Miko seorang Psikiater menangani seorang pasien wanita dengan gangguan mental depresi. Tetapi dibalik itu ternyata ada seorang Psikopat yang membuatnya menjadi depresi.
Ketika pasien tersebut ternyata bunuh diri, sang Psikopat justru mengejar Miko.
Hari-hari Miko menjadi berubah mencekam, karena ternyata psikopat tersebut menyukainya.
Setelah menghadapi si psikopat ternyata ada sisi lain dari pria ini.
Bagaimana Miko menghadapi hari selanjutnya dengan sang Psikopat?
Yuk simak kisahnya di cerita Othor. Ada beberapa plot twist-nya juga loh..yang bikin penasaran...
Jangan lupa dukungannya ya man teman...
Oiya, di cerita ini ada adegan mengerikan, ****** ****** dan kata2 'agak gimana yah'
Jadi buat dek adek yg rada bocil mending skip dulu yah....maap ya dek...
Mohon bijak dalam membaca...
*Salam hangat dari othor*
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 - Curiga
“Dexton. Kau tahu semuanya, kau tahu tentang sifat Osborn, tapi kenapa kau tidak coba peringatkan Morino? Kau adalah sahabatnya, kan?” tanya Miko dengan alis menaut.
“Sudah, Miko. Aku sudah peringatkan Morino, agar ia waspada. Tapi Morino selalu bilang Osborn tidak akan macam-macam dengannya karena pengaruh kakek Morino yang kuat. Osborn sudah seperti anak angkat bagi kakeknya Morino, karenanya Morino berfikir Osborn tidak akan berbuat sesuatu pada dirinya”
Miko menghela nafas agak panjang.
“Sepertinya kau jauh lebih mengenal Osborn dibanding Morino” ucap Miko menelisik.
“Tidak juga. Aku hanya menggunakan kaca mata seorang mafia ketika melihat Osborn. Tapi Morino terlalu baik atau lebih tepatnya terlalu naif. Dia menggunakan kaca mata Advokat yang selalu berfikir keadilan dan juga hubungan kekeluargaan. Karena itu dia menutup celah bahaya yang mungkin saja bisa menyerangnya, seperti kasus ini”
Miko diam sesaat. Sepertinya penjelasan Dexton masuk akal.
“Miko, sementara Morino di tahan. Dia memintaku menjagamu. Aku akan mengawasi rumah Morino. Dan aku akan mengunjungimu sesekali, memastikan semua aman. Karena aku khawatir Osborn juga akan menggunakanmu untuk sarana balas dendamnya pada Morino. Osborn benar-benar akan menghancurkan Morino”
Miko lagi-lagi menutup wajahnya dengan telapak tangan. “Ah, Morino. Dia pasti sedang tertekan saat ini. Kalau saja aku diizinkan boleh menemuinya” wajah Miko memelas.
“Kau bisa menemuinya saat acara sidang pertama” ujar Dexton.
“Ya, tapi itu masih beberapa pekan lagi”
Miko menghela nafas lagi, dan menghabiskan minumannya.
“Baiklah, Dex. Terimakasih banyak untuk waktunya. Aku harus kembali ke rumah sakit”
“Apa kau tidak bisa cuti untuk sementara?”
“Aku sudah mengajukan cuti tempo hari. Tahun depan aku baru bisa mengajukannya kembali kecuali ada hal mendesak”
“Yah. Baiklah. Miko, kau sudah ada nomerku, kan? Jika ada apa-apa, kau bisa menghubungiku” ujar Dexton.
“ Baiklah, terimakasih. Aku pergi dulu” Miko beranjak dari kursi.
“Ya, hati-hatilah. Aku akan menghabiskan minumanku dulu”
Miko melangkah dan menuju ke mobilnya.
Dexton melihat Miko dari belakang hingga wanita itu benar-benar hilang dari pandangannya.
Tak berselang lama, Dexton mendapat panggilan dari seseorang. Ia mengambil ponsel dari sakunya. Dexton menyungging senyum sinis kecil.
Di layar ponselnya tertulis nama, - Osborn-. “Ya, Hallo, Tuan Osborn. Ya, semua berjalan lancar …”
* * *
Beberapa hari kemudian, Miko akhirnya diizinkan menemui Morino di sel tahanan. Miko di kawal seorang sipir penjara memasuki sebuah ruangan untuk mereka bisa berbincang.
Miko menunggu di sebuah kursi yang di depannya ada sebuah kaca besar yang membatasi dirinya dengan seorang tahanan.
Di depan Miko ada meja yang menempel ke dinding dan sebuah telepon untuk berkomunikasi.
Tak lama berselang, Morino datang dari balik pintu. Pria itu dikawal seorang sipir penjaga berbadan tinggi besar.
Perasaan Miko bercampur aduk. Ia benar-benar rindu dengan pria itu. Entah tanpa diberi komando, air mata Miko menetes dengan sendirinya.
Miko menelan sesuatu di tenggorokannya. Memandangi suaminya yang tak bisa berbuat apa-apa di balik sana.
Morino duduk di hadapan Miko dengan kaca besar sebagai penghalang. Morino mulai mengambil gagang telepon untuk berbicara dengan Miko. Miko juga mulai berbicara.
“A-pa kabarmu?” Miko mendahului, kemudian menutup mulutnya dengan telapak tangan, tak sanggup menahan tangisnya yang sudah terbendung dari tadi.
“Miko, jangan khawatirkan aku. Aku baik-baik saja” ucap Morino berusaha menenangkan istrinya.
“Kau tentu tidak baik-baik saja, Morino. Aku tahu kau sangat tertekan. Andai aku bisa bersamamu di dalam sel, aku akan memberimu obat dan mendekapmu”
Morino hanya tersenyum tipis.
“Aku sudah tidak perlu obat, Miko. Aku sudah memilikimu. Yang jauh lebih ampuh menyembuhkanku dari pada obat”
Miko mengusap air matanya kasar, dan berusaha tabah. Ia menguatkan diri sekali lagi agar tidak menangis.
“Aku akan mencari cara agar tuduhanmu dicabut” ucap Miko yang sudah sedikit lebih tenang.
“Itu akan sulit, Miko”
“Aku tahu”
“Morino. Beberapa waktu lalu, aku bertemu Dexton. Apa benar kau menitipkan aku padanya?” tanya Miko selanjutnya.
“Ya, benar. Karena dia satu-satunya orang yang bisa kupercaya”
“Apa kau serius menitipkan aku padanya?” tanya Miko lagi membuat Morino sedikit mengerutkan alisnya.
“Apa ada masalah, Miko?”
“Morino, apa kau tidak merasa ada yang aneh dengannya?”
“Aneh? Aneh apanya. Dia adalah sahabatku yang paling bisa kuandalkan dan kupercaya” ujar Morino.
Akhirnya Miko menceritakan apa yang Dexton sampaikan padanya mengenai Osborn.
Morino tidak menyangka sama sekali. Dia agak terkejut hingga diam beberapa kali. Tapi ia juga tidak bisa membela diri dan tidak bisa langsung menuduh Osborn pelaku pembunuhan itu. Karena bukti yang mengarah ke Osborn sangat lemah.
“Morino, yang tahu masalah Key hanya segelintir orang. Bahkan pihak rumah sakit tidak memperbolehkan siapapun yang mengetahui hal ini untuk berbicara di publik. Begitu juga pihak dari keluarga Dostter. Mereka tidak ingin banyak orang tahu mengenai masalah putra mereka. Kau memberitahu Dexton tentang masalah ini, kan?”
“Ya. Dia memang sudah tahu. Karena aku rasa dia bisa menjaga rahasia”
“Aku penasaran, kenapa Osborn Oneil bisa mengetahui hal ini. Dia tahu segala hal mengenai kasus ini. Bahkan Osborn tahu jika kau memiliki dendam pada Key. Pasti seseorang memberitahunya, Morino” ungkap Miko.
“Apa kau ingin mengatakan bahwa Dexton memberitahu Osborn tentang semua ini? Dan itu berarti Dexton adalah pengkhianat?” suara Morino sedikit tertahan.
“Mungkin. Aku hanya bisa menyimpulkan sedikit”
Morino terlihat sedikit kecewa. “Itu tidak mungkin. Dia adalah sahabatku”
“Morino, kau bilang Dexton pernah di Luar negeri. Dimana dia tinggal?” tanya Miko lagi.
“Kenapa? Kau ingin menyelidikinya?”
“Morino, tolonglah. Katakan padaku dimana dia tinggal selama di Luar negeri?”
“Dia tinggal di Bollin Foxtown, sebelah Utara Negara bagian Stanford”
“Kau tahu kan, dimana Osborn tinggal selama ini?”
Morino diam, matanya sedikit melebar dengan alis agak menyempit, memandang mata istrinya lekat. Morino memikirkan sesuatu.
-Miko benar, mereka berada di kota dan Negara yang sama-
Kenapa ia tidak pernah memikirkannya dari awal. Tapi entah kenapa Morino ingin menyangkalnya, ingin mengatakan mungkin itu hanya kebetulan. Hanya karena Dexton adalah sahabatnya.
“Mereka sama-sama mafia, Morino” jelas Miko lagi penuh keyakinan.
“Dexton adalah orang terakhir yang bersamamu. Sebelum pulang, apa ada tempat yang kau dan Dexton kunjungi selain Bar?”
“Ya, kami sempat mampir ke sauna. Apa ada yang aneh, Miko?”
“Kau melepas sepatumu?” tanya Miko lagi.
“Ya, tentu saja”
“Aku bisa menduga, seseorang mengambil sepatumu untuk mendapatkan jejak sepatumu sebelum kau keluar dari sauna”
“Kenapa kau berfikir sampai kesana, Miko?”
“Jejak sepatumu ada di halaman rumah Key. Padahal kau sama sekali tidak kesana, kan? Bukankah itu aneh, Morino?”
Morino diam, berfikir sesaat.
“Apa mereka mencetak bawah sepatuku untuk mendapatkan bentuk yang sama?” Morino mulai keheranan.
“Ya, aku menduga seperti itu. Entah mereka menggunaka apa. Tapi yang jelas, aku yakin mereka menggunakan setiap kesempatan yang ada untuk mengambil bukti semua milikmu untuk menjadi alibi mereka menuduhmu melakukan pembunuhan itu.
“Kau berfikir sampai sejauh itu, Miko?”
“Ya. Dan aku juga menaruh curiga pada sahabatmu”