NovelToon NovelToon
Surai Temukan Jalan Pulang

Surai Temukan Jalan Pulang

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sci-Fi / Fantasi Timur / Spiritual / Dokter Genius / Perperangan
Popularitas:182
Nilai: 5
Nama Author: Hana Indy

[Sampul digambar sendiri] Pengarang, penulis, penggambar : Hana Indy

Jika ada yang menganggap dunia itu penuh dengan surga maka, hanyalah mereka yang menikmatinya.
Jika ada yang menganggap dunia penuh dengan kebencian maka, mereka yang melakukannya.

Seseorang telah mengatakan kepada lelaki dengan keunikan, seorang yang memiliki mata rubah indah, Tian Cleodra Amarilis bahwa 'dunia kita berbeda, walau begitu kita sama'.

Kali ini surai perak seekor kuda tunggangnya akan terus memakan rumput dan berhagia terhadap orang terkasih, Coin Carello. Kisah yang akan membawa kesedihan bercampur suka dalam sebuah cerita singkat. Seseorang yang harus menemukan sebuah arti kebahagiaan sendiri. Bagaimana perjuangan seorang anak yang telah seseorang tinggalkan memaafkan semua perilaku ibundanya. Menuntut bahwa engkay hanyalah keluarga yang dia punya. Pada akhirnya harus berpisah dengan sang ibunda.

-Agar kita tidak saling menyakiti, Coin-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Indy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 Terbangun Matahari

...“Ketika cahaya terang menyilaukan mata, ada sepasang manik yang masih terpejam akan dunia indah menantinya. Enggan untuk melihat dunia dan enggan untuk menikmatinya.” – Surai....

Setiap manusia akan memiliki penyesalan. Percaya atau tidak, itu adalah benar. Seperti ketika ada seorang manusia yang memilih untuk tidak memikliki anak, tidak menikah, namun mereka semua memiliki persiapan.

Sama seperti lelaki yang mengacak rambutnya sebal.Senyumnya sudah enggan membalas kepada hangatnya matahari pagi. Idris sama sekali tidak menemukan Coin di mana dia berada. Sudah banyak pencarian, semalaman.

Sedikit menyesali keputusannya untuk kembali ke gudang. Andai saja jika dia menghentikan Coin disaat yang tepat, kehilangan arah tidak akan terjadi.

Tetapi, jika itu terjadi apa yang akan dia lakukan?

Idris masih menggenggam selembar kertas yang pernah dituliskan Coin sewaktu menjadi anak angkat Tuan Bon.

“Hidup terus berjalan.”

Idris berlari. Sepagi itu bertemu dengan Nona Paula yang masih memasak. Subuh juga belum selesai, pukul setengah tujuh ketika sibuknya panti tidak mau diganggu.

“Nona Paula,” panggil Idris ketika dia asyik bernyanyi.

“Iya Tuan Idris.”

“Tadi malam apakah kamu mendengar suatu keributan?” tanya Idris cepat.

Nona Paula sejenak mengingat. “Tidak Tuan. Saya hanya terlelap.”

Idris mengetuk jemarinya di ambang pintu. “Hm, bisakah aku menggunakan dapurnya sebentar?”

Permintaan yang cukup aneh dari tuannya walau begitu Tian Idris sangat dimanja oleh ayahnya. Begitu Nona Paula mematikan kompor dan mempersilakan.

“Hanya sebentar kok,” tenangkan Idris.

Setelah memastikan Nona Paula pergi. Dia buru-buru mengganti garam dan bumbu dapur dengan apa yang sudah dia beli sebelumnya dari pasar. Segera mengecek beras dan sesuatu apa pun yang memiliki bubuk.

“Susunya tidak tercium aneh,” lirihnya.

Idris kembali ke Nona Paula menunggu, setelah menyerahkan dapur dia berburu menuju ke dalam ruang makan. Mengecek apakah ada hal berbau yang menyengat. Parfum dalam ruangan juga sudah disemprotkan. Tiada ada yang aneh.

Menaiki tangga dan mengecek beberapa kamar masih dengan penghuni yang sama. Ada yang sudah terbangun dan menyapa Tuan Idris.

Yang dia tahu, Silvia juga menghilang. Padahal gadis itu mengaku terjatuh dari kamar ketika ditanya mengapa kakinya memar.

Mungkinkah sebelumnya sudah terjadi hal tidak diinginkan?

“Selamat pagi Tuan Idris.”

Idris melambaikan tangan kepada anak lelaki yang tidur disebelah Coin. “Hm, apakah kamu melihat Coin?”

Anak itu menoleh. Melihat kasurnya yang tidak rapi anak itu sudah menggunakannya. “Dia seharusnya ada di sini. Kemungkinan pergi tidur dengan yang lainnya.”

Jawaban yang sangat tidak masuk akal. Seakan anak itu mengetahui aktivitas Coin. Siapa sangka jika ada yang tidur berpindah semacam itu.

Idris menuruni tangga, mengambil telepon rumah dan menekan nomor telepon yang sudah dia hafal sepanjang dia bekerja sebagai dokter.

“Tuan Mallory, apakah kamu luang siang ini?”

“Ini masih pagi,” keluhnya dengan suara serak, seakan baru saja terbangun dari mimpi.

“Siapa yang akan mempercayai kamu baru bangun tidur. Kamu mengopi?”

“Tidak,” jawab Mallory. “Sudahlah katakan apa yang akan kamu lakukan nanti siang? Aku akan membantu.”

“Aku ingin pergi ke Agensi Surga.”

“Kebetulan aku juga akan ke sana.”

Hanya helaan nafas yang menjadi jawaban atas tertutupnya telepon itu.

...*...

Gedung sudah lama tidak pernah mereka lihat keindahannya dalam berita.  Biasanya ketika malam tiba, gerbang Agansi Surga akan dibuka selebar-lebarnya.

Disinilah dia orang sedang haus akan informasi berdiri tegak di depan gerbang Agensi Surga sembari melipat tangannya. Melihat arloji yang berada disaku kanannya. “Dua menit lagi,” lirihnya pada lelaki berada disamping dirinya.

“Hm,” jawab Idris.

Setelahnya gerbang dibuka. Seorang lelaki berperawakan sedikit lebih pendek dari Mallory menyambut mereka.

“Silakan masuk, Tuan-tuan.”

Idris memasuki agensi itu lebih dahulu. Sedangkan, Mallory berhenti dan memberikan kartu namanya. “Bisakah jika saya menyewa lebih?”

...*...

Ada senyuman dibalik indahnya malam, gelap juga sedikit temaram. Seseorang meremas foto lelaki bertubuh kekar dengan banyaknya lencana di dadanya. Rasa kesal memuncak ketika pertama kali lelaki itu menginjakkan kakinya digerbang Agensi Surga miliknya.

“Dia sudah datang, Tuan Demon.”

Yang dipanggil Tuan Demon tersenyum. “Sambutlah, dan aku akan membalasnya dendam masa lalu.”

...*...

Idris hanya melirik lelaki itu lalu berjalan masuk. Sudah dia lihat ada beberapa lelaki sebagai pelayan bar dan juga mereka yang masih menyalakan musik.

Lelaki dan wanita bartender masih berbincang lalu kembali dalam posisi kerja. “Silakan Tuan, apakah harimu menyenangkan?”

Idris menunjukkan lencana emas yang dia keluarkan dari sakunya. Wanita itu nampak sangat terkejut. Dengan penampilan biasa Idris sempat Idris melihat tatapan sinis dilayangkan kepada dirinya. “Apakah ini asli?”

“Silakan dicek saja.”

“Asli,” lirih wanita wanita sempat dia lihat wanita itu melihat dari ujung atas sampai ke bawah penampilan Idris. Memakai jas berwarna cream cerah, dengan bunga mawar di dadanya, pin rusa, dan juga anting.

“Apakah kamu berasal dari kalangan bangsawan?”

“Tidak penting bukan. Aku sudah membuat janji dan membayar mahal.”

Semua orang bukanlah orang baik. Tetapi, terkadang mereka meremehkan hanya dengan melihat penampilan. Pelanggan Sang Bintang Dunia, Airis tidak pernah menerima bangsawan rendahan. Namun, kini adanya lelaki yang menjijikkan akan menjadi pelanggannya.

Wanita itu menghela nafas kasar lalu dengan setengah hati mengantarkan Idris menuju lorong panjangnya. Keluar dari gedung Agensi Surga dan memberikan lencana kepada penjaga lainnya.

Sejenak Idris terpana akan indahnya yang berada di depan matanya.

Sebuah paviliun indah, penuh dengan ukiran bermacam-macam. Lampu yang menerangi sepanjang perjalanan. Gedung satu dengan lainnya juga diberi jarak yang lumayan luas. Disinilah Idris telah menghabiskan setidaknya ratusan Koin Suci.

Idris sempat meneliti semua Paviliun yang memiliki angka berawalan satu. Mungkin hanya untuk membedakan kamar pikirnya. Mungkin itu yang bisa dia katakan sebelum melihat ke dalam gerbang lainnya.

Sampai di depan gerbang wanita tadi berpamitan dengannya. “Sampai di sini aku hanya bisa mengantarkanmu. Selanjutnya, akan ada petugas lainnya yang mengantar. Kamu tunggu saja dulu.”

Seorang lelaki menundukkan kepalanya hormat setelah diberikan lencana yang Idris bawa. Lelaki itu terlihat lebih santai dari wanita tadi. Semua pelayan menggunakan baju hitam putih namun, lelaki ini memakai pakaian seperti pemain opera.

“Kali ini Tuan yang sangat misterius sudah menyewa seorang bintang.”

“Sebenarnya ini pertama kalinya aku berada di sini.”

Lelaki Opera tersenyum ramah. “Sudah terlihat. Lagian Bintang Airis juga stidak pernah memanggil nama dua kali.”

Idris memahami itu, sebagai seorang bintang memakai dua kali itu sedikit jorok.

“Apakah Anda membawa hadiah? Jika membawa hadiah maka letakkan di seberang sana.” Lelaki Opera menunjukkan sebuah rumah tempat meletakkan hadiah.

“Ada, jika aku puas dengan dirinya.”

Seakan tersenyum mengejek. “Tentu saja jika juga bisa memuaskan Sang Bintang “

“Aku baru saja melihat lelaki sesederhana Tuan datang ke tempat ini. Biasanya mereka akan membawa banyak pengawal juga hadiah yang jumlahnya ratusan itu.”

“Oh benarkah? Apakah aku terlalu miskin untuk Airis?”

Ejekan dari tertawa itu membuat Idris mengerti sekarang. Mengapa disebut dengan Agensi Surga. Bermandikan uang saja sudah dapat mewakili keindahan Paviliun ini.

Perjalanan mereka cukup jauh. Sepanjang mata hanya bermanjakah paviliun dengan tulisan berbeda dengan yang diawal dia bertemu. Jika pada awalnya ditulis dengan angka satu, namun, paviliun yang ada disekitaran Idris ditulis dengan angka dua.

“Anda sudah sampai,” ujarnya sembari menunduk hormat.

Idris memasuki pintu utama. Langsung dia lihat lorong yang bercabang tiga. Ditengahnya ada sebuah aula besar. Mungkin tempat menyambut pelanggan.

Suara musik didengar. Pemain musik muncul dari balik tirai-tirai. Membuat Idris mengalami suasanya yang sangat menyenangkan. Selama dibawa terbang mengikuti alunan musik. Dilihatnya sekeliling ketika ada dua pemain opera yang menari di depan Idris.

Sejenak menikmati penampilan yang disajikan dihadapannya. Seorang wanita berasal dari tandu berdiri manja dengan gaun merahnya.

Wajahnya yang ditutupi oleh kain merah tipis juga tatapannya yang tajam.

“Memang sang penggoda luar biasa.”

Wanita yang berjalan anggun memberikan salam paling dalam. Sedikit menari mengikuti musik lalu meraih lengan Idris dan mengajaknya berdansa barang sebentar. Yang tidak diketahui oleh semua penjaga yang ada. Idris sudah memesan pelayanan paling terbaik dalam Agansi Surga.

Idris melepaskan genggaman tangannya. Menatap mata wanita bernama Airis itu.

“Selamat datang Tuan Idris. Saya sudah menanti kehadiran Anda.”

Tangan wanita itu menunjuk sebuah jalan yang menuju ke dalam lorong besar dengan ruangan berkasur lebar.

Kursi, penerangan temaram, dua pengawal, dua pelayan, bahkan suasana malam yang begitu indah.

“Apakah Anda sendirian?” Wanita memiliki suara lembut, halus, merayu manja.

“Ya aku sendirian.”

“Sungguh luar biasa. Saya tidak menyangka jika Anda sendirian. Padahal saya sudah menyiapkan beberapa ‘camilan’ untuk Anda dan pelayan Anda.

Sepertinya tatapan sedih berasal dari beberapa hadis yang hadir. Ada setidaknya tiga gadis yang menunggu di atas sofa kini tertunduk.

“Maaf anak-anak sepertinya kalian tidak akan diperlukan.”

“Jahat sekali,” sedih perempuan bergaun biru.

“Nona Bergaun Biru,” panggil Idris.

‘Aku bertemu dengan kakak bergaun biru. Mengapa aku menyebutnya begitu? Itu dikarenakan dia selalu memakai gaun biru indah nan cantik. Wanita itu sangat menyukai warna biru. Apa pun yang menyangkut warna biru dia akan membelinya. Apa pun itu, terkadang jika kami berada di pasar aku harus membutakan matanya agar tidak melihat warna biru. Kakak bergaun biru yang malang, setidaknya Kakak Kupu-kupu akan selalu merinduinya.’

Masih Idris ingat setiap detail surat yang ditulis oleh Coin.

‘Ada dua paviliun yang aku tahu, jika benar akan ada gerbang paling belakang. Begitu mewah hingga aku menginginkan berada di sana. Namun, aku dan Tian harus keluar kaki.’

“Apakah Anda tahu namaku?”

Dua perempuan lainnya juga berhenti melihat salah satu temannya berhenti. Kakak Bergaun Biru itu juga memakai cadar yang sama. Kini membukanya. Agar lelaki bernama Idris mampu melihat ayahnya dengan benar.

“Kau sangat unik dengan gaun itu, mungkin hanya sebutan saja.” Idris tertawa kecil.

“Bisakah jika hanya kita bertiga berada di ruangan ini?”

Sesuai perintah Airis. Mereka semua meninggalkan ruangan. Bahkan memasang palang untuk melarang semua yang masuk entah itu pelayan atau pekerja lainnya.

Kakak Bergaun Biru kini mendekati Tuan yang sudah menyewa mahal hari ini. Berlututnya dia di samping Idris yang duduk di kursi santai. Sembari memijit tangan Idris.

“Aku mungkin tidak pernah kenal dengan dirimu. Tetapi, ada salam dari seorang anak yang pernah bekerja denganmu.”

Idris menatap bagaimana manik hitam itu terperangah. “Siapakah dia Tuan?”

Airis kini duduk di hadapan Tuan Idris. Hanya menatap dua kelakuan orang yang masih membingungkan.

“Bisakah kamu menebak orangnya?”

Idris mengeluarkan sebuah kalung yang pernah Coin rancang dari biji manik. Idris pernah menanyakan seperti apa bahannya, dan manik yang dia temukan dari pohon waru juga beberapa batuan menjadi sebuah gelang yang indah.

Idris memberikannya kepada Kakak Bergaun Biru. “Seseorang itu merangkai manik-manik dari biji dan juga batuan. Dia merangkai untuk kuda yang kami rawat bersama. Tetapi, aku masih ingat caranya dan memberikannya kepadamu.”

Kakak Bergaun Biru mendekap erat gelang itu. Orang yang paling sederhana yang dia pernah menceritakan mengenai dunia fana dimana ada seperti ras elf, ras unicorn, dan lainnya. “Coin, apakah anak itu masih hidup sampai sekarang?” sedikitnya air mata berlinang dari wajah cantiknya.

“Dia masih sehat, dan aku merawatnya sampai waktu itu. Namun, ada peristiwa yang tidak aku duga terjadi. Dia menghilang dan diculik. Jika aku bisa memperkirakan dimana dia berada mungkin tidak akan menjadi manusia seutuhnya.”

“Apa yang Tuan maksudkan?”

“Mungkin dia sudah mati,” lirih Idris.

Ada detak jantung yang sudah berhenti saat ini. Sang Airis sedikit bergetar dalam diamnya. Gelas yang dia pegang nampak sedikit beriak airnya. Coin?

Apakah anak yang dia tinggalkan di depan Agensi Surga?

“Tuan,” panggil Airis dengan mengontrol segala mimik wajahnya. “Apakah nama anak itu Coin Carello?”

Idris kini beralih pandang. “Iya, benar. Dia anak yang dijual dipasar gelap oleh seseorang dan berakhir tragis di panti asuhan yang aku kelola.”

“Apa Anda yakin dia sudah meninggal?”

Idris hanya terdiam dengan pertanyaan itu.

“Tadi bukankah Anda mengatakan jika namanya benar Coin Carello?”

“Iya, apakah kamu mengenalnya?”

Airis seakan mengabaikannya lalu menggeleng. “Saya hanya penasaran apakah benar anak itu sudah meninggal?”

Idris mengelus kepala Kakak Bergaun Biru lalu mengisyaratkan dia untuk meninggalkannya dengan Airis.

Kakak Bergaun Biru berjalan meninggalkan berat. Masih dia lihat kedua temannya yang menunggui dirinya. “Ada apa dengan wajahmu?”

“Tidak, hanya saja seseorang yang aku kenal masih mengingatku.”

...* ...

Bermanik cyan masih menatap kepergian seorang wanita dengan hati yang hancur. Kini, beralih pandang kepada seseorang bintang utama.

“Nyonya Airis, begitulah orang memanggilmu?”

Idris menyesap minuman yang telah disajikan dihadapannya. “Bisakah bercerita. Sebenarnya aku ada tujuan untuk bertemu denganmu. Bukan masalah Coin juga bukan selangkangan. Aku tidak tertarik dengan itu semua.”

“Apa kamu ingin bercanda?” Airis seakan menunjukkan taringnya. “Apakah Anda yakin akan menghilangkan ratusan Koin Suci hanya untuk membahas sesuatu dengan saya?”

Pertanyaan Airis memang menyayangkan semua harta uang sudah dihabiskan. “Aku tidak membawa hadiah. Apakah itu cukup membuktikan jika aku benar-benar tidak ingin menjaja?”

Airis tersenyum.  “Apa yang Anda inginkan?”

“Jika aku benar, maka kamu adalah ibunda dari Coin?”

Sebuah tamparan keras menampar batinnya.

“Mengapa?”

“Ketika aku mengatakan nama Coin tanganmu bergetar, selama apakah kamu sangat mengkhawatirkan anak itu? Bukankah kamu yang menjualnya ke Agensi Surga dan hidup bebas dengan uang hasil jalanmu? Dia sudah bukan anakmu.”

Airis menggeleng. Membuka cadarnya secepatnya. “Mari kita diskusikan hal ini Tuan Idris.”

Wajah serius sudah didapatkan oleh Idris, hanya menarik senyumnya sekilas. "Sepertinya sangat tertarik dengan Coin."

"Darimana mau tahu bahwa aku ibundanya Coin?"

Idris mengangguk. "Jadi itu benar," lirihnya.

Airis seakan kehilangan kehebatannya saat ini. Mengingat anak yang sering dia marahi dulu, merasa berdosa disetiap langkahnya semenjak hari itu. Semenjak dia menjual Coin dan kembali dalam rumahnya. Sesaat melihat sudut ruangan dimana anak itu menangis kini hilang bagaikan debu. Rasa menyebalkan seorang ibunda secara alamiah.

Satu bulan setelah dia menjual Coin, ibundanya beniat untuk mengembalikan hasil uang jualannya dan menebus. Namun, nasi sudah menjadi bubur. Barang antik tidak bisa dibeli dengan harga murah. Semenjak itulah Airis berdandan, bekerja selayaknya kuda, ibarat kaki terpotong karena bekerja akan dia lakukan demi memenuhi nominal jutaan koin suci.

Setahun setelahnya Airis berhasil menjadi bintang dalam rumah lainnya. Kembali ke Agensi dan hendak menemui anaknya. Agensi sama sekali tidak mengijinkan, dengan bekerja sebagai penjaja dia berharap bertemu dengan putranya. Hingga sekarang masih menolak fakta jika Coin tidak ada dalam genggamannya.

"Akan aku akui sesuatu yang tidak akan pernah kamu lupakan, Nyonya Airis."

"Ada beberapa pihak yang selalu menjadikan manusia sebagai sampah. Ada yang menganggu dan menciptakan penelitian ilegal untuk membentuk pertahanan militer lewat biologis. Menggabungkan DNA hewan dan manusia lalu membentuk sesuatu yang luar biasa indah. Mungkin kamu sudah bisa menebak dimana anakmu berada."

Airis hanya tidak menduga kesalahan kecil yang dia perbuat mampu membunuh masa depan dengan mudah. "Lalu, apakah kamu terlibat?"

"Iya, dan aku juga menyesalinya. Sekarang yang bisa aku lakukan adalah merubah yang ada, berjuang menyelamatkan."

"Apa yang bisa aku lakukan agar aku bertemu dengan anakku?" serobot Nyonya Airis cepat.

"Mengapa?"

Airis masih menggeleng, menghentikan air matanya yan hampir saja menetes. "Aku menyesali perbuatanku."

"Bukan," sangkal Idris cepat. "Mengapa kamu tidak bergerak?"

"He?"

"Jika kamu menyesal dan ingin bertemu dengan anakmu mengapa kamu tidak bergerak?"

Perasaan apa yang menjalar hebat dalam nadinya sekarang? Ada penyesalan, ada banyaknya kekacauan, ada keakutan, juga ada perasaan merutuki diri.

"Jika kamu ingin bertemu dengannya mengapa kamu masih di sini?'

"Cukup!" teriak Airis. "Hentikan! Jika kamu terlibat mengapa anak sepertimu tidak menyesal telah melakukan tindakan ilegal itu?" Airs mencengkeram kerah Tuan Idris.

Idris menepis paksa. "Karena aku lemah!"

Airis memandang lelaki kekar itu? Lemah dia bilang? "Jangan bercanda."

"Aku tidak sanggup membunuh ayahku sendiri," jawab Idris berlinang air mata. "Oleh karenanya aku membutuhkan bantuanmu." 

Airis melega. "Apa yang bisa aku lakukan?"

Idris mengeluarkan sebuah kotak yang ada disaku kanannya. Hanya berisikan sebuah foto asing di mata Airis. "Siapa ini?"

"Pakin," jawab Idris.

"Lelaki yang saat ini memegang kekuasaan tertinggi jalur perdagangan Barang Surga, pelayaran Ilegal, dan menjadi pemilik Agensi Surga yang dimana letak pelelangan terjadi. Dia mengganti namanya menjadi Demon."

Airis terkejut. " Tuan demon? Dia ayahmu?"

"Tentu saja kamu kenal dengannya, kan?"

Airis hanya terdiam menanggapi.

"Kamu juga berada di pelelangan."

Mata Airis membulat sempurna. "Bagaimana bisa kamu mengetahui semua itu?"

"Karena hanya aku yang waras di dunia menjijikkan ini."

Deru nafas beradu pelan, dalam luasnya ruangan sudah dia tampakkan oksigen tipis. Seakan sesak dalam dadanya. Airis menyandarkan tubuhnya. Mengigit jemarinya barang sedikit lalu menimbang segala keputusan yang akan dia ambil.

Masih dengan manusia kebingungan.

...***...

...Bersambung......

1
Galaxy_k1910
ilustrasi karakternya keren
@shithan03_12: Wuahh makasih ya
total 1 replies
༆𝑃𝑖𝑘𝑎𝑐ℎ𝑢 𝐺𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
dia cewek apa cowok thor?
@shithan03_12: kalau Tian cowok..
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!