"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tertangkap
Sambil terus berteriak, Ageng berlari menghindari kejaran Edwin alias Suzy. Dia terus berlari menuju jalan besar. Berharap ada yang mau menolongnya lepas dari arwah Edwin yang gentayangan. Saat hampir keluar dari gang, karena tidak berhati-hati, kaki Ageng tersandung batu. Pria itu jatuh terjerembab. Kepalanya membentur tanah di bawahnya dan pria itu jatuh pingsan.
"Yah.. dia pingsan. Padahal dikit lagi sampe ke dekat lokasi yang ada cctv nya," kesal Suzy.
Jin wanita itu mendengar ada suara yang mendekat, dia pun segera menghilang. Dua pemuda yang sedang berjalan terkejut melihat Ageng yang terbaring di tanah dengan posisi menelungkup. Mereka segera memeriksa keadaan Ageng. Tahu pria itu hanya pingsan saja, mereka pun memutuskan membawa Ageng ke warung nasi yang tidak jauh dari sana.
Pelan-pelan kesadaran Ageng mulai kembali ketika hidungnya mencium aroma therapy. Pemilik warung mengoleskan minyak kayu putih ke dekat hidung Ageng. Mata Ageng mulai terbuka. Pandanganya langsung tertuju pada orang-orang di sekitarnya.
"Bapak baik-baik saja?" tanya pemuda yang tadi menolong Ageng.
"Saya di mana?"
"Bapak di warung makan. Tadi saya temuin Bapak pingsan di jalan gang sebelah."
Ageng mencoba mengingat peristiwa sebelum dirinya jatuh pingsan. Wajah pria itu memucat ketika mengingat kalau tadi sosok Edwin mengejarnya. Takut-takut dia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Berharap Edwin tidak mengikutinya lagi. Pria itu menghembuskan nafas lega saat tahu Edwin tidak mengikutinya lagi.
"Sa.. saya lapar, Bu," ujar Ageng pada pemilik warung.
"Sebentar saya ambilkan makanan."
Tahu keadaan Ageng sudah baik-baik saja, orang-orang yang sedari tadi mengerumuninya segera membubarkan diri. Pemilik warung datang dengan membawakan sepiring makanan dan teh manis hangat. Dengan lahap Ageng menikmati makanannya. Sejak pagi perutnya memang belum terisi apa pun. Uang di kantongnya pun mulai menipis, karenanya pria itu berhemat. Hanya makan satu kali sehari.
"Makannya pelan-pelan Pak," pemilik warung mengingatkan.
Ageng hanya menganggukkan kepalanya. Pria itu meneruskan makannya. Tak butuh waktu lama, nasi beserta lauk di piringnya sudah berpindah ke perutnya. Ageng meneguk habis teh manis yang dibuatkan untuknya. Dia lalu melihat pada pemilik warung.
"Berapa semuanya, Bu?"
"Ngga usah bayar, gratis. Kamu sepertinya pingsan karena kelaparan."
"Terima kasih, Bu."
Selesai mengisi perutnya, Ageng keluar dari warung nasi tersebut. Dia masih bingung kemana harus pergi. Dia takut kembali ke rumah menggunakan jalan yang tadi. Takut bertemu lagi dengan Edwin. Sebenarnya ada jalan lain menuju kontrakannya, tapi agak jauh dan melewati jalan besar. Pastinya di sana terdapat banyak toko yang memasang cctv.
Demi keselamatannya, Ageng memutuskan pulang menggunakan jalan yang tadi. Pria itu berjalan pelan keluar meninggalkan tempat makan. Ketika hendak berbelok, langkahnya tertahan melihat sosok Edwin berdiri tepat di depan gang. Melihat itu, Ageng membatalkan niatnya. Dia berjalan lurus, mau tidak mau pria itu harus melalui jalan besar.
Sebisa mungkin Ageng menghindari spot yang terkena sorotan kamera cctv. Namun tak semudah itu dia melakukannya. Di saat Ageng hendak menghindari cctv, Suzy selalu muncul. Alhasil pria itu memilih menghindar hingga tanpa sadar mengambil arah yang terdapat banyak cctv.
Suzy melihat sebuah tempat makan yang di depannya dengan jelas terlihat ada kamera cctv terpasang di bagian atas bangunan. Suzy sengaja menampakkan diri, menggiring Ageng berjalan menuju tempat makan tersebut. Beberapa kali Suzy menampakkan diri, membuat Ageng kebingungan. Wajah Ageng tertangkap jelas di cctv tempat makan tersebut.
Sambil menyeka keringatnya, Ageng berjalan meninggalkan tempat makan tersebut. Sekarang dia sudah berada di perempatan jalan. Tepat di dekat tiang rambu lalu lintas, terdapat kamera cctv yang dengan jelas bisa menangkap wajahnya. Ageng yang sedang ketakutan tak menyadari kalau dirinya sudah terekam kamera cctv.
Pria itu berlari menuju gang kecil yang ada di sisi kiri jalan. Dengan memakai penampakan Edwin, Suzy terus mengejar. Langkah Ageng semakin cepat hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang yang berjalan berlainan arah dengannya. Ageng jatuh terduduk setelah bertabrakan dengan pria di hadapannya. Pria itu bersorban itu segera menarik tangan Ageng. Di saat bersamaan Suzy menghilang.
"Bapak tidak apa-apa?"
"Ti.. tidak."
Takut-takut Ageng melihat ke belakang. Pria itu menghembuskan nafas lega ketika sosok Edwin tidak mengikutinya lagi. Bergegas pria itu berjalan menuju kontrakannya.
***
"Kita sudah menemukan Ageng!" seru Jaya. Pria itu baru saja mendapatkan kabar tentang keberadaan Ageng.
"Di mana?"
"Di Jatinangor, tepatnya di desa Jatimukti."
"Segera meluncur ke sana dan hubungi Polsek Jatinangor, minta mereka membantu menangkap Ageng."
"Siap, Pak."
Jaya, Nusa dan Ikhsan bergegas keluar dari kantor. Dengan menggunakan kendaraan dinas, ketiganya segera meluncur ke Jatinangor. Sementara Aditya dan Tristan, sejak pagi sudah berada di Polsek Sukajadi untuk membantu penyelidikan pembunuhan mayat wanita tanpa lengan dan Lastri.
Satu jam kemudian, Jaya bersama dua rekannya sudah sampai di Jatinangor. Hari sudah mulai gelap ketika mereka sampai. Bersama petugas dari Polsek Jatinangor, ketiganya menuju lokasi di mana Ageng terlihat. Suzy yang sudah diberitahu Aditya soal rencana penangkapan Ageng, meminta jin wanita itu untuk membantu rekannya.
Ageng berjalan mondar-mandir di kontrakannya. Tadi saat membeli makan siang, pria itu melihat beberapa polisi yang berkeliling mencari keberadaannya. Pria itu tidak berani keluar dari kontrakannya. Dia memilih bertahan di sana daripada harus tertangkap polisi. Suzy sudah tiba di kontrakan Ageng. Dia harus membuat Ageng keluar dari kontrakan. Jika tidak maka akan sulit bagi polisi menangkapnya. Semakin lama Ageng tertangkap, maka semakin lama juga dia berpisah dari Tristan.
Suzy segera mengubah wujudnya menjadi wujud Edwin. Jin wanita itu sengaja berdiri di tempat yang gelap, tidak mau langsung mengejutkan Ageng. Beberapa kali Ageng melihat ke arah luar melalui jendela kamarnya. Seperti biasa, suasana di sekitar kontrakannya sepi. Pria itu menghembuskan nafas lega. Dia duduk di sudut kamar sambil bersandar ke dinding di belakangnya.
Tanpa sengaja matanya melihat ke sisi lain yang tidak tersorot lampu. Jantungnya serasa berhenti berdetak ketika melihat seperti ada sosok yang memperhatikannya. Pria itu mengucek matanya beberapa kali. Saat sedang menelisik, Suzy yang berwujud seperti Edwin bergerak keluar dari kegelapan.
"Aaaaaaaa!!!"
Terdengar teriakan kencang Ageng ketika kembali melihat sosok anak tirinya yang sudah meninggal di tangannya. Pria itu segera bangun dari duduknya lalu berlari keluar dari kontrakan. Dengan asal dia mengenakan sandalnya lalu lari terbirit-birit. Suzy tetap mengikutinya. Dia sengaja mengarahkan Ageng ke lokasi di mana Jaya berada.
Ageng berlari pontang-panting. Sesekali dia menoleh ke belakang, sosok Edwin terus mengikutinya. Dengan asal dia berlari untuk menghindari Edwin. Karena tidak fokus dengan jalan yang dilaluinya, pria itu tidak sadar kalau semakin mendekati Jaya yang sedang mencari keberadaannya.
"Tolooong!! Tolong!!"
Mendengar suara orang berteriak meminta tolong, Jaya segera mencari sumber suara. Tak jauh darinya nampak seorang tengah berlari. Kepalanya sesekali menoleh ke belakang, seperti tengah dikejar sesuatu, tapi tidak ada siapa-siapa di belakangnya. Takut akan kejaran Suzy, Ageng tersandung kakinya sendiri. Pria itu jatuh tepat di hadapan Jaya. Refleks pria itu segera membantu Ageng untuk bangun.
"Tolong saya, Pak. Saya dikejar hantu. Tolong.." mohon Ageng pada Jaya.
"Kamu.."
Menyadari kalau pria yang berada di depannya adalah Ageng, bukannya menolong, Jaya malah langsung melumpuhkan Ageng. Pria itu menarik tangan Ageng ke belakang lalu memakaikan borgol ke tangannya.
"Saudara Ageng, anda ditangkap atas pembunuhan Edwin. Anda memiliki hak untuk diam. Apapun yang kamu katakan dapat dan akan digunakan untuk melawanmu di pengadilan. Kamu memiliki hak bicara kepada penasehat hukum dan didampingi penasehat hukum saat interogasi. Kalau kamu tidak mampu untuk menyewa penasehat hukum, maka negara akan menyediakan nya untukmu," Jaya membacakan Hak Miranda pada Ageng.
Pria itu segera menghubungi kedua rekannya yang masih mencari keberadaan Ageng. Setelah itu, Jaya menyeret pergi Ageng. Dia akan menemui rekannya di tempat dia memarkirkan kendaraan. Melihat Ageng yang sudah tertangkap, Suzy merasa tugasnya sudah selesai. Jin wanita itu segera menghilang. Tak sabar rasanya untuk segera melihat vitaminnya, Iptu Tristan.
***
Sementara itu, di Polsek Sukajadi, Aditya dan Tristan belum menemukan titik terang akan pembunuh Lastri. Aang yang diminta mencari ketiga tersangka juga belum muncul. Jin bocil itu masih berusaha menemukan orang yang sudah menghabisi Lastri.
Pemantauan cctv di sekitar lokasi kejadian juga tidak membuahkan hasil. Tidak tertangkap orang mencurigakan di kamera pengawas yang terpasang di beberapa titik dan tempat. Aditya dan Tristan juga mendatangi keluarga korban wanita yang bernama Wina. Namun pihak keluarga juga tidak bisa memberikan banyak informasi. Wina tidak punya musuh. Dia hanya Ibu rumah tangga biasa yang jarang keluar rumah kecuali ada urusan penting. Ketika Wina menghilang, wanita itu hendak pergi ke mini market, membeli susu formula untuk anaknya. Dan sejak saat itu Wina tidak pernah kembali ke rumah. Dia ditemukan dua hari kemudian dalam keadaan tidak bernyawa dan sebelah tangannya hilang.
Bukan hanya Aditya dan Tristan yang merasa buntu, Roni juga merasa frustrasi dengan kasus yang ditanganinya. Selama ini di Polsek Sukajadi jarang terjadi kasus pembunuhan. Dan sekarang tiba-tiba ditemukan dua mayat yang diduga pembunuhnya adalah pelaku yang sama.
Aditya yang tengah meneliti bukti-bukti yang ditemukan dilapangkan, dikejutkan dengan bunyi ponselnya. Sebuah panggilan masuk ke benda pipih perseginya. Melihat nama sang pemanggil adalah Arsyad, pria itu keluar dari ruangan sebentar. Mencari tempat tenang untuk menjawab panggilan. Dia yakin kalau Arsyad sudah menemukan petunjuk.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
"Apa kamu dapat informasi soal pin itu?" tanya Aditya tanpa basa-basi.
"Logo yang terdapat pada pin memang logo perusahaan. Itu adalah sebuah perusahaan keamanan yang bernama Sentinel. Sentinel perusahaan keamanan yang besar dan sudah cukup lama berdiri. Kantor pusatnya berada di Moskow, tapi sudah memiliki beberapa kantor cabang di beberapa negara, salah satunya di Indonesia. Untuk kantor cabang Sentinel di Indonesia berada di Jakarta. Aku akan kirimkan alamat kantornya. Sentinel cabang Jakarta baru berdiri sekitar lima tahun lalu tapi sudah memiliki banyak klien penting. Banyak penjabat pemerintahan dan artis yang memakai jasa mereka. Pimpinan perusahaan saat ini adalah Ivan Balindra."
Informasi yang diberikan Arsyad begitu lengkap, dan itu sangat membantu Aditya dalam mencari kebenaran kasus yang ditanganinya.
"Oke, Ars. Thanks buat infonya. Kapan-kapan aku traktir makan."
"Oke.."
Panggilan segera berakhir. Aditya kembali ke ruangan. Dia hendak membagi informasi penting untuk rekan-rekannya. Di saat bersamaan, Roni baru saja menerima informasi tentang pin yang ditemukan oleh Aditya. Tim forensik sudah mengetahui darah siapa yang ada di pin tersebut.
"Aku ada informasi baru," ujar Aditya dan Roni bersamaan.