Gadis Desa yang memiliki kakak dan adik, tetapi dia harus berjuang demi keluarganya. Ayahnya yang sudah usia di atas 50 tahun harus dia rawat dan dijaganya karena ibunya telah meninggal dunia. Adiknya harus bersekolah diluar kota sedangkan kakaknya sudah menikah dan memiliki keluarga yang sedang diuji perekonomiannya.
Ikuti terus karya Hani_Hany hanya di noveltoon ♡♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hani_Hany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34
Tiga bulan Hana di kampung M, kini saatnya Hana akan kembali ke kota P. "Maaf ya kakak sudah merepotkanmu, terima kasih buat semuanya. Banyak oleh-oleh anak sholehku." Pamit Hana pada Hasna.
"Gak boleh gitu kak, kita saudara harus saling membantu." Ucap Hasna. Dia memang sangat menyayangi kemenakannya.
"Ayah aku pamit, ayah sehat-sehat ya!" Pamit Hana pada sang ayah, doa-doa terbaik buat ayahnya.
"Iya nak, ayah sudah baik-baik saja." Jawabnya berbohong, tentu sedih akan berpisah dengan sang putri juga cucunya tapi kita harus meneruskan kehidupan.
Hasna melambaikan tangan untuk kepergian sang kakak dan kemenakan yang kembali ke kotanya. "Sepi deh hanya berdua sama ayah." Gumam Hasna pelan.
"Kamu banyak kesibukan di luar nak, ayah ini yang di rumah sendiri jadi sepi. Selama ini enak ada kakakmu dan juga Halim cucu ayah! Seru ramai." Jawabnya mengingat kelucuan sang cucu.
"Ayah harus fokus dengan kesehatan dan kesembuhan ayah." Ujar Hasna. "Apapun akan aku kerjakan supaya dapat uang untuk biaya hidup kita dan juga pengobatan ayah." Batin Hasna penuh semangat.
"Iya nak, tapi kalau sudah begini ya gimana lagi. Memang harus sabar!" Jawab ayah tenang. "Semua ini ujian sebagai penggugur dosa nak." Batin ayah Ahmad.
Hasna disibukkan dengan kegiatan kantor, sekolah, dan juga pemilihan kepala Desa. Ayah di rumah sendiri, yang kadang merasa bosan.
Suatu hari ayah pergi ke kebun sendirian dengan mengendarai motornya. "Apa aku jual saja kebun ini? Sudah tidak menghasilkan sekarang. Atau ku suruh saja orang untuk menggarapnya ya?" Batinnya penuh tanya.
Usai berkeliling di kebun, ayah berniat untuk pulang. "Ada buah pepaya!" Gumamnya menghampiri lalu memetiknya. Cukup tinggi dan memerlukan penjolok.
"Huft rasanya sesak." Batin ayah memegang dadanya lalu duduk untuk menenangkan dirinya. Ayah berusaha rileks dan menarik nafas dalam.
Cukup lama ayah beristirahat akhirnya ayah pulang tanpa buah pepaya tersebut. "Biarlah dimakan kali lawar, memang rezekinya." Gumam ayah meninggalkan kebunnya.
Setibanya ayah di rumah, Hasna juga baru tiba. "Ayah dari mana?" Tanya Hasna masuk ke dalam rumah.
"Dari kebun lihat-lihat tanah yang kosong." Jawab ayah. "Bagus mungkin kalau dijual atau disuruh orang menggarap ya nak?" Tanyanya.
"Jangan dijual ayah, biar digarap orang kalau ada yang mau." Usul Hasna serius. Dia duduk di kursi sambil membuka kaos kakinya, lalu menyimpan di tempatnya.
"Boleh juga itu, nanti tinggal bagi hasil." Ujar ayah menerima pendapat Hasna. Ayah bersiap mandi sore dan shalat ashar.
"Ayah, sebentar lagi pemilihan kepala desa. Siapa yang harus ku pilih ayah?" Tanya Hasna serius.
"Pilih saja pak Adi nak, karena beliau kamu bisa kerja jadi bendahara. Kalau beliau terpilih lagi otomatis kamu tetap jadi bendaharanya." Jawab sang ayah. Hasna memikirkan ucapan sang ayah memang ada benarnya.
Jika Hasna memilih calon baru dan terpilih, belum tentu Hasna akan jadi bendahara lagi. Hasna setuju dengan ayah Ahmad.
Usai pemilihan, ternyata pak Adi terpilih kembali menjadi kepala Desa. Banyak menyukai kepemimpinannya yang tegas dan royal. Tapi sayangnya memiliki selingkuhan.
"Syukurlah pak Adi terpilih kembali, toh dia juga masih membutuhkanku sebagai bendahara desa." Gumam Hasna pelan ketika diperjalanan pulang ke rumahnya.
Tujuh tahun berlalu, Hasna bekerja sebagai bendahara Desa M. Hingga Husna menjadi Sarjana dan Hasna masih tetap sendiri. Bahkan Halim sang kemenakan sudah berusia enam tahun.
"[Kak, bulan depan aku wisuda, kakak datang ya!]" Pinta Husna sang adik. "[Jangan lupa ajak ayah juga tentunya]" pintanya lagi.
"[Iya de, tentu kami akan datang]" jawab Hasna semangat. "[Pakaian kamu sudah ada?]" Tanya Hasna lagi.
"[Belum ada kak, adakah baju di rumah situ bisa dipakai kak?]" Tanya Husna. Husna sudah siap wisuda hanya saja pakaiannya kurang cocok untuk wisuda menurutnya.
"[Nanti kakak siapkan, warna apa?]" tanya Hasna memastikan, jangan sampai tidak sesuai dengan selera Husna.
"[Warna ungu muda atau dusty kak, yang jelasnya keunguan]" ucapnya meyakinkan.
"[Baiklah de, nanti kakak carikan di online]" jawab Hasna lalu menutup panggilan Husna. Hasna segera menelusuri Mbah Shopee untuk mencari pakaian kebaya wisuda.
"Ini bagus ungunya." gumam Hasna pelan sambil menelusuri kemudian memotretnya untuk dikirim ke pada Husna. "Semoga dia suka." batinnya.
Bukan hanya Husna yang dibelikan pakaian, tapi Hana dan juga Halim sang kemenakan. Untuk sang ayah ada baju batik warna ungunya. Sementara Hasna mencari pakaian lain, dia mendapat pesan dari Husna.
"[Bagus kak, tapi kerudungnya ada kah? Aku belum punya kerudung warna begitu]" jawab Husna jujur, tidak berselang lama Hasna mengirimkan jilbab yang Husna maksud.
"[Okey cocok banget kak. Makasih kakakku sayang]" pesan dibalas oleh Husna. Selesai dengan urusan pakaian wisuda, Hasna berpikir soal make Up buat Husna.
"[Siapa yang make up kan nanti? bisa sendiri kah?]" tanya Hasna lagi. Dia berpikir bahwa sepertinya ipar kak Hana bisa. "[Coba tanya kak Hana, sempat iparnya bisa bantu atau paling tidak bayarannya lumayan murah. He-he-he]" pesan Hasna terkirim.
"[Yang make up ada kak Lastri kak, kemarin sudah ku tanya kak Hana katanya bisa. Kak Lastri pernah ikut kursus]" balas Husna membuat Hasna menjadi lega.
"Kalau sendalnya, Husna pasti akan menggunakan sepatu. Dia gak suka sendal-sendal cewek! Apalagi heels." gumam Hasna pelan. Karena sang ayah sedang tidur siang.
Semua sudah Hasna pesan yang dia butuhkan, sudah dia siapkan yang ada di rumah untuk dibawa ke Kota P. Hampir dua tahun mereka tidak pernah jumpa antara Hana dan Hasna, serta Husna.
Sebulan kemudian, Hasna bersiap ke kantor desa untuk izin. Dia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ayah di rumah seperti biasa, melakukan terapi sehat, jalan santai, pikiran rileks sehingga ayah masih panjang umur.
"Alhamdulillah ayah masih bisa jalan-jalan, sekarang mau pergi ke Kota P. Semoga ayah tetap baik-baik saja." gumam Hasna pelan saat dikendaraan.
Setibanya di kantor, Hasna menuju ruangannya untuk mengecek pekerjaannya di laptop. "Semua aman, tinggal kirim filenya ke email pak Sek-des, jadi kalau ada apa-apa ada beliau yang tangani." ujarnya pada diri sendiri.
Selesai dengan pekerjaannya, Hasna menutup laptopnya untuk di bawa pulang. Tidak lupa berkas yang dibutuhkan untuk laporan dia berikan pada pak Desa. "Beres, tinggal bawa ke ruangan beliau." gumamnya kemudian.
Hasna keluar dari ruangan menuju ke ruangan pak Desa yang ternyata ada tamu. Setelah tamunya keluar, Hasna masuk. "Permisi pak De." ucapnya ramah.
"Ada apa Hasna? Masuk lah, duduk dulu." perintahnya, tapi pak Desa masih sibuk dengan ponselnya. Hasna menunggu beberapa menit sampai pak Desa menyelesaikan kesibukannya.
"Ada apa Hasna?" tanyanya lagi setelah menyimpan ponselnya dan menatap Hasna dengan tatapan penuh selidik.
~ Happy Reading ~
semangat kak hani /Determined//Determined//Determined//Determined/