Serka Davis mencintai adiknya, hal ini membuat sang mama meradang.
"Kamu tidak bisa mencintai Silvani, karena dia adikmu," cegah sang mama tidak suka.
"Kenapa tidak boleh, Ma? Silvani bukan adik kandungku?"
Serka Davis tidak bisa menolak gejolak, ketika rasa cinta itu begitu menggebu terhadap adiknya sendiri, Silvani yang baru saja lulus sekolah SMA.
Lalu kenapa, sang mama tidak mengijinkan Davis mencintai Silvana? Lantas anak siapa sebenarnya Silvana? Ikuti kisah Serka Davis bersama Silvani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Kakak Angkat
Davis sudah siap dengan seragam kantornya. Sebelum turun ke bawah untuk sarapan, ia membelokkan kakinya ke kamar Silva. Tanpa mengetuk, Davis sudah mendorong pintu itu lalu masuk.
Davis sudah melihat Silva duduk di depan meja rias, tapi masih berhanduk sedada.
"Cuppp."
Davis tiba-tiba mencium pipi Silva dengan dalam dan penuh perasaan.
"Ya ampun, Kakak. Kebiasaan masuk kamar tanpa mengetuk pintu." Silva protes lalu fokus kembali dengan skin care di wajahnya.
"Cantik banget kamu, Dek. Awas, jangan sampai kamu pacaran di luaran. Kakak tidak kasih ijin," ujarnya lagi muncul kembali posesifnya.
"Hampir bosan aku dengar Kakak bilang seperti itu. Aku juga tahu, aku ini mau fokus kuliah," sergah Silva seraya mengurai rambut panjangnya, lalu disisirnya.
Davis merebut sisir itu, lalu ia yang sisirkan rambut Silva yang panjang sepinggang. Harum sampo begitu menusuk masuk ke lubang hidung Davis, sehingga ia mendengusnya dengan penuh perasaan.
"Kakak. Sini, biar aku saja," pinta Silva seraya meraih sisir yang dipegang Davis. Davis memegangnya erat, sampai tubuh Silva menghadapnya, lalu dengan cepat Davis kembali mencium pipi Silva. Silva melotot, dia merasa kecolongan untuk yang kedua kalinya.
"Kakak, kenapa sih cium-cium terus, jangan begini dong?! Aku mau dandan dulu. Sana keluar, aku belum pakai daleman. Keluar," usirnya. Kali ini Davis mengalah dan membiarkan Silva berdandan di dalam kamarnya.
Setelah tubuh Davis berhasil keluar, tiba-tiba tangan Davis ditarik seseorang.
"Sini dulu." Ternyata Danis yang menarik tangan Davis. Davis bertanya-tanya kenapa Danis menarik tangannya.
"Ada apa Bang?" tanyanya tanpa dosa.
"Ada apa ada apa? Kalau kamu benar-benar mencintai Silva, jangan begitu caranya. Tadi itu sama saja kamu mau melecehkannya. Aku kurang setuju melihatnya. Kemarin sore kamu tindih-tindih tubuhnya, terus barusan kamu cium-cium pipinya dengan paksa. Apa itu bukan pelecehan namanya? Silva tidak akan suka apabila akhirnya dia tahu kalau dia bukan adik kandung kita, dia malah nanti ilfil dan menjauhimu," tegur Danis keras.
"Lalu aku harus bagaimana, Bang? Abang tidak merasakan deburan cinta dalam dada aku, jadi gampang saja kalau ngomong."
"Sudah aku bilang, jangan terlalu brutal kamu tunjukkan perasaanmu. Nanti Silva malah sebal dan kesal dengan sikapmu seperti itu. Alih-alih cinta, dia justru menjauhimu. Aku sarankan, cukup berikan perhatian. Tahan dulu deburan ombak cintanya, kamu paham tidak?"
Davis merenungi apa yang dikatakan kakaknya barusan. Dia memang begitu menggebu-gebu mencintai Silva, sehingga ia tidak bisa menyembunyikan lagi perasaan cintanya terhadap Silva.
"Yang harus kamu lakukan sekarang hanyalah berikan perhatian dan rasa cinta, bukan sikap-sikap mesum seperti tadi. Aku yakin setelah Silva merasakan perhatianmu berbeda, ia akan berpikir kalau kamu semakin hari semakin dewasa. Aku yakin Silva akan merindukan sosok yang dewasa dan perhatian. Setelah itu baru kamu ungkapkan perasaanmu dan jujur kalau dia bukanlah adik kandung kita," tutur Danis panjang lebar.
"Lalu setelah itu?" Davis penasaran dengan kelanjutannya.
"Kamu tinggal bicarakan semua dengan mama. Apabila mama menolak, kalian tinggal pastikan kalau cinta kalian sudah terbangun. Aku yakin, lama-kelamaan mama akan luluh dan merestui cinta kalian," lanjut Danis lagi.
"Teori sih gampang, Bang. Tapi prakteknya yang sulit," cebik Davis putus asa.
"Terserah mu saja. Mau pakai caraku ok, tapi kalau nggak pakaipun terserah. Kalau kamu punya cara sendiri, pakai saja caramu itu. Tapi ingat sekali lagi, jangan coba-coba lecehkan Silva, apalagi sampai menodainya. Mama dan Silva akan kecewa sama kamu," ujar Danis seraya menjauh meninggalkan Davis yang kini termenung.
"Menodainya? Enak saja, aku tidak sejahat itu kali Bang," dengusnya tidak setuju.
Tidak lama dari itu, Silva keluar dari kamarnya. Dia sudah rapi dengan dandanan seperti biasanya.
"Ayo, kita turun ke bawah untuk sarapan," ajak Davis seraya menarik lengan Silva. Silva terkejut, ternyata Davis sejak tadi menungguinya.
Mereka menuruni tangga bersama dengan lengan yang dipegang Davis. Beberapa langkah menuju meja makan, Davis melepaskan tangan Silva. Di meja makan sudah ada Mama Verli dan Papa Vero juga Danis.
"Ayo, cepatlah duduk. Kalian ini lama banget di atas. Mau sarapan juga lama ditungguin," dumel Mama Verli seraya meriah piring untui Davis maupun Silva. Danis hanya melirik sekilas saat sang mama ngomel.
Sarapan pagipun dimulai, sesekali diselingi obrolan ringan. Setelah sarapan, Davis dan Danis juga Silva berpamitan pada mama dan papanya.
"Dav, jangan lupa nanti jemput Silva," ucap Mama Verli mengingatkan.
"Siap, Ma. Dengan senang hati," girangnya seraya meraih jemari Silva lalu merematnya dan membawanya ke depan.
"Davis ...." panggilnya. Namun Mama Verli tidak melanjutkan kalimat yang sebenarnya masih mau diucapkan, sayangnya Papa Vero memberi kode supaya Mama Verli diam.
"Sudahlah, mereka berdua hanya saling remat tangan, bukankah itu sudah biasa mereka lakukan dan sering kita lihat? Mama jangan terlalu berlebihan, nanti kalau berlebihan, Papa takut mereka nekad," ucap Papa Vero menakuti Mama Verli.
Mama Verli dan Papa Vero mengantar kepergian ketiga anaknya setelah mereka berpamitan.
"Ayo naiklah. Biar kakak antar sampai depan kampus," suruh Davis seraya memasang helm di kepala Silva.
"Aku duluan," ujar Danis seraya membunyikan klakson satu kali pada Davis.
Davis melambaikan tangan pada sang kakak yang mulai melajukan mobilnya.
Setelah siap dan Silva naik motor, Davis segera memacu motornya menuju kampus ULD.
Sepanjang jalan, Davis meremat jemari Silva yang berpegangan di pinggangnya. Padahal Silva ingin melepaskannya karena merasa risih.
"Nanti, sepulang dari kampus, kakak mau bicara serius sama kamu," ucapnya lembut seraya menoleh ke belakang menatap Silva.
"Dari waktu itu Kakak mau bicara, tapi tidak juga. Memangnya mau bicara apa? Bukankah di rumah di sini, Kakak sudah bicara sama aku," tukas Silva heran.
"Pokoknya nanti siang kakak akan bicara. Kamu tungguin saja. Kamu siapkan mental saja saat mendengarnya," ujar Davis.
Tidak terasa motor Davis sudah tiba di depan kampus ULD. Silva menuruni motor Davis.
"Dek, hati-hati, ya. Belajar yang benar. Jangan lupa pesan kakak, jangan dekat-dekat sama lelaki lain," ujar Davis kembali memperingatkan. Silva hanya mengangguk lalu membalikkan badannya. Davis baru pergi setelah Silva benar-benar masuk ke dalam lingkungan kampus.
Baru tiba di depan pintu kelas, Silva sudah diberondong pertanyaan dan pernyataan dari teman-teman barunya.
"Wahhh, pacar kamu ternyata seorang anggota TNI, tampan lagi," seru salah satu teman Silva. Belum juga Silva menyangkal, yang lain ikut bicara dan menuding sama bahwa Davis adalah pacar Silva.
"Kalian diam dulu, yang barusan itu bukan pacar aku, tapi kakak aku," sangkalnya.
"Alahhh bohong, kakak. Kakak angkat maksudnya, kakak yang sewaktu-waktu bisa mengangkat kamu, ha ha ha," seru mereka diakhiri tawa.
gak suka banget aku liatnya...
klo menurut ku ini gak cinta sih,nafsu namanya...agak lain gaya pacaran nya...klo cinta itu pasti dijaga,orang pacaran sehat aja gak mau tiap sebentar cap cip cup...
Bika Ambon dan lapis legit 👍👍👍👍
kk adek kandung mana ada begituan klo udah besar...aku aja dilarang masuk kamar Abg ku 😅😅😅