Hasta dan Jesan menjalin hubungan tanpa di ketahui kedua orang tua Hasta karena sang Mama yaitu Sarah tidak merestui hibungan mereka karena status social yang mana Jesan hanya anak yatim piatu. Akan tetapi, Hasta tetap bertahan sampai tiga tahun lamanya membuat Sarah curiga dan mencari tau keberadaan Jesan hingga Sarah melakukan kekerasan pada Jesan hanya untuk menyuruhnya menjauhi Hasta.
Sarah menjodohkan Hasta dan Anjani sampai mereka menikah, tetapi pernikahan Anjani seperti di neraka baginya karena selama lima tahun mereka menikah Hasta tidak pernah sekalipun membalas cinta Anjani dan memilih kembali bersama dengan Jesan yang selama lima tahun tidak bertemu dan akhirnya mereka dipertemukan lagi. Lalu Hasta memutuskan menikah dengan cinta pertamanya.
Bagaimana kah nasib pernikahan Anjani, apakah gadis itu menerima jika suatu saat dirinya mengetahui pernikahan kedua suaminya?
happy reading😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Nawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 ( Akhirnya kau milikku )
Seorang gadis sedang terbaring di atas brankar dengan keadaan yang sangat mengkhawatirkan. Setiap menit ia muntah akibat racun yang berada di dalam tubuhnya. Sesekali ia menatap ke arah kedua orang tuanya menanyakan hal yang sama tentang keadaan pria yang dicintainya.
Ceklek
Suara pintu terbuka memperlihatkan sesosok pria yang sudah lama ditunggu gadis itu sehingga senyuman manis terbit di sudut bibirnya,”Hasta, akhirnya kau datang. Lihatlah keadaan Anjani om sangat khawatir entah apa yang ia makan sampai mengalami keracunan,” khawatir Dipta.
“Tenanglah, putraku sudah berada di sini. Lebih baik kita keluar saja biarkan mereka bicara berdua saja,” ajak Adnan yang mana mendapat tatapan tajam putranya yang seperti tidak ingin ditinggalkan.
“Tolong dia. Papa percaya kau tidak akan setega itu padanya,” bisik Adnan melangkah pergi meninggalkan Hasta yang beralih menatap Anjani yang terbaring lemah di atas brankar.
Anjani mencoba bangkit, tetapi tubuhnya terbaring kembali karena ia benar-benar tidak punya tenaga. Terpaksa Hasta menghampiri gadis itu dan membantunya bersandar. Momen itu tidak disia-siakan Anjani ia langsung menggenggam tangan Hasta membuatnya sangat terkejut. Bukan karena genggaman sahabatnya itu melainkan tangannya yang terasa sangat dingin lalu perlahan Hasta mengangkat tangannya menempelkannya ke dahi gadis itu membuat rasa nyaman pada Anjani.
“Kau sengaja melakukan ini kan?” lirih Hasta menatap tajam pada Anjani.
“Maksudmu,” gumam Anjani.
Hasta melepaskan genggaman tangan Anjani, tetapi gadis itu malah mempererat genggamannya seolah ia tidak ingin Hasta beranjak dari duduknya. Hasta pun menarik sudut bibirnya tersenyum dipaksa lalu ia berkata,”Jangan berpura-pura di depan ku! Apa kau ingin mat! Konyol, hah!” ucap Hasta dengan penuh penekanan.
“Aku sudah mengenalmu sejak lama, kau sangat ambisius, dan …”
“Hahaha”
Terdengar suara tawa yang memekik telinga Hasta dan menatap tidak percaya pada Anjani dengan ia tertawa membuktikan kalau dugaannya benar jika ia sengaja meminum racun agar bisa mendapat perhatian Hasta.
“kau benar aku bukan keracunan semua kecurigaan, dugaan, dan tuduhan mu itu benar. Lebih baik kau menerima perjodohan ini. Kalau tidak aku akan berbuat lebih dari ini untuk menghilangkan nyawa ku sendiri,” ancam Anjani.
“Kau … rupanya sudah gila!” pekik Hasta seraya mencengkram kedua lengan Anjani, tetapi gadis itu hanya tersenyum dan merasa menang.
“Ya, aku gila karena mencintaimu!” balas Anjani.
“Itu bukan cinta tapi egosi. Kau sangat egois!” timpal Hasta.
“Aku tidak peduli! Lagipula aku dengar gadis yang pernah kau ceritakan padaku telah tiada bukan dalam sebuah kebakaran. Jadi, tunggu apalagi lebih baik kita menikah. Aku sudah meminta papa untuk mempercepat pernikahan kita,” ujar Anjani dengan penuh percaya diri.
“Anjani …!” teriak Hasta.
Mendengar kegaduhan di dalam kedua pria paru baya itu segera masuk ke dalam untuk memastikan apa yang terkadi,”Ada apa Anjani, kenapa kalian bertengkar?” tanya Dipta.
“Tidak ada apa-apa, pah. Hasta marah karena aku tidak menjaga kesehatan ku higga sampai keracunan,” bohong Anjani.
“Kau sangat khawatir ya pada Anjani, bagaimana Adnan sepertinya saran putriku sangat bagus agar kita mempercepat pernikahan mereka,” tanya Dipta pada Adnan yang malah menatap putranya yang seperti tertekan.
“Gimana, Hasta. Kau menerima perjodohan ini kan?” tanya Anjani.
Hasta menarik napasnya sangat dalam dan menghembuskannya perlahan ,”Baiklah, terserah om saja,” lirih Hasta.
Dipta sangat senang dan melangkah keluar ingin menemui sang istri yang sedang menebus obat untuk Anjani. Ia tidak sabar ingin mengabarkan kabar baik itu. Berbeda dengan Adnan yang merasa bingung kenapa Hasta akhirnya menerima perjodohan itu padahal ia tidak mencintai Anjani. Apa ia ingin melupakan kekasihnya merasa putus asa dan memutuskan untuk berhenti mencarinya? Entahlah Adnan tidak bisa bertanya karena Hasta pasti tidak akan bicara banyak tentang apa yang ia rasakan sekalipun ia adalah orang tuanya.
*
*
“Saya terima nikah dan kawinnya Anjani Rahma Sanjaya binti Dipta Sanjaya dengan mahar tersebut tunai,” dengan lantang Hasta mengucapkan ijab Qabul di sebuah gedung yang mana merupakan pesta pernikahannya dengan Anjani.
Kebahagiaan sangat terlihat di wajah mempelai wanita dan semua keluarga. Acara pun berjalan dengan lancar walaupun Hasta tidak menunjukkan wajah bahagia sedikit pun hanya sesekali tersenyum getir ketika berhadapan dengan para tamu, saudara dan para koleganya.
Dalam hati Hasta ia terus menerutuki dirinya sendiri. Hasta merasa bersalah dan merasa sudah mengkhianati Jesan, tetapi saat ini ia tidak punya pilihan lain selain pasrah menerima semua ketidak adilan dalam hidupnya. Sampai detik ini pun pria itu masih berharap kekasihnya masih hidup tanpa memperdulikan statusnya yang sudah menjadi suami dan milik wanita lain.
“Akhirnya kau milikku,” batin Anjani tersenyum senang.
Setelah acara pernikahan mereka berdua ke hotel. Anjani membayangkan malam pertama bersama Hasta yang merutnya akan menjadi sangat indah. Akan tetapi, semua hancur saat melihat Hasta tengah bersiap untuk pergi setelah Anjani membersihkan diri dan baru saja keluar kamar mandi.
“Sayang, kau mau kemana?” tanya Anjani melihat suaminya sedang memakai sepatu.
Hasta membisu dan acuh pada wanita yang kini menjadi istrinya, ia terus saja bersiap lalu ponselnya pun berdering,”Baiklah aku akan segera turun,” ucap Hasta lalu menutup teleponnya.
Hasta meraih tas nya setelah bersiap, tetapi Anjani menahan nya,”Aku sedang bicara padamu, Mas,” pekik Anjani merasa kesal karena merasa diabaikan.
“Jangan halangi aku. Bukankah keinginanmu sudah tercapai dengan menikah denganku walaupun begitu jangan harap aku akan menganggapmu sebagai istriku! Karena sampai kapan pun cintaku dan dihatiku hanya milik Jesan. Hanya dia kau paham!” teriak Hasta.
Untuk pertama kalinya Hasta meninggikan suaranya di depan Anjani. Padahal dulu jangankan membentaknya, ia tersakiti sedikit Hasta adalah orang pertama yang akan membelanya dan tidak akan pernah membiarkannya menjatuhkan air mata dengan alasan apapun, tetapi sekarang justru pria itulah yang membuat air mata Anjani luruh dan keluar begitu saja karena bentakkan yang ia terima dari suaminya sendiri.
“Tuan, anda mau ke mana malam-malam begini? Naik motor lagi. Bukankah harus nya malam ini …” ucapan Rama terhenti ketika Hasta mengangkat satu tangannya dan ia pun mengerti.
“Tidak perlu aku jelaskan kau pun sudah tau jawabannya. Aku menyuruhmu kesini membawa motor ku bukan untuk menanyakan hal yang sangat tidak penting itu. Pulanglah bawa mobilku,” ujar Hasta memberikan kunci mobilnya lalu ia pun menaiki motornya melajukan perlahan. Rama masih memperhatikan bosnya yang malang itu sampai ia benar-benar menghilang dari hadapannya.
“Kasian dia memang cinta tidak bisa dipaksakan dan dia harus mengalah demi kemauan keluarganya. Bagaimana ya jika Jesan masih hidup lalu dia tau kalau Tuan sudah menikah?” oceh Rama pada dirinya sendiri.
Suara motor pun terhenti di sebuah rumah kontrakan yang sedikit demi sedikit sudah diperbaiki oleh pemiliknya. Hasta duduk di sebuah kursi di dekat pohon biasa para penghuni berkumpul sembari menatap sendu ke arah rumah yang sudah berbeda bentuknya itu menjadi lebih minimalis.
Setelah beberapa menit ia mengeluarkan sesuatu dari saku Hoodie nya mengambil sebatang rokok dan menyalakan sebuah korek api yang membakar sebatang rokok yang sudah berada di mulutnya. Malam itu terasa sangat dingin, tetapi tidak untuk pria yang sedang menghembuskan asap rokok nya berkali-kali ke arah atas guna meredakan kegelisahan di hatinya serta rindu yang amat dalam untuk seorang gadis yang entah di mana keberadaannya.
“Sayang, maafkan aku … aku gak bermaksud mengkhianatimu. Percayalah jika aku akan tetap menjaga diri ini agar tidak disentuh siapapun kecuali kamu. Karena aku maunya kamu hanya kamu, hiks. Mengapa? Mengapa takdir jahat padaku, pada kita. Baru saja kita akan memulai kenapa harus berakhir dulu sebelum kita memulainya. Aku harus apa sekarang, Jesan. Harus apa … jujur aku sudah tidak sanggup tidak adanya kamu dihidupku. Aku harus bagaimana sekarang … bagaimana, Jesan. Aku harus mencarimu ke mana lagi.
“Tau kah kau betapa hancurnya hatiku saat ini. Tidak bisa mendengar suaramu, melihat wajahmu, memelukmu seperti saat kita bertemu, menatapmu wajah mu yang setiap saat aku rindukan tapi kini aku hanya bisa mengingat semua kenangan kita, hanya kenangan yang bisa mengobati rasa rinduku saat ini. Walaupun itu tidak akan pernah bisa menyembuhkan rasa sakit di hatiku karena kehilangan mu,”
Di sisi lain seorang gadis yang sedang duduk di kursi rodanya seraya menatap jendela besar yang menghadap ke arah jalan raya yang sangat indah dengan lampunya yang kerlap kerlip di kamar hotel berbintang.
“Kau belum tidur, hmm,” suara baritone mengangetkan sang gadis dan membuyarkan lamunannya.
Gadis itu menggelang dan seorang pria yang menyapanya kini berlutut dihadapan gadis itu seraya memberikan beberapa butir obat dan segelas air putih.
“Terimakasih,” ucap gadis itu.
Pria itu meletakkan gelas yang sudah kosong di atas meja kecil tepat di sampingnya. Lalu ia menggenggam tangan mungil milik sang gadis masih berlutut dihadapannya,”Bagaimana keputusanmu sekarang, hmm. Apa kau ingin kembali atau ikut bersama ku, Jesan?” tanya pria itu.
“Baiklah, aku akan ikut dengan mu, Tuan Andrew,” jawab Jesan.
“Good”
*
*
Bersambung.