Erika gadis biasa yang harus bekerja keras untuk menyambung hidup karena dia menjadi tulang punggung keluarga.
Namun karena parasnya yang cantik membuat gadis seumurannya iri terhadapnya karena banyak pemuda desa yang ingin mendekatinya.
Hingga suatu hari Erika harus terjebak dalam situasi yang membuat dirinya harus terpaksa menikahi seorang pria asing yang tidak di kenalnya karena kecerobohannya sendiri dan di manfaatkan oleh orang yang tidak menyukainya.
Tara, nama pria itu yang bekerja di salah satu proyek perumahan di desa Erika.
Bagaimanakah kisah Erika dan Tata menjalani kehidupannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Astri Reisya Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Entah apa yang terjadi semalam karena saat aku bangun aku sudah ada di atas tempat tidur dengan tangan di pasang infus.
"Kak, kamu bangun! " ucap Alma saat melihat ku sadar.
Aku pun bangun dan melihat sekeliling. "Kakak istirahat dulu" ucap Alma sambil menyentuh bahu ku.
"Bang Tara sama Ayah gimana? " tanya ku pada Alma.
"Mereka" ucapnya terhenti dan aku langsung mencabut jarum infus yang terpasang di tangan ku.
"Kak jangan" larang Alma namun aku tak peduli, darah dari tanganku mengalir aku pun berjalan hendak keluar namun belum sempat aku membuka pintu tiba-tiba kepalaku pusing dan pandangan ku mulai buyar kemudian tubuhku ambruk lagi.
Lagi dan lagi saat aku bangun aku sudah berada di tempat tidur dan masih Alma yang menemaniku.
"Mama gimana? " tanya ku lirih saat melihat ke arah Alma.
"Mama baik-baik saja sekarang dia sedang temani ayah di ruangan nya" jawab Alma dengan suara pelan.
"Aku mau lihat ayah dan bang Tara" ucapku tidak meronta seperti tadi.
"Aku panggil dulu dokter" ucap Alma dan langsung keluar panggil dokter.
Aku pun di dorong Alma menuju ruangan bang Tara dan saat masuk di sana ada mbak Melda yang menemani bang Tara.
"Erika"
"Mbak gimana keadaan abang? " tanya ku sambil menatap bang Tara yang terbaring tak sadarkan diri.
"Dia sudah bebas dari masa kritis, tinggal nunggu dia sadar saja" jawab mbak Melda.
"Maafin aku mbak" lirih ku.
"Kenapa kamu harus minta maaf? " tanya mbak Melda.
"Abang kaya gini karena aku" jawab ku.
Mbak Melda memegang tangan ku dan berkata "Ini ke mau dia, jadi bukan salah kamu, dia melakukan ini karena melindungi wanita yang sangat dia cintai"dengan suara lembut.
Namun tiba-tiba suaminya mbak Melda masuk dan dia berkata " Kian berpesan pada ku, kamu jangan sampai bertemu Rusli sendirian karena itu akan bahaya".
Aku menatapnya kenapa suaminya mbak Melda bicara seperti itu.
"Saat kejadian Kian sempat menghubungiku minta bantuan dan dia minta menyampaikan itu jika sampai terjadi sesuatu" lanjutnya.
Aku pun kembali menatap bang Tara dan tak terasa air mataku keluar begitu saja.
"Kamu harus menjaga baik-baik kandungan kamu" ucap mbak Melda.
"Iya mbak" jawab ku lirih.
Aku pun pamit untuk melihat ayah karena Alma bilang ayah masih kritis dan dokter bilang kesempatan untuk selamat sangat kecil.
"Ma" panggil kau pada mama. Mama melirik ku dan aku menghampirinya dan mama memeluk ku.
"Ayah gimana? " tanyaku sambil melihat dimana ayah berbaring.
"Kesempatan untuk sembuh kecil Erika" jawab mama dengan suara serak mungkin dia menangis semalaman.
"Maafin Erika ma" ujar ku namun mama menggeleng kan kepala "ini bukan salah kamu, mungkin memang sudah jalannya ayah harus sepeti ini, dia seperti ini karena membela anaknya" ucap mama membuat aku semakin bersalah.
"Er.. Erika" panggil ayah dengan suara lemah.
"Ayah" ucap kami semua karena kaget melihat ayah sadar.
"Panggil dok Al" titah ku pada Alma.
"Gak usah, ayah ingin bicara sama kamu" ucap ayah dan aku pun mendekat.
"Tolong jaga mama, Bella, Alma dan anak-anaknya Bella" lirih ayah.
"Yah"
"Ayah minta sama kamu, sekolahkan Alma sampai tinggi biar dia bisa membantu mama dan kamu" ucap ayah dengan suara kecil dan lemah.
"Ayah jangan ngomong gitu"
"Ayah percaya sama kamu, dengan begini ayah bisa tenang untuk pergi" ucapnya membuat kami semua meneteskan air mata.
"Tara pria yang baik kamu harus nurut sama dia" lanjutnya.
Aku pun mengangguk dan ayah tersenyum "ayah sayang kalian" ucapnya lalu dia menutup matanya dan mama langsung menuntunnya membaca syahadat. Ayah pun langsung mengembuskan nafas terakhirnya di depan kami semua. Aku terdiam melihat ini semua Alma memeluk mama dan kak Bella dia menangis sambil memeluk ayah. Aku merasa ini semua hanya mimpi tapi ini kenyataan. Dokter menyuruh kami keluar karena dokter harus mengurus ayah.
"Kak" panggil Alma dan aku hanya melirik sekilas.
"Kakak gak apa-apa kan? " tanya nya.
Aku menggelengkan kepala namun Alma sepertinya tidak percaya dengan jawaban ku.
"Kakak istirahat yu, biar aku antar" ajaknya.
"Aku mau disini temani ayah" tolak ku.
"Tapi kondisi kakak gak baik" balas Alma.
Namun aku kekeh menolak untuk kembali ke kamar namun tiba-tiba bunda datang bersama ayah dan langsung memeluk ku.
"Yang sabar ya sayang" ucapnya.
Saat ini aku benar-benar merasa dunia ku runtuh karena harus kehilangan sosok ayah dan di tambah suami ku masih belum sadar dan aku benar-benar merasa bersalah dengan kejadian ini semua.
Akhirnya ayah di bawa pulang dan langsung di makamkan hari itu, namun aku tidak boleh ikut ke pemakamannya karena kondisi ku yang sedang hamil.
Setelah selesai pemakaman aku kembali ke rumah sakit untuk melihat kondisi bang Tara. Saat aku datang ternyata dia sudah sadar dan aku mendekatinya.
"Erika, maafin abang gak bisa melindungi ayah" ucapnya.
Ku tatap wajah pucat nya dan aku mencoba tersenyum namun bang Tara malah menarik ku dalam pelukannya.
"Menangis lah" titah nya dan aku langsung menangis di pelukannya dan aku merasa tenang saat bang Tara memeluk ku., aku merasa ada orang yang melindungiku.
"Aku sudah... " ucap seseorang.
Aku pun melepaskan pelukannya bang Tara dan melihat siapa orang yang datang ternyata suaminya mbak Melda.
"Kenapa bang? " tanya bang Tara.
"Urusan Rusli sudah beres, dia sudah di tangkap polisi dan dia tidak akan bisa keluar karena hukuman nya seumur hidup atas percobaan pembunuhan" jawab suaminya mbak Melda.
"Bagus bang, aku gak akan pernah ampuni orang seperti itu" ujar bang Tara.
"Aku kembali dulu" pamitnya dan langsung keluar.
"Aku akan melakukan apa saja buat kamu, agar kamu baik-baik saja" ucap bang Tara dan aku memeluknya.
Bang Tara pun sudah di perbolehkan pulang dan siang ini aku akan menjemputnya. Kami pun pulang dan semua orang rumah menyambut bang Tara dengan bahagia karena dia bisa kembali sehat walau kami harus kehilangan ayah.
"Ma, maafin Tara gak bisa jagain ayah" ucap bang Tara pada mama.
"Mama gak nyalahin kamu, mungkin mang sudah waktunya ayah pergi" jawab mama dengan tersenyum.
aku kagum sama mama dia bisa tegar menerima kepergian ayah.
"Mama senang dengan melihat kamu sehat kembali" lanjutnya.
Aku yang terharu langsung memeluk mama.
"Jangan cengeng mama tidak apa-apa. " ucap nya pada ku dan aku pun tersenyum.
"Ya sudah kamu masuk dan istirahat" ucapnya pada bang Tara.Kami pun langsung masuk kamar untuk istirahat.