Ina meninggalkan keluarganya demi bisa bersama Ranu, dengan cinta dan kesabarannya, Ina menemani Ranu meski masalah hidup datang silih berganti.
Setelah mengarungi bahtera selama bertahun-tahun, Ranu yang merasa lelah dengan kondisi ekonomi, memutuskan menyerah melanjutkan rumah tangganya bersama Ina.
Kilau pelangi melambai memanggil, membuat Ranu pun mantap melangkah pergi meninggalkan Ina dan anak mereka.
Dalam kesendirian, Ina mencoba bertahan, terus memikirkan cara untuk bangkit, serta tetap tegar menghadapi kerasnya dunia.
Mampukah Ina?
Adakah masa depan cerah untuknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12
“Auww… sakit, Mas.., tolong Mas!!!”
“Ya Tuhan, Siska!” Ranu tersentak kaget dengan suara teriakan kesakitan dari Siska.. Langsung berlari ketika melihat tangan istri keduanya itu dipelintir hingga ke belakang punggung oleh istri pertama.
“Ina, Lepaskan! Apa yang kamu lakukan pada Siska?” pekik Ranu sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Ina dari pergelangan tangan Siska.
“Katakan pada istri keduamu ini untuk tidak main-main denganku!” Ina Menghempaskan tangan dengan dorongan yang kuat, sehingga tubuh Siska terjerembab ke lantai.
“Auwww…” Siska lagi-lagi memekik kesakitan, kali ini sambil memegangi lututnya yang berciuman dengan lantai ubin.
“Sayang..!” Ranu mengejar dan berusaha menolong Siska. “Apa-apaan kamu ini, Na. Kenapa tingkahmu jadi bar-bar seperti ini?” Bentak Ranu. Laki-laki itu marah karena melihat Siska tersakiti.
“Kamu sudah kenal aku selama sebelas tahun, Mas. Aku tidak akan mencari masalah jika bukan orang lain yang mencari gara-gara duluan. Dan sekarang kamu juga harus kenal aku. Aku bukan orang yang akan diam jika ada yang mau menindasku.” Ina menatap tajam ke arah Ranu.
“Terhadap keluargamu, selama ini aku diam karena aku masih menghormati mereka. Tapi jangan tanyakan sikapku saat rasa hormat itu sudah habis terkikis oleh pengkhianatan kalian!”
Ranu menelan ludahnya kasar. Pengkhianatan apa yang dimaksud oleh istrinya? Sebelas tahun hidup bersama, tak pernah melihat sisi lain istrinya yang seperti ini. Ina yang dia kenal selama ini adalah wanita yang lemah lembut, halus dalam bertutur sapa, dan sangat penurut pada dia, ataupun pada ibunya.
Ina juga suka menolong. Tak pernah keberatan dengan pekerjaan apapun yang dibebankan padanya. Ina juga tak pernah protes meskipun dia harus bekerja sendirian.
Tapi kenapa sekarang istrinya tiba-tiba berubah? Apa yang membuat istrinya jadi seperti ini? Apa benar yang dikatakan oleh ibunya, bahwa itu semua karena hasutan dari bibinya?
“Sekarang cepat bersihkan! Jangan sampai ada satu pun beling yang tercecer. Awas saja kalau sampai ada yang terinjak oleh Andri. Aku akan kembalikan itu pada kalian.” Ina mengarahkan dua jari ke wajah Ranu dan Siska.
“Dan kau!” Ina menuding Siska. “Di kota sana mungkin kau adalah majikan, tapi di sini aku yang berkuasa. Jadi ikuti aturan mainku! Kau pernah ingin menjadikan aku sebagai babu di istanamu, bukan? Huhh… MIMPI!!!”
Ina menepuk-nepukkan dua telapak tangan seolah baru saja memegang benda kotor kemudian pergi dari tempat itu. Masih ada pekerjaan yang harus dia selesaikan.
***
“Na, nanti kamu tidur di kamar Andri, ya? Aku dan Siska yang tidur di sini!”
Ina baru saja selesai melaksanakan sholat Maghrib, dan baru saja selesai melipat sajadahnya, dan ternyata suaminya sudah menunggu dengan duduk di tepi ranjang.
“Istri mudamu itu baru saja datang dan sudah ingin menggusurku, begitu?” Kali ini Ina benar-benar kesal.
“Bukan begitu, Na. Tapi masa aku dan Siska tidur di ruang tamu? Kan gak ilok, Na, kalau ada orang datang gimana?” Ranu berbicara dengan raut memelas
“Kenapa sih istrimu tidak tidur di rumah ibumu saja? Kan di sana ada banyak kamar?” Ina masih belum mau mengalah. Meskipun memang yang dikatakan suaminya barusan benar. Apalagi ada Andri juga yang harus dia jaga perasaannya. Mana mungkin dia membiarkan putranya itu melihat ayahnya tidur dengan istri barunya.
“Siska tidak bisa tidur kalau ramai, Na. Ayolah, Na. Hanya beberapa malam ini saja kok, Na. Kan nanti habis selamatan di rumah ibu aku dan Siska akan kembali ke kota?” Bujuk Ranu. Sebisa mungkin dia berbicara halus. Seingatnya Ina akan menurut jika dia bersikap baik.
“Emmm,,, atau itu, Na?” Ranu menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. Pria itu ragu untuk melanjutkan ucapannya.
“Atau apa?” Ina mendelik penasaran.
“Atau kamu,,, itu,,, atau kamu minta jatah dulu sekarang? Gak papa kok, Na. Masih sore juga gak papa.”
Humkkk…
Ina menutup mulutnya dengan telapak tangan. Tiba-tiba perutnya terasa mual mendengar ucapan suaminya.
“Mas sadar, mas sudah lama hak ngasih nafkah batin sama kamu. Jadi ayo, kita lakukan sekarang saja.” Ranu nyerocos melanjutkan ucapannya tanpa menyadari perubahan raut wajah istrinya.
Pria itu mendekat ke arah istrinya dan hendak memeluknya. Sejujurnya dia juga merasa kangen dengan Ina. Sudah berapa bulan mereka tidak berjumpa. Sudah berapa bulan mereka tidak iya iya.
“Hush… sana jauh-jauh.” Ina menggerakkan dua tangannya seperti mengusir anak ayam.
“Ayo, Na. Sudah gak usah malu. Mas maklum kok. Siska biar saja dia menunggu di ruang tamu. Dia juga pasti sadar kalau kamu juga istriku.” Ranu merangsek maju, tak memperhatikan penolakan Ina. Dia pikir istrinya itu hanya sedang malu. Malu-malu kucing. Malu tapi sebenarnya mau.
“Aku bilang menjauh Mas.” Sentak Ina karena Ranu tak juga mundur. “Siapa bilang aku ingin jatah darimu. Aku tidak butuh. Aku jijik melihatmu, rasanya perutku mual, aku berasa mau muntah mendengar kata-katamu barusan. Aku tidak suka barang bekas.” Ina berteriak, bergerak melindungi bagian depan tubuhnya dengan menyilangkan dua tangan di depan dada.
“Na,,,?” Ranu tidak percaya dengan penolakan istrinya. Melihat gestur tubuh wanita itu, apalagi mendengar ucapannya. Ina mengatakan jijik padanya. Itu sangat melukai harga dirinya. Sudah beberapa bulan tidak berjumpa. Apakah Ina tidak merindukannya? Kenapa rasanya sakit di tolak seperti ini?
Tiba-tiba saja Ranu teringat ketika dia pulang beberapa bulan yang lalu. Saat itu Ina mendekat untuk melepaskan rindu, tapi dia menolaknya.
Apakah saat itu Ina juga merasakan sakit yang sama? Oh, apakah saat ini istrinya itu hanya sedang ingin membalas dendam? Tiba-tiba Ranu tersenyum. Bukankah itu sangat menggemaskan?
“Aku bilang pergi dulu sana! Kalian mau tidur di sini kan? Oke, aku akan bereskan dulu barang-barangku.” Ina tak memberikan kesempatan Ranu untuk mendekat lagi padanya. “Atau kamu mau aku teriak biar istri mudamu itu datang ke sini?” ancam Ina.
Akhirnya mau tak mau Ranu memilih keluar dari kamar. Membawa dadanya yang tiba-tiba terasa sesak.
Ina segera membereskan barang yang ingin dia bawa ke kamar Andri. Bantal selimut dan alat sholatnya, agar jika waktu sholat tiba, dia tak perlu mengetuk kamar ini.
Menatap sinis ke arah tempat tidur. “Selamat bersenang-senang!” gumamnya sebelum benar-benar keluar dan menutup pintu.
***
“Sayang,,,” Ina masuk ke kamar anaknya, dan segera menghampiri andri yang sedang duduk di meja belajar. “Malam ini Ibu tidur sama Andri, ya?” Ijin Ina. Meskipun anaknya itu pasti setuju, tetap saja dia harus bicara dulu.
“Wah, benarkah?" wajah bocah itu berbinar cerah. "Iya, Bu. Iya. Andri seneng tidur bareng ibu lagi.” Bocah berusia sepuluh tahun itu membalikkan badan dan memeluk pinggang ibunya. Diam beberapa saat dengan wajah menempel di perut ibunya, Andri kemudian mendongak. Ditatapnya wajah wanita yang melahirkannya.
“Bu..?” Panggilnya.
“Iya, Sayang?” Ina menunduk dan mengusap kepala putranya.
“Ibu hebat!” ucap Andri.
Ina mengernyit, tidak mengerti maksud anaknya.
“Ibu seperti Wonder Woman!!” Andri tertawa lebar. Tangannya mengepal ke atas, membentuk sudut siku. Ingin menunjukkan otot lengan yang sama sekali belum terbentuk.
Ina tertawa meski masih belum mengerti maksud putranya. Apa maksudnya Wonder Woman coba?
“Tadi Andri lihat Ibu bisa lawan istri ayah.”
Duarrr…
Ina kaget mendengar ucapan Andri. Bukankah tadi Andri sedang pergi main? Kenapa Andri bisa tahu apa yang dia lakukan pada adik madunya? Ya Tuhan, tanpa sadar dia menunjukkan sisi buruknya pada anaknya. Sisi yang sama sekali tidak pantas untuk dilihat apalagi dicontoh.
“Andri bangga sama Ibu!”
Ehh..? Kenapa malah begini?
“Ayo kita lawan mereka, Bu. Andri akan dukung Ibu. Andri tidak suka dengan istri ayah.”
Ina tercenung mendengar ucapan putranya. Andri memang pernah bilang tidak mau ibu baru. Tapi Ina tidak mau Andri bersikap buruk pada mereka. Apalagi pada ayahnya. Seperti apapun suaminya saat ini, Ina ingin Andri tetap menghormatinya.
***
Sementara itu di kamar lain…
“Mas, kok badanku jadi gatal-gatal sih?” seru Siska.
“Aku juga, Yank,” timpal Ranu.
Sudah sejak satu jam yang lalu mereka masuk kamar, kemudian berbaring di atas tempat tidur. Semula semua normal baik-baik saja. Tapi beberapa menit kemudian mereka mulai menggaruk tangan, lalu kaki, bahkan wajah.
Tak sampai di situ, semakin mereka menggaruk, rasa gatal semakin menyerang. Bukan hanya bagian tubuh yang terbuka, tapi juga yang ada di dalam pakaian.
Untuk Ranu yang kulitnya sedikit gelap mungkin tidak begitu terlihat. Tapi Siska? Kulit wanita berubah warna menjadi merah dan sedikit terkelupas, saking kerasnya dia menggaruk.
“Mas, jangan-jangan ini…?” Siska menatap Ranu tanpa melanjutkan ucapannya. Ranu menghentikan gerakan tangannya. Keduanya saling pandang.
Sedetik kemudian, nafas Ranu memburu diserang amarah, hingga…
“Inaaaa….!!!”
ttp semngat thor/Good/
padahal belum tentu Ranu mau meresmikan pernikahannya.. pasti alasannya krn sayang duitnya.. 😅😅😅