NovelToon NovelToon
My Suspicious Neighbour

My Suspicious Neighbour

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Cintapertama / Mata-mata/Agen / Romansa / Trauma masa lalu
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Difar

Mbak Bian itu cantik.

Hampir setiap pagi aku disambut dengan senyum ramah saat akan menikmati secangkir kopi hangat di kafe miliknya.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku ingin membeli produk kecantikan terbaru, maka mbak Bian-lah yang selalu menjadi penasehatku.

Mbak Bian itu cantik.

Setiap saat aku butuh pembalut, maka aku cukup mengetuk pintu kamar kost tempat mbak Bian yang berada tepat di sampingku.

Ah, mbak Bian benar-benar cantik.

Tapi semua pemikiranku sirna saat suatu malam mbak Bian tiba-tiba mengetuk pintu kamarku. Dengan wajah memerah seperti orang mabuk dia berkata

"Menikahlah denganku Cha!"

Belum sempat aku bereaksi, mbak Bian tiba-tiba membuka bajunya, menunjukkan pemandangan yang sama sekali tak pernah kulihat.

Saat itu aku menyadari, bahwa mbak Bian tidaklah cantik, tapi.... ganteng??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Difar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13. Kejadian Semalam

"Cha... Oh Icha.. Kembarannya Raisa, adeknya Nia Ramadhani."

Suara mendayu Cancan memasuki gendang telingaku yang masih fokus mengamati spesimen dari mikroskop. Dengan kesal aku menggeser bangku, menjauhi Cancan dan kembali fokus dengan spesimen yang kuamati. Harusnya aku hari ini mengamati bagaimana bentuk bakteri penelitianku. Tapi pikiranku yang kacau sukses membuat penampakan bakteri berubah menjadi wujud Cancan dan mbak Bian dalam versi mini.

 

Cancan tak menghentikan aksinya, dia mulai menoel-noel lenganku sambil berkata penuh drama

"Lo kenapa sih Cha? Gue mana ngerti kalau elo nggak cerita langsung. Gue nggak tahu salah gue dimana sampe lo bersikap kayak gini.”

 

Suara tanpa dosa Cancan langsung membuatku menghentikan pengamatanku.

"Apa lo bilang? lo nggak tahu? Lo biasanya orang utang seratus perak aja ingat. Masak salah lo yang kemarin lo lakuin aja bisa lupa?"

Teriakku lebay dengan mata di belalakkan.

 

"Yah kalau hutang wajarlah gue ingat. Lo lupa hutang satu perakpun bisa ngehalangi lo masuk surga. Sebagai sahabat yang baik gue gamau dong lo gagal masuk surga, makanya gue ingatin. Tapi soal kemarin gue betul-betul nggak ingat Cha, suer disambar Iqbal Ramadhan deh!"

Ucap Cancan sambil mengacungkan tanda v dengan jarinya.

 

Aku mengerlingkan bola mata sebal, menghela nafas berat dan mulai mengamati kembali bakteri belahan jiwaku. Sebenarnya aku terlalu bingung untuk menjelaskan kepada Cancan apa alasan kemarahanku. Kalau aku bilang aku marah karena dia mengatakan sesuatu yang tak masuk akal kemarin, bukankah aku bakalan terlihat aneh? Memasukkan ke dalam hati ocehan abstrak Cancan sama saja menandakan bahwa aku terganggu dan percaya dengan ucapan Cancan. Seharusnya kalau aku tidak percaya, aku nggak bakalan menunjukkan sikap sekalut ini.

 

"Cha.."

Panggil Cancan lagi dengan suara melas.

 

"Cha.."

"Oh Cha.."

"Caci aku, maki aku, sakiti aku tapi jangan diam. Jangan diam, syalala"

Dia mulai menyenandungkan lagi dari band Tipe-X dengan suaranya yang false.

 

Akhirnya pertahananku roboh juga. Kupingku terlalu berharga untuk mendengar suara Cancan yang siap menyenandungkan lanjutan lagu. Aku mengangkat tanganku, mengarahkan telapak tangan ke wajah Cancan, memberikan gesture ‘stop’ agar dia tak melanjutkan nyanyiannya yang merusak alam sadar dan bawah sadarku.

 

"Udah, gue nggak marah kok."

Jawabku tanpa melihat Cancan.

 

"Eleh, bohong! Kalau nggak marah yang tadi apa dong? Drama aksi musikal?"

 

Aku memandang ke arah Cancan dengan alis berkerut

"Gue nggak marah sumpah. Hmm.. Marah sih, tapi ya gara-gara gue kesal lo makan ayam gue sampe tiga potong begitu"

Jawabku mengarang bebas.

 

Sebagai seorang sahabat yang baik tentu saja aku tak mungkin kesal hanya perkara seperti itu. Kalaupun aku kesal, maka aku akan memilih mengeksekusi kekesalanku di tempat. Mengajak Cancan adu jotos dan setelah itu melupakan kekesalanku dalam sekejap mata.

 

"Yah maaf Cha. Habisnya kasian ayamnya dianggurin, mubazir euy!"

Jawabnya sambil nyengir kelinci.

 

‘Mubazir apaan, yang ada lu memang demen!’

gerutuku di dalam hati. Aku lalu menyodorkan objek glass yang sudah mengantri di sisiku untuk diamati.

 

"Sebagai gantinya lo bantu gue pengamatan"

 

"Siap komandan!"

Seru Cancan sambil memberi hormat, membuatku lagi-lagi mengerlingkan bola mata melihat kelakuannya.

 

Suasana hening mulai tercipta di antara kami, aku dan Cancan hanya fokus dengan pengamatan kami masing-masing. Percayalah, mengamati bakteri ibarat mengamati sosok fucek boy yang sedang tebar pesona ke berbagai wanita. Terlalu abstrak! Wujudnya yang tak jelas mirip seperti janji para fucek boy. Sebenarnya pengamatan bisa lebih mudah jika menggunakan mikroskop yang sudah terhubung dengan komputer. Tapi sepertinya nasib tak berpihak kepadaku, komputernya malah rusak sehingga aku terpaksa menggunakan cara manual. Semenjak masuk jurusan Biologi, satu lagi keahlian yang kudapatkan, yaitu menjadi fotografer handal. Memotret spesimen dengan jelas dan detail menjadi kewajiban yang tak bisa aku abaikan. Kalau gini mah lama-lama aku bisa kerja sambilan jadi fotografer.

 

Setelah semua spesimen berhasil ku foto dan ku amati. Aku lalu melepaskan mataku dari mikroskop, merenggangkan tubuhku yang pegal, begitu pula mataku.

Cancan yang disebelahku juga sudah selesai dengan bagiannya.

"Udah kan Cha? Jangan merong-merong lagi yess!"

Ucapnya sambil menyerahkan hasil yang dia amati.

 

"Oke. Tengkyu."

 

Siska tiba-tiba muncul dan menarik bangku, lalu duduk di antara kami.

"Begini dong sistur, akur. Kan tenang hati gua ngeliatnya."

Ucap Siska sambil menepuk bahuku dan Cancan kuat-kuat.

 

"Pakek balok sekalian Sis."

Eluh Cancan sambil mengelus bahunya.

 

Begitupun denganku, aku mulai sibuk mengelus bahuku yang berdenyut. Kadang aku tak paham dengan Siska, selalu terlihat lembut dan cinta damai. Tapi justru dialah yang sering melakukan kekerasan dengan wajah penuh senyuman miliknya.

 

Siska hanya tertawa terkekeh melihat ekspresi kami. Dia lalu menyodorkan ponselku.

"Tadi mbak Bian nge chat nanya mau makan apa. Ya gue balas aja lo pengen pizza ukuran besar, lengkap dengan boba dan chicken drum stick."

Ucap Siska sambil mendikte daftar menu yang sudah dia kirim ke mbak Bian.

 

Aku hanya bisa menghela nafas berat, meratapi keberuntungan jelekku sampai bisa bersahabat dengan manusia-manusia nggak ada akhlak seperti mereka. Sebenarnya di antara sahabat-sahabatku, hanya Tia-lah yang normal dan waras. Apalagi Tia paling bisa mengontrol Cancan dan Siska dengan mulutnya yang tajam, setajam omongan netizen. Tapi Tia sudah lebih dahulu wisuda daripada kami bertiga, meninggalkanku yang harus merana menghadapi 2 sahabat absurdku ini.

 

Tak butuh waktu lama, kang ojol pembawa pesanan kami datang. Membuat Cancan dan Siska langsung berteriak kegirangan. Mau tak mau aku terpaksa bergabung bersama mereka, menikmati makanan pemberian mbak Bian yang selalu dengan teliti memesan apapun yang aku suka.

"Mbak Bian kayaknya hapal banget ya Cha sama kesukaan lo. Padahal belum lama kenal yekan. Lah, gue aja udah kenal lo dari jaman belum kenal skinker aja masih suka bingung kesukaan lo apa."

Celoteh Cancan, memulai kembali perkataan absurdnya.

 

Aku langsung menyikut perut Cancan hingga dia mengaduh. Kesal akutuh, kayaknya setiap ada makanan Cancan demen amat ngelancarkan serangan absurdnya agar pikiranku malah fokus ke ucapan.

 "Maaf Cha, maaf. Tapi gue cuma bicara fakta, bukan opini apalagi gosip."

Belanya, ngeles.

 

Siska tak menggubris aku dan Cancan, melahap santapan di depannya dengan perlahan namun pasti. Kalau aku dan Cancan terkesan grasak-grusuk dengan makanan maka Siska kebalikannya. Diam-diam sebagian pizza sudah masuk saja ke dalam perutnya.

 

"Yaudah deh ganti topik. Semalam gue marathon nonton drakor gara-gara nggak bisa tidur."

Cancan mulai mengubah pembicaraan, yang justru membuatku kembali teringat dengan kejadian yang kusaksikan semalam.

"Kalau gue mah kalau nggak bisa tidur dan nggak mood ngedrama biasanya gue bakalan nongkrong di depan kosan."

Timpal Siska. Tiba-tiba dia memandangku dan mulai bertanya.

"Lo nggak susah tidur juga, Cha?"

Aku menghentikan kunyahan di mulutku, lagi-lagi teringat tentang kejadian semalam.

"Lo kenapa Cha?"

Tanya Cancan yang sepertinya menyadari perubahan sikapku.

Aku memandang Siska dan Cancan secara bergantian, merasa bimbang apakah harus cerita atau tidak. Cancan lalu meraih tanganku, memberikan senyum menenangkan yang entah kenapa terasa aneh

"Cerita lah Cha, kita siap ngedengerin kok."

Ucapnya dengan suara bernada membujuk.

 

1
3d
iringan musik, thor🙏
emi_sunflower_skr
Kekuatan kata yang memukau, gratz author atas cerita hebat ini!
☯THAILY YANIRETH✿
Karakternya begitu kompleks, aku beneran merasa dekat sama tokoh-tokohnya.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!