Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Delapan
Ana mengangkat wajahnya dan melihat Chelsea berlari mendekati. Di belakang bocah itu ada Rakha dan Kevin. Gadis itu merentangkan tangannya agar sang bocah masuk dalam pelukannya. Saat ini dia memang butuh pelukan walau hanya dari anak kecil.
Tangis Ana pecah saat Chelsea telah berada dalam pelukannya. Membuat bocah itu ikut menangis.
"Mami bohong. Mami mau tinggalin aku'kan?" tanya Chelsea di sela tangisnya.
"Mami ada perlu, Sayang," jawab Ana di sela Isak tangisnya.
Tadi siang, sepulang sekolah, gadis cilik itu meminta bertemu Ana sesuai janji Oma dan papinya. Saat dibilang Ana tak ada di perusahaan karena pulang kampung dia tantrum dan tak mau makan. Hingga malam tak juga menyentuh nasi.
Akhirnya Mamanya Rakha, meminta sang putra mengantar cucunya bertemu Ana. Pria itu terpaksa mencari tahu alamatnya dari file di perusahaan. Jam sepuluh malam mereka berangkat.
Mama Rakha tak mengizinkan dia pergi menunggu pagi, takut cucunya sakit karena dari pagi belum mau makan. Akhirnya pria itu berangkat juga malam tadi.
Sampai di rumah kediaman Ana hanya ada seorang ibu-ibu saudaranya Bu Rida. Dia menunggu rumah sekalian menjaga Chika, anaknya Ayu. Dari dia alamat rumah sakit di dapat. Dari biodatanya, Rakha tahu jika ibu kandungnya Ana telah meninggal.
"Mami kenapa menangis?" tanya Chelsea.
Rakha dan Kevin telah tepat berada dihadapan gadis itu. Sehingga dia jadi tak konsentrasi mendengarkan pertanyaan bocah itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Rakha dengan suara datarnya.
Sedangkan Ayu dan Erik memandangi pria itu tanpa kedip. Apa lagi saat dia makin mendekat ke tempat Ana duduk.
"Ayah saya, Pak. Ayah meninggal," jawab Ana dengan terisak-isak.
Tanpa di duga, Rakha mendekati Ana dan membawa kepala wanita itu ke pelukannya. Mungkin karena membutuhkan sandaran Ana memeluk pinggang pria itu yang berdiri tepat di depannya. Kembali tangisnya pecah. Chelsea juga ikutan menangis dan memeluk gadis itu. Mereka bertiga saling berpelukan seperti satu keluarga bahagia.
Cukup lama Ana memeluk Rakha. Kevin, Erik dan Ayu berserta ibunya hanya bisa menatap. Dalam hati bertanya siapa orang-orang yang bersama gadis itu.
Setelah tersadar, Ana melepaskan pelukannya. Tapi Chelsea tetap memeluknya. Sepertinya takut di tinggalkan gadis itu.
Rakha lalu meminta Kevin untuk mengurus administrasi. Setelah itu dia memandangi ibu tiri Ana.
"Maaf, ada hubungan apa antara kamu dan putriku Ana?" tanya Ibu Rida dengan suara lembut. Sepertinya dia mengetahui jika Rakha bukan orang sembarangan dari penampilan pria itu.
"Mami Ana adalah mamiku," jawab Chelsea sebelum Rakha menjawab. Pria itu terpaksa hanya tersenyum sebagai jawaban pertanyaan wanita itu.
Apa lagi dia sempat mendengar dan mencari tahu jika wanita itu adalah ibu tirinya Ana. Namun, mungkin belum mengetahui bagaimana dia memperlakukan Ana.
"Kalian sudah menikah?" tanya Ibu Rida lagi. Sepertinya jiwa keponya meronta ingin mengetahui segalanya.
Ana yang sudah mulai bisa mengendalikan emosinya lalu berdiri dan memandangi Ibu Rida dengan mata tajam. Kata-kata wanita itu tadi terngiang di kepalanya.
"Kenapa Ibu ingin tau pribadiku. Selama ini Ibu tak pernah ingin tau apa pun mengenaiku. Aku mau makan atau pun tidak, tak pedulikan?" tanya Ana.
Rakha mendengar ucapan Ana dengan heran. Dia bisa menangkap ketidak harmonisan mereka berdua.
Ana lalu berjalan menuju kamar ICU. Ingin melihat jenazah ayahnya. Chelsea mengekor dari belakang.
"Mami, aku ikut," ucap Chelsea. Suara bocah itu membuat gadis itu tersadar. Dia lalu meminta izin pada perawat. Rakha, Chelsea dan Ana lalu masuk setelah perawat mengizinkan.
Ana berjalan perlahan mendekati jenazah ayahnya. Semua alat kesehatan telah di cabut dari tubuhnya. Kembali tangisannya pecah.
"Ayah, kini kau telah menyusul ibu. Sampaikan pada Ibu jika aku di sini baik-baik saja. Maafkan jika aku belum bisa jadi anak yang baik sesuai dengan keinginanmu. Maafkan aku karena datang terlambat," ucap Ana dengan terbata.
Chelsea yang melihat Ana menangis juga ikut terisak dalam gendongan papinya. Ana memeluk tubuh ayahnya.
Ana meraih tangan ayahnya yang sudah tak berdaya. Hatinya terasa hancur dan penuh kehilangan. Ia teringat saat-saat bahagia bersama sang ayah ketika mereka melakukan petualangan bersama, bermain bola, atau sekadar bercerita di bawah langit bintang saat dia masih kecil.
"Kenapa harus begini, Yah?" tanya Ana dengan suara lirih. "Kenapa harus tinggalkan aku begitu cepat? Belum sempat lagi kita menjalani banyak hal bersama."
Ana menitikkan air mata saat mengingat momen-momen indah yang mereka lewati bersama. Namun, ia juga merasa lega bahwa ayahnya kini telah berada dalam keadaan yang tenang dan bebas dari rasa sakit. Ayahnya selalu menjadi sosok pejuang yang tegar, dan meskipun rasa kehilangan menghantui hatinya, Ana tahu bahwa ayahnya telah menemukan ketenangan.
Ana merapikan rambut ayahnya yang tampak berantakan. Ia mengenang kehangatan kasih sayang yang selalu diberikan oleh sang ayah. Ketika ana masih kecil, ayahnya selalu mengajarkan moral dan nilai-nilai kehidupan yang penting baginya.
"Terima kasih, Ayah," ujar Ana. "Terima kasih atas segala pelajaran dan kasih sayang yang pernah kau berikan kepadaku. Aku akan selalu mengingatnya dan menjadikanmu sebagai inspirasi dalam hidupku."
"Selamat jalan, Ayah," ucap Ana dengan hati yang penuh haru. "Aku akan selalu mengingatmu dan menjaga kenangan indah kita bersama. Sampai jumpa di tempat yang lebih baik di sana. Sampaikan salam rinduku untuk Ibu, katakan padanya aku pasti kuat dan akan baik-baik saja."
Ana kembali menangis. Tubuhnya tampak terguncang. Kembali Rakha membawa kedalam pelukannya. Saat itu bertepatan dengan Ibu dan Ayu serta suaminya masuk. Mereka menatap tanpa kedip ke arah gadis itu.
"Ternyata pintar juga si Ana. Dia mencari duda anak satu. Mendekati anaknya agar sang Bapak bisa didapati," gumam Ayu dalam hatinya.
Ibu meraih tangan ayah yang satu dan menangisi kepergian suaminya. Berbeda dengan ibu, Ayu tampak tenang tanpa ada rasa sedih.
Rakha memeluk bahu Ana, membawa keluar ruangan. Ketiga orang itu kembali menatap Ana. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka.
Kevin sudah membayar semua administrasi, dan jenazah ayah Ana siap untuk di bawa pulang. Gadis itu merasa sedikit tenang karena ada yang membantu dan menemani menghadapi semua ini.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...