TAMAT 02 NOVEMBER 2023
Ning Aisha menangis setelah King tak sengaja menciumnya. "Jangan dekati aku lagi!"
"Terus, gimana cara Gue jagain Lo, Cengeng?"
"Nggak perlu, aku bisa jaga diri baik-baik! Kita bukan mahram, jangan deket-deket! Setan pasti suka godain Kita, terutama kamu yang nggak kuat iman! Nggak mau shalat. Pasti jadi temen setan!"
"Lo mau dihalalin sama temen setan ini? Bilang! Besok Daddy sama Mom biar ngelamar Lo buat Gue!"
"Sinting..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pasha Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB ENAM BELAS
"Kiiiiing bangun!" Aisha menarik hidung bangir pemuda itu. King yang biasanya malas malasan, pagi ini mendadak tersenyum.
Semalam, King sempat berpikir takkan mendengar omelan Aisha pagi ini. Rupanya, Aisha masih sama pedulinya.
Bibir King mesem secara lebar sambil dia raih punggung Aisha. Dia sungkur wajahnya pada perut Aisha yang menenangkan. "Udah nggak marah kan?"
"Emang aku marah soal apa?" Aisha memutar bola matanya secara malas. Bibirnya meleyot leyot dengan rutukan batinnya.
King mengangkat kembali wajah, menatap lekat Aisha sambil tersenyum. "Kamu cantik, Ning." Tangannya mulai membelai rambut gadis itu pelan.
"Cepetan shalat! Bangun!" Aisha tak mau basa-basi.
King mendadak lemah dan pura-pura terbatuk-batuk. "Boleh libur dulu nggak shalatnya?" rengeknya.
Aisha mengedik bahu. "Boleh... Tapi jangan napas selama libur shalat. Bisa?" tanyanya.
"Sadis amat!" King menghela napas dengan manik yang berputar malas. King geliatkan tubuhnya berharap bisa lebih semangat lagi menjalani hari ini. "Ah, Ning..."
King kembali meringis saat beranjak dari sofa hitamnya. "Leher Gue, jadi bantalan gara-gara tidur di sofa!" keluhnya.
"Kenapa nggak sofa-an sekalian biar lebih berat!" ketus Aisha. Alasan selalu, dan selalu alasan, begitu lah King Miller saat disuruh shalat.
"Sadis amat sama suami!" King bangkit, lalu memeluk Aisha yang tengah membereskan buku di tasnya. "Kangen... Nggak tidur sama kamu, rasanya kayak LDR Sabang Merauke!"
Bibir Aisha meleyot leyot kembali dan kali ini King bisa melihat betapa menggemaskan istrinya saat ngambek begini.
"Cup cup, jangan ngambek lagi ya. Aku tahu kamu cantik kalo ngambek, tapi lebih cantik kalo senyum."
"Udah dibilangin aku nggak ngambek."
Aisha berkata jutek demi tak terlihat meleleh. Harusnya tak segampang itu membuat dirinya memaafkan, walau jujur, King tak pernah gagal membuatnya salah tingkah.
"Coba bilang kalo kamu cemburu. Kamu nggak suka aku nonton sama Glo?"
Aisha mendengus malas. Ingin rasanya bertanya dengan logat Dylan, soal kamu nannnyyya, kamu bertannnyya-tannnyyya?
"Aku nanya Ning." King menegur karena Aisha hanya diam sedari tadi. "Kamu nggak suka aku nonton sama Glo?"
"Suka, malah pengen ngasih bunga!"
King tersenyum karena Aisha memberikan senyuman manisnya. "Sekalian pot-nya juga Aisha lemparin... Baikkan Aisha?"
Sesaat, King menegangkan mukanya. Aisha Humaira istrinya, hanya memiliki tampang cupu, tapi dalamnya sumbu kompor meleduk.
"Cepetan shalat!" Aisha berteriak.
"Iya-iya!" Dalam hidup King, baru Aisha yang dia ladeni kemarahannya. "Bawel!"
King lantas mandi, wudhu. King berkain sarung hitam, berpeci hitam, berkemeja putih OSIS. Jika urusan tampan, King tak ada obatnya meski mencari ke ujung dunia.
Selesai dengan shalatnya, King berdoa, berharap istrinya mendapat hidayah agar tidak lagi menolaknya bercinta.
King juga tak lupa bersyukur karena Allah sudah berikan kesempatan hidup sebagai crazy rich. Ini adalah nikmat hidup yang tak boleh didustakan.
Benar, termasuk nikmat saat Aisha keluar dari kamar mandi hanya berbalut dengan handuk saja. Ini nikmat, ter-pantang untuk dipungkiri.
King sampai mengakhiri doanya, buru-buru melipat sajadah, membuka peci dan meletakkan di tempat semula. "Kamu ngapain cuma pake handuk sayaaaaang?"
"Mau ganti baju lah!" Aisha sengaja membuka handuk agar bisa mengenakan bra.
King terpana hingga terdiam beberapa saat untuk menghitung dan mengklaim, ukuran bra Aisha bisa dikatakan big untuk seusianya.
Melihat nikmat Tuhan yang satu ini, tentu saja King tak mungkin membiarkan istrinya tanpa sentuhan. King peluk Aisha, menghirup udara yang terisi wewangian Aisha.
"Kamu lagi dateng bulan...," lirihnya ditekan.
"Terus?" Aisha bukan tidak tahu, tapi memang sengaja menyiksa batin dan Jojo suaminya.
"Ngapain mancing-mancing gini?"
"Dih, GeEr! Siapa yang mancing!" Aisha mengelak tangan King yang celamitan.
"Kalo aku khilaf gimana? Kamu terlalu menggoda." King terkekeh kecil, sambil terus berusaha memeluk gemas raga Aisha dari belakang.
"Kamu tahu Ning. Di luar sana banyak yang mau berada di posisi mu," bisiknya.
"Ya udah obral sana! Sekalian buka tiket, biar aku kaya!" jutek Aisha. "Kemarin, sama Glo juga begitu kan?"
"Kamu marah aku pangkuan sama Glo?"
Aisha menghela napas. Kemudian berbalik dan membetulkan kerah baju OSIS King.
"Bukan cuma aku, tapi Allah juga."
Pelan-pelan Aisha memberitahu apa yang mungkin tidak King tahu. Bukankah tugasnya di sini juga untuk itu?
"Glo adikku, Sayang. Kamu pasti tahu!" sanggah King.
"Dia tetap bukan mahram kamu!" tukas Aisha.
King mulai mendingin. "Whatever pandangan kamu. She's my sister!" kekeuh nya.
"Ok Ok!" Aisha menyela ketus. Lalu meraih seragam SMA miliknya untuk dikenakannya secara tergesa-gesa bahkan merutuk.
"Sakarep mu wae kono! Arep karo kae kana kono, wes karep mu, Mas Bul! Opo pinake awak mu wae! Senadyan diambyar awak mu, aku gak nesu! Percuma misu misu. Koe dewe wegah nandangi!"
"Kamu ngomong apa?"
"Aku sayang kamu!"
King terpaku bingung. Meski terdengar menyenangkan, karena akhirnya Aisha menyatakan rasa. Di saat yang sama, King juga tahu kesalnya Aisha masih begitu membara.
Andai dia punya rekaman ucapan Aisha barusan, King ingin meng-translate apa arti dari kata-kata marah istrinya.
Aisha keluar setelah lengkap dengan seragam dan Khimar putihnya. King ikut menyusul dan mereka sarapan bersama keluarga besar termasuk kedua anak kembar Om Alex.
Sore ini, King harus datang ke area balap untuk memenuhi tantangan Liam. Jadi, King mengiringi mobil Aisha dengan motor Harley Davidson miliknya.
Di mobil, Aisha masih diam, masih kesal, apa lagi barusan Glory merangkul rangkul kembali di depan matanya lagi. Terlihat King sudah sedikit membatasi, tapi tetap tidak menepis perilaku intens Glory.
Lampu merah membuat King harus berhenti di tengah jalan. Seketika itu juga, motor sport hitam list putih gede mensejajarkan diri di sisi mobil yang ditunggangi Aisha.
Serentak, keduanya menoleh pada pengendara yang tiba-tiba mengetuk kaca mobil dan menyodorkan sebuah dasi abu-abu pada Aisha.
Kaca helm full face itu terbuka, dan wajah Liam tampak di baliknya. "Dasi Lo ketinggalan di toilet kemarin!"
"Oh..." Aisha kikuk saat meraih dasi dari tangan Liam Bagaskara. "Makasih."
King meremas setang motornya kuat-kuat, sejak kapan Liam menjadi ramah pada Aisha? Dan Aisha tak takut pada Liam?