima, biar ratingnya bagus😁🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon devi oktavia_10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Gini Din. Kedatangan om ke sini, bersama bos om, dan juga bos ayah mu, ada yang ingin di sampaikan oleh bos papamu, sama kamu." ujar teman kantor ayahnya.
Dinda hanya diam menyimak apa yang di ucapakan oleh teman ayahnya itu, dia melirik kepada bos ayahnya.
"Saya sebagai bos, Pak Antoni, mengucapkan turut berbela sungkawa, atas meninggalnya pak Antoni, dia adalah karyawan terbaik saya, dia juga orang jujur dan amanah."
"Sebagai balas budi saya, saya memberikan santunan untuk keluarga yang di tinggalkan, ya itu kamu, dan saya juga akan membiaya kuliah kamu sampai tamat, terimalah ATM ini, di dalam sini ada uang sebesar dua ratus juta, dan setiap bulan akan bertambah sebesar dua juta rupiah." ucap bos mendingan pak Anton.
Adinda sampai meneteskan air mata menerima kartu ATM, dia tidak menyangka akan mendapatkan banyak santunan, sebelumnya, pak Andi juga datang memberi tahu klau di dalam usaha warung seafoodnya juga ada bagian ayahnya.
"Apa tidak apa apa ini pak, klau Dinda ambil, dan nanti akan menjadi masalah bagi Dinda di kemudian hari." ujar Dinda tampak berfikir.
"Tidak akan ada masalah Dinda, saya jamin itu, ini semua sudah saya persiapkan untuk Kamu, karena ayah mu, adalah orang yang selalu menolong saya, dia saat usaha saya sempat pailit, hanya dia dan beberapa orang saja yang tidak meninggalkan saya, dia rela tidak saya gaji beberapa bulan, sampai usaha saya kembali maju, semua tidak luput dari ide ide dia, maka dari itu, tolong terima pemberian saya yang tidak seberapa ini." ucap Bos Pak Anton.
"Baiklah pak, saya menerimanya, asal bapak ikhlas." sahut Adinda.
Bos Pak Anton itu tersenyum senang, karena mau menerima apa yang dia berikan, dia sudah berjanji akan membantu Adinda.
"Dan. Ini ada sedikit dari teman teman kantor, saat kami kemari, kami tidak bisa menemui kami, karena hari ini saya akan ke sini, jadi teman teman menitipkan ini untuk kamu, tolong di terima ya nak." ujar teman pak Anton.
"Terimakasih Om." ujar Adinda.
"Klau gitu, kami pulang dulu ya, klau ada apa apa, jangan sungkan minta tolong sama saya." ujar bos pak Anton.
"Baik pak." sahut Adinda mengangguk, dan mengantarkan bos dan teman pak Anton ke teras rumahnya.
"Ya Allah, ayah. Perbuatan apa yang telah ayah lakukan di semasa hidup ayah, kenapa Dinda yang menuai hasilnya." isak Dinda memeluk pemberian bos dan teman ayahnya.
"Jadi orang kaya mendadak dong!" Goda Lisa, agar Adinda tidak bersedih.
"Hmm... Iya, jadi orang kaya seketika aku." kekeh Adinda.
"Gimana klau kita di kota nanti, kita buka usaha, biar duitnya ngak habis gitu aja, dan bisa menopang ekonomi kita di sana, sampai tamat sekolah." ujar Adinda mengeluarkan idenya.
"Boleh juga, tapi mau usaha apa?" tanya Lusi.
"Nanti kita lihat, bagusnya usaha apa, nanti kita sewa ruko aja, biar bisa tinggal dan tempat usaha sekalian di sana." sahut Adinda.
Lusi hanya ikut mengangguk, dia akan mendukung apa pun yang di rencanakan oleh Adinda.
"Kapan kita melihat lihat kampus baru kita Din?" tanya Lusi.
"Setelah pernikahan mama kamu." sahut Adinda.
"Huufff....."
Lusi hanya menghembuskan nafas berat, memikirkan nasibnya, punya orang tua, tapi berasa yatim piatu.
"Sabar Lus. Kan ada aku, jadi ngak usah sedih, kita akan tetap bersama sama." Adinda memeluk Lusi.
"Untung aku masih punya kamu Din, klau ngak, aku ngak tau gimana aku menjalani hidup, dan sekarang aja aku numpang hidup sama kamu, sudah telat seminggu aku belum di kirimin uang sama mereka, untung aku punya hobi nulis di novel berbayar, tiap bulan bisa dapat uang, klau ngak gimana nasib aku, ngak jadi aku kuliah kali." sendu Lusi.
"Tenang, aku sudah jadi orang kaya sekarang, jadi kamu ngak usah khawatir." sombong Dinda menepuk dada, bukan maksudnya untuk menyombong, dia hanya tidak ingin Lusi bersedih.
"Ck, sombong, mentang mentang banyak uang." cibik Lusi, namun tetap terkekeh.
"Ngomong ngomong, ini rumah bakal gimana nasibnya, klau kita kuliah jauh?" tanya Lusi.
"Paling aku minta si ibu untuk bersih bersih seminggu dua kali, klau di kontrakin aku ngak mau lah, sayang sama kenangan di sini." ujar Adinda.
"Tadi juga orang suruhan ayah, yang ngelolah perekebunan sama peternakan ayah juga telpon aku, kapan kesana katanya." ujar Adinda.
Pak Anton memang mempunyai kebun yang lumayan luas di kampung itu, di tanam cabe dan sayur sayuran, bahkan pak Anton juga mempunyai kebun jeruk dan durian dan mempunyai peternakan ayam petelor, di kelola oleh orang kepercayaan pak Antoni.
Setelah Pak Anton meninggal. Adinda baru tau kalu ayahnya mempunyai banyak usaha, selama ini Adinda tidak tau sama sekali akan usaha sang ayah, kini setelah ayahnya meninggal, semua turun ke tangan Adinda.
"Gimana, klau besok kita kesana." usul Lusi.
"Ide bagus." sahut Adinda.
"Ya sudah yuk, kita istirahat." ajak Lusi.
Pagi hari, seperti biasa Adinda bangun dan membuat sarapan untuk mereka berdua, namun belum selesai di membaut sarapan, sudah ada orang yang teriak teriak di depan rumahnya.
"Dinda....! Adinda.... Keluar kamu!!" teriak seseorang dari depan rumah Adinda.
"Astaga, siapa sih, pagi pagi sudah bertamu, mana teriak teriak lagi." gerutu Adinda, berjalan ke arah depan.
Ceklek....
Pintu rumah Adinda terbuka dari dalam, dan keluarga Adinda dari dalam sana.
"Ada apa tante, pagi pagi sudah heboh." ucap Adinda mengerutkan dahinya, melihat mamanya Rizka berdiri dengan wajah marahnya.
"Ada apa apa, dasar kamu ya, yatim piatu ngak tau di untung!" pekik mama Rizka berkacak pinggang.
Deg....
Sakit hati Adinda mendengar makian dari mama Rizka itu, dia tidak tau kenapa mama Rizka itu marah marah sama dirinya.
"Saya memang yatim piatu tante! tapi ngak perlu tante hina juga, lagian wajar saya nanya sama tante, orang saya ngak tau kenapa pagi pagi sudah ngamuk ngamuk di rumah saya." sewot Adinda.
"Gara gara kamu, anak saya di jauhi sama Dion, kenapa sih kamu itu selalu bikin masalah sama Rizka, kamu iri ya sama Rizka, semua cowok yang suka sam Rizka kamu rebut, dasar gatel kamu itu tau ngak!" pekik mama Rizka.
"Ooo... Gara gara Dion!" sahut Adinda mengangguk angguk tanda mengerti.
"Iya! emang karena apa lagi! jauhi Dion, biarin anak saya yang pacaran sama Dion, karena kamu ngak pantes buat Dion." pekik mama Rizka.
"Asal tante tau ya. Dion itu pacar saya, dan anak tante tau itu, tapi anak tante yang berkedok sahabat selama ini sama saya, ternyata dia menusuk saya dari belakang, dia merebut pacar saya, diam diam di belakang saya mereka main gila, karena itu saya sudah putus sama Dion, lalu kenapa sekarang tante marah marah sama saya, apa kurang saya selama ini sama dia, apa pun yang saya punya selalu saya bagi sama dia, bahkan pakaian pun saya belikan untuk anak tante, saya sudah menganggap dia saudara saya, tapi kok dia tega sama saya, menusuk saya dari belakang!" ujar Adinda tidak mau kalah.
"Tapi! gara gara kamu putus, Dion tidak mau menemui Rizka, anak saya sampai sakit gara gara dia, lagian kamu kenapa egois banget sih, segala minta putus, kalian bisa kok berbagi kekasih." sahut mama Rizka tidak ngotak.
Adinda di buat terkekeh dengan ucapan mama Rizka itu, secara tidak lansung dia mendukung perbuatan anaknya itu.
"Mohon maaf ya tante, saya bukan wanita semurahan itu! yang mau berbagi pacar, saya tidak suka di duain, ambil saja Dion yang tukang selingkuh itu, saya sudah tidak mau sama dua." sarkas Adinda.
"Halah! belagu kamu, awas aja sampai Rizka jadian sama Dion, kamu jangan sampai nangis nangis minta balikan dan merebutnya kembali kepada kamu." sinis Mama Rizka.
"Ambil sana, saya ngak perduli!" sahut Adinda.
Bersambung....