Ketika Akbar tiba-tiba terbangun dalam tubuh Niko, ia dihadapkan pada tantangan besar untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan baru yang sama sekali berbeda. Meskipun bingung, Akbar melihat kesempatan untuk menjalani hidup yang lebih baik sambil berusaha mempertahankan identitasnya sendiri. Dalam prosesnya, ia berjuang meniru perilaku Niko dan memenuhi harapan keluarganya yang mendalam akan sosok Niko yang hilang.
Di sisi lain, keluarga Trioka Adiguna tidak ada yang tau kalau tubuh Niko sekarang bertukar dengan Akbar. Akbar, dalam upayanya untuk mengenal Niko lebih dalam, menemukan momen-momen nostalgia yang mengajarinya tentang kehidupan Niko, mengungkapkan sisi-sisi yang belum pernah ia ketahui.
Seiring berjalannya waktu, Akbar terjebak dalam konflik emosional. Ia merasakan kesedihan dan penyesalan karena mengambil tempat Niko, sambil berjuang dengan tanggung jawab untuk memenuhi ekspektasi keluarga. Dengan tekad untuk menghormati jiwa Niko yang hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Farhan Akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Princess Sonia and the Geng
Flashback: Sebelum Niko and The Genk Menuju Kantin
Saat Sonia dan gengnya sedang bercengkerama dengan ceria di ruang kantin VIP, tawa dan percakapan mereka menambah suasana hangat. Namun, perhatian Sonia tertuju pada Sofa Merah VIP yang kosong milik Niko. Kecemasan menggelayuti pikirannya, karena sudah lebih dari satu minggu Niko tidak masuk sekolah.
Di kantin VIP Room SPS, suasana terasa lebih eksklusif dengan aroma makanan yang menggugah selera. Di sudut ruangan, Sonia dan teman-temannya—Dinda dan Renata—duduk di sofa merah yang nyaman, dikelilingi oleh cahaya hangat yang menambah nuansa mewah.
Sonia, dengan penampilannya yang stylish, tampak percaya diri saat dia memulai percakapan. "Kalian dengar, Niko sudah masuk sekolah lagi?" katanya dengan nada antusias. "Aku dengar dia kembali dengan gaya yang berbeda."
Dinda, yang duduk di sebelahnya, menyesuaikan kacamatanya dan tersenyum. "Iya, aku juga dengar. Banyak yang bilang dia berubah, lebih misterius. Kira-kira ada apa ya?"
Renata, dengan rambut keritingnya yang berkilau, ikut bergabung. "Aku pernah lihat dia beberapa kali. Dia terlihat lebih... serius. Sepertinya ada yang berbeda tentang dia."
Sonia mengangguk setuju. "Entah kenapa, aku merasa dia akan membawa banyak perubahan ke sekolah. Mungkin dia bisa mempengaruhi geng-geng lain juga."
Dinda tertawa, "Ya, kita tahu dia bukan orang yang bisa diremehkan. Tapi, aku penasaran, apa yang sebenarnya terjadi padanya? Kenapa dia tiba-tiba kembali setelah lama menghilang?"
Renata menambahkan, "Mungkin kita harus mencari tahu lebih banyak tentang dia. Aku rasa banyak yang ingin tahu apa yang membuat Niko kembali ke sekolah."
Sonia tersenyum dengan semangat, "Nah, kita bisa mulai dengan bertanya pada teman-teman kita. Siapa tahu ada yang lebih tahu tentang dia. Dan jika dia berani mendekati kita, kita bisa menjadikannya bagian dari geng kita!"
Ketiganya tertawa, menciptakan suasana hangat di sekitar sofa merah. Mereka tahu bahwa kedatangan Niko akan menjadi perbincangan utama di sekolah, dan mereka siap untuk menyelidiki misteri yang mengelilinginya.
Di dalam hati, Sonia merasa senang. Ah, aku senang banget dia bisa bersekolah lagi. Akhirnya, aku bisa melihat wajah tampannya! Senyum kecil tak bisa dia sembunyikan saat membayangkan Niko kembali memasuki sekolah.
Meskipun dia berusaha terdengar santai dan berbicara tentang perubahan yang mungkin terjadi, ada rasa semangat yang menggebu di dalam dirinya. Sonia selalu mengagumi Niko, tidak hanya karena penampilannya yang menawan, tetapi juga karena aura karismatik yang dimilikinya.
Ini pasti kesempatan untuk mengenal Niko lebih dekat, pikirnya. Dia bertekad untuk membuat kesan yang baik ketika mereka bertemu lagi. Di dalam pikirannya, dia membayangkan bagaimana reaksi Niko terhadapnya dan bagaimana mereka bisa berbincang santai.
Sonia merasakan getaran positif saat membayangkan khayalan itu. Dia tahu, dengan kedatangan Niko, ada banyak hal menarik yang akan terjadi di sekolah.
Di satu sudut ruang VIP yang lebih biasa, sekelompok siswi sedang berteriak histeris. Suara mereka menggema di antara dinding yang dipenuhi poster-poster kegiatan sekolah. "Kak Niko! Niko sudah ke sekolah!" teriak salah satu dari mereka, wajahnya penuh kegembiraan.
Mereka semua tampak antusias, mengobrol satu sama lain tentang kedatangan Niko. "Akhirnya dia kembali! Kalian tahu betapa banyak yang mengharapkan ini!" seru siswa lainnya, sambil melompat-lompat kegirangan.
Suasana di meja itu penuh dengan tawa dan sorakan, menciptakan suasana yang ceria. Beberapa dari mereka saling berbisik, membahas rumor dan spekulasi tentang Niko—apa yang mungkin telah dia lakukan selama waktu dia tidak ada, dan bagaimana dia akan memengaruhi dinamika sekolah sekarang.
Seorang siswi berkomentar, "Aku dengar dia berubah banyak. Pasti ada sesuatu yang menarik di balik kembalinya dia." Teman-temannya mengangguk setuju, masing-masing berusaha menciptakan gambaran tentang sosok Niko yang baru.
Semua orang tampak tidak sabar menunggu kesempatan untuk bertemu dengan Niko dan melihat bagaimana dia beradaptasi di lingkungan yang sudah mereka kenal. Keriuhan dan energi positif di antara mereka menciptakan atmosfer yang membuat semua orang merasa bersemangat akan perubahan yang akan datang.
...****************...
Di antara teriakan kegembiraan tentang Niko, sekelompok siswa di meja yang lebih biasa itu mulai bisik-bisik satu sama lain, membahas tentang Renata yang kini bergabung dengan geng Sonia. "Eh, kalian dengar? Renata sekarang ada di geng Sonia," salah satu dari mereka berkomentar dengan nada meremehkan.
"Apa Renata layak bersama dengan Nona Sonia?" tanya yang lain, mengernyitkan dahi. "Keluarganya kan hanya lawyer biasa. Mereka bukan dari kalangan elite seperti kita."
Beberapa dari mereka tertawa, menganggap Renata sebagai sosok yang tidak sebanding dengan geng yang lebih populer. "Sonia pasti cuma ingin menambah variasi. Tidak ada yang spesial dari Renata," kata salah satu siswa dengan nada sinis.
Obrolan tersebut semakin menyala saat mereka saling membagikan pendapat. "Kalau lihat dari penampilannya, mungkin dia bisa menarik perhatian, tapi dia tidak punya latar belakang yang sama," ucap yang lainnya, mencoba membenarkan anggapan mereka.
Sementara mereka terus membahas, suasana di meja itu penuh dengan keraguan dan skeptisisme. Mereka merasa geng Sonia seharusnya diisi oleh orang-orang yang lebih berpengaruh, dan tidak yakin Renata bisa memenuhi harapan itu.
Di meja Sonia, Renata tampak kesal setelah sedikit mendengar gosip yang beredar tentang dirinya. Wajahnya merona, dan dia menggigit bibirnya. "Brengsek! Aku rasanya ingin menampar mereka," gerutunya, jari-jarinya mengepal di atas meja.
Sonia yang melihat ekspresi Renata langsung berusaha menenangkan. "Tenang, Ren! Mereka tidak tahu apa-apa tentangmu. Kamu layak berada di sini, dan kita tahu itu," katanya sambil merangkul bahu Renata dengan lembut.
Dinda menambahkan, "Iya, jangan biarkan komentar mereka mempengaruhi kamu. Mereka hanya iri karena kamu bisa masuk ke geng kita. Yang penting adalah kita saling mendukung."
Renata menghela napas dalam-dalam, berusaha menenangkan diri. "Aku cuma nggak suka ketika orang meremehkan, terutama tentang keluargaku. Mereka tidak tahu usaha yang dilakukan keluargaku untuk sampai ke sini," ujarnya, suaranya mulai berkurang ketegangannya.
Sonia tersenyum, "Justru itu yang bikin kamu unik. Kamu membawa perspektif yang berbeda ke dalam geng ini. Jangan biarkan mereka menghentikan semangatmu."
Dengan dukungan teman-temannya, Renata mulai merasa lebih baik. Dia tahu bahwa Sonia dan Dinda ada di sisinya, dan itu memberinya kekuatan untuk terus maju meskipun ada gosip yang beredar.
Sonia menatap Renata dengan serius dan berkata, "Mereka hanya tahu menjilat. Mereka tidak punya keberanian untuk berhadapan dengan kenyataan. Semua yang mereka lakukan adalah meremehkan orang lain demi merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri."
Dinda mengangguk setuju. "Correct! Mereka tidak tahu betapa kerasnya kita semua bekerja untuk mencapai apa yang kita miliki. Kamu punya banyak hal yang bisa ditawarkan, Ren."
Renata tersenyum tipis, merasa didukung oleh kata-kata sahabatnya. "Aku tahu, tapi kadang-kadang rasanya menyakitkan ketika orang-orang menilai tanpa memahami."
Sonia menjawab dengan tegas, "Jangan biarkan mereka mengambil kebahagiaanmu. Kamu di sini karena kamu pantas, dan itu yang terpenting. Kita punya geng ini, dan kita saling mendukung."
Renata merasa bersemangat mendengar kata-kata Sonia. Dia tahu bahwa dengan dukungan teman-temannya, dia bisa menghadapi semua tantangan yang ada di depannya. "Oke, terima kasih, kalian. Aku akan berusaha untuk tidak mempedulikan mereka," ujarnya, bertekad untuk tetap kuat.
...****************...
Di meja seberang, sekelompok siswa masih membicarakan Renata dengan bisik-bisik. "Apa sih yang membuat Sonia mau menerima dia ke dalam gengnya? Keluarganya cuma lawyer biasa," salah satu dari mereka berkomentar dengan nada meremehkan.
"Serius, dia itu tidak ada apa-apanya. Siapa yang mau berteman dengan orang yang tidak punya latar belakang keren?" kata yang lain, disertai tawa kecil.
Mereka terus membicarakan Renata, merendahkan kemampuannya dan penampilannya. "Kamu tahu, dia mungkin hanya beruntung bisa ada di dekat Sonia. Tapi dia pasti akan terlihat bodoh di depan orang-orang," ujar salah satu siswa lainnya, tampak puas dengan pendapatnya.
Sementara itu, Sonia dan teman-temannya di meja VIP mendengar sedikit bisikan tersebut. Renata tampak kesal dan marah, memunculkan keinginan untuk membalas.
Namun, Sonia segera berusaha menenangkannya, mengatakan bahwa mereka tidak layak mendapat perhatian.
Sonia juga menambahkan, "Lagipula, you have your own beauty. Mulailah lebih mempercayai dirimu, Ren. Don’t let others’ opinions bring you down."
Renata tersenyum, merasakan kehangatan dari dukungan itu. "Thank you, Sonia. Sometimes it’s hard to see myself positively when there are so many negative voices around."
Dinda menepuk tangan Renata dengan semangat. "Kamu memang cantik dan punya personality yang luar biasa. That’s what makes you special! Ingat, yang penting adalah bagaimana kita melihat diri kita sendiri, bukan bagaimana orang lain menilai kita."
Dengan semangat baru, Renata mengangguk. "Aku akan berusaha untuk lebih percaya diri. Thank you for supporting me, kalian benar-benar teman yang hebat." Dia merasakan kekuatan dari kata-kata mereka, bertekad untuk melawan semua keraguan dan gosip yang beredar.
Tiba-tiba, perhatian sekelompok siswa itu teralihkan ketika mereka melihat Niko memasuki kantin, diiringi oleh Roni dan Vin. Mereka bergerak ke arah Ruang VIP dengan percaya diri, menambah aura ketertarikan di sekitar mereka.
"Wah, lihat! Itu Niko!" seru salah satu siswa, suaranya penuh kegembiraan. "Akhirnya dia kembali! Pasti banyak yang mau dibicarakan tentang dia."
Gosip tentang Renata sejenak terlupakan saat semua orang mulai berbisik dan mengamati Niko. "Kira-kira apa yang dia lakukan selama ini? Dia terlihat berbeda," ucap yang lain, penasaran.