NovelToon NovelToon
Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Dmyth: Kembalinya Hantu Dari Hutan Terlarang.

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Menjadi NPC / Hari Kiamat / Evolusi dan Mutasi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: orpmy

Jo Wira, pemuda yang dikenal karena perburuan darahnya terhadap mereka yang bertanggung jawab atas kematian orang tuanya, kini hidup terisolasi di hutan ini, jauh dari dunia yang mengenalnya sebagai buronan internasional. Namun, kedamaian yang ia cari di tempat terpencil ini mulai goyah ketika ancaman baru datang dari kegelapan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon orpmy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kristal Monster

Di dalam tenda yang remang-remang, Wira membuka matanya perlahan. Sensasi aneh menyelimuti tubuhnya, bukan ketidaknyamanan, justru sebaliknya. Rasa sakit yang sebelumnya terasa di lengannya kini lenyap tanpa sisa. Seluruh tubuhnya terasa kuat, segar, dan lebih berenergi dari sebelumnya.

"Padahal semalam rasanya seperti tubuhku diremas oleh tangan raksasa," gumamnya, memandangi kedua lengannya yang kini tampak lebih berotot dan kokoh.

Ingatan tentang kristal monster yang tak sengaja ia konsumsi membuat hatinya mencelos. Seketika ia tersadar. "Tunggu, jangan-jangan aku berevolusi?!"

Dengan panik, Wira meraba-raba perlengkapannya dan menarik sebuah cermin kecil. Bayangan Kinta yang berubah menjadi zombie setelah memakan kristal zombie berkelebat di pikirannya, menambah kekhawatiran.

Ia memandang cermin dengan tegang, namun sesaat kemudian mendesah lega. "Haaaah... syukurlah, aku masih tampan seperti biasa," ucapnya dengan nada narsis, senyumnya merekah tipis.

Meski penampilannya tidak berubah drastis, Wira langsung menyadari beberapa perubahan signifikan. Kuku tangannya kini lebih panjang, keras, dan tajam seperti bilah pisau. Gigi-giginya pun terlihat lebih menyerupai taring predator.

Namun, itu bukan semuanya yang ia rasakan setelah berevolusi.

Penglihatannya lebih tajam, terutama di tempat gelap. Pendengarannya menjadi lebih sensitif, menangkap suara-suara kecil yang sebelumnya tak pernah ia perhatikan. Dan yang paling mengejutkan, ia bisa merasakan getaran di tanah dengan luar biasa presisi.

Wira duduk bersila di tengah tenda, mencoba memusatkan konsentrasinya pada lingkungan sekitar. Perlahan, ia merasakan getaran halus dari tanah. Nafas teratur Sumba dan dengkuran pelan Kinta membentuk gambaran jelas di benaknya.

Bahkan tanpa melihat, ia tahu persis posisi mereka.

"Sangat menarik..." pikirnya, senyum penasaran menghiasi wajahnya.

Ia memutuskan untuk menguji kemampuan ini lebih jauh. Dengan fokus penuh, ia merasakan getaran mikro yang merambat di bawah permukaan tanah. Ia bisa mendeteksi langkah-langkah kecil para semut yang sibuk bekerja di dalam sarang mereka.

Struktur koloni semut yang rumit, menjalar seperti labirin hingga ratusan meter ke bawah tanah, terbentuk jelas di pikirannya.

Mata Wira berbinar penuh antusias. "Luar biasa. Kemampuan ini pasti akan berguna untuk penggalian nanti." Evolusi yang sebelumnya tidak ia harapkan, tidak disangka sangat bermanfaat baginya.

***

Semalam saat Wira masih terlelap, Kinta dan Sumba, bekerja tanpa lelah. Mereka mengumpulkan mayat-mayat monster hasil buruan dan menumpuknya berdasarkan jenis di beberapa titik.

Ketika Wira selesai melatih kemampuan barunya lalu keluar dari tendanya. Matanya membulat takjub melihat hasil kerja keras kedua temannya. “Kalian berdua sungguh cerdas!” serunya penuh kekaguman sambil memeluk dan mengusap kepala Kinta dan Sumba. Kedua binatang itu terlihat bangga dengan ekor yang bergoyang riang.

Melihat tumpukan mayat monster yang sudah dikategorikan, senyum puas merekah di wajah Wira. Ia tidak perlu lagi bersusah payah mencari kristal monster sendiri. Semuanya sudah dikumpulkan berkat kerja sama Kinta dan Sumba.

Pandangan Wira tertuju pada tumpukan zombie yang sudah nyaris habis, hanya menyisakan tulang-belulang yang mulai rapuh. “Sepertinya mayat zombie paling cepat terserap,” gumamnya sambil memeriksa beberapa kristal berwarna biru pucat di tangannya.

Dengan rasa penasaran, ia menyodorkan salah satu kristal itu ke Kinta. Namun, anjing itu mengendus sebentar, lalu memalingkan wajah.

“Padahal aku penasaran apa yang akan terjadi kalau zombie mengonsumsi kristal zombie. Mungkin kamu bisa jadi lebih kuat…” Wira menghela napas kecewa, lalu beralih menawarkan kristal itu pada Sumba. Sang kuda hanya mendengus ringan dan menatapnya penuh penolakan.

“Baiklah, sepertinya kalian berdua memang tahu apa yang terbaik untuk diri kalian.”

Wira beralih ke tumpukan mayat goblin. Begitu mendekat, bau busuk yang menyengat langsung menyerang hidungnya. Ia buru-buru menutup hidung dengan tangan. Bahkan Sumba mundur beberapa langkah, enggan mendekati bau yang begitu menyiksa. Anehnya, Kinta tampak tidak terganggu sedikit pun.

“Tubuh goblin membusuk lebih lama dibandingkan zombie,” pikir Wira sambil mengerutkan dahi. Ia ragu apakah di antara mayat yang membusuk ini masih ada kristal monster. Tapi tekadnya menguat. “Tidak, pasti ada!” ujarnya menyemangati diri sendiri.

Dengan topeng gas yang dia kenakan, ia mulai menggali tumpukan mayat goblin. Kinta ikut membantu, mencakar-cakar tanah dan mengendus dengan tekun. Sementara Sumba hanya menatap dari kejauhan, ekspresinya menunjukkan ketidaknyamanan.

Beberapa saat kemudian, gonggongan Kinta terdengar. Wira bergegas menghampiri dan melihat Kinta memegang kristal berwarna hijau kehitaman di mulutnya.

“Kerja bagus, Kinta!” seru Wira sambil mengelus kepala anjing itu penuh apresiasi. “Nanti kuberi daging beruang terbaik sebagai hadiah.”

Meski hanya menemukan satu kristal goblin, kepuasan tetap menghiasi wajahnya. Ia merenung sejenak, mencoba menarik kesimpulan. “Energi dari monster yang mati mungkin mengendap di dalam tumpukan mayat, lalu membentuk kristal.”

Namun, satu pertanyaan mengusiknya. “Kalau begitu, kenapa beruang tanah punya kristal di tubuhnya?”

Ia berpikir keras. “Mungkin karena tubuhnya yang besar dan kemampuan sihirnya. Energi yang dihasilkan lebih besar dari monster biasa, jadi kristal terbentuk langsung di dalam tubuhnya.”

Wira berbicara seperti seorang dosen, namun Kinta dan Sumba menatapnya dengan wajah bingung, seolah tak paham apa yang ia jelaskan.

Selanjutnya, Wira menemukan beberapa kristal dari tumpukan mayat serangga yang kali ini berwarna cokelat pekat. Baik Kinta maupun Sumba menolak mentah-mentah kristal itu. Hingga akhirnya, mereka menemukan kristal Spectre yang bersinar ungu kebiruan, memancarkan aura misterius.

Begitu melihatnya, mata Kinta berbinar penuh keinginan. Wira tertawa kecil dan menoleh ke Sumba. “Kau yakin tidak mau?” tanyanya sambil menyodorkan kristal itu. Sumba hanya berpaling, tampaknya sadar Kinta sangat menginginkannya.

“Baiklah. Kinta, kau bisa makan ini setelah sarapan.” Kinta menggonggong senang, ekornya bergerak cepat.

Wira segera memasak sarapan, memastikan mereka semua siap untuk perjalanan selanjutnya. Setelah berkemas dan memastikan tak ada yang tertinggal, Sumba mulai menarik gerobak dengan tenang. Sementara itu, Kinta berbaring di dalam gerobak, tubuhnya bergetar dengan wajah yang terlihat seakan menahan rasa sakit.

Proses evolusi kedua Kinta sedang dimulai.

Wira sangat penasaran apa yang akan terjadi setelah Kinta menyelesaikan evolusi keduanya. "Apa mungkin Kinta akan menjadi anjing hantu?." Wira membayangkan tubuh Kinta akan menjadi transparan seperti Spectre yang dia lihat kemarin malam.

"Jika itu terjadi maka aku khawatir jika tidak bisa mengelus kepalanya lagi." Lirihnya dengan penuh kesedihan.

***

Semakin mendaki gunung, aku merasakan udara yang semakin menipis. Tak hanya itu, tubuhku juga terasa lelah, namun bukan hanya karena kekurangan oksigen. Anomali-anomali yang terus menerus menyerang membuat perjalanan ini semakin sulit.

Tiba-tiba, desisan tajam terdengar dari atas. Langit yang semula terbuka kini dipenuhi puluhan burung berkepala ular yang melayang. Beberapa di antaranya menukik tajam, cakar mereka terbuka lebar seakan hendak menerkam, mulut mereka siap menelan bulat-bulat.

“Ini akan sangat merepotkan kalau harus mengumpulkan mayat mereka nanti,” gumamku. Aku segera mengambil tombak dari grobak dan bersiap bertarung.

Satu per satu burung berkepala ular jatuh, tubuh mereka terkulai saat tombakku mengenai sasaran. Aku terus bergerak, tak memberi ruang bagi musuh untuk menyerang lebih lama. Sumba, yang berjalan tenang di sampingku, seolah tak merasakan ancaman yang ada.

Namun, tiba-tiba Sumba berhenti. Langkahnya terhenti begitu mendadak, seketika aku kehilangan keseimbangan dan terjerembab ke tanah.

“Sumba, ada apa?” tanyaku, kebingungan, setelah berhasil bangkit. Sumba tak menjawab, dia hanya menatap ke atas tebing, tepat di tempat seekor kambing dengan tanduk besar terjebak di dinding batu.

Aku tertegun sejenak. "Ah, aku tahu! Kau menginginkan kristal monster kambing itu, kan?" ujarku, dengan yakin. Sumba mengangkat kedua kaki depannya, seakan mengiyakan.

"Baiklah, tunggu di sini. Aku akan segera membawakan kristalnya untukmu!" aku bersemangat, bersiap untuk mengejar kambing itu dan mendapatkan kristalnya.

Namun, sebelum aku bisa melangkah lebih jauh, sebuah bayangan besar melesat cepat. Seekor macan kumbang yang besar menyambar kambing terjebak itu, menerkamnya dengan gerakan yang begitu cepat dan mematikan.

Sekonyong-konyong, Sumba dan aku berteriak histeris. Ketegangan dalam sekejap berubah menjadi kebingungan dan perasaan terancam. "Tidak akan aku biarkan kau mengambil buruan kami!." Wira dengan marah berlari mengejar macan kumbang yang membawa kristal monster untuk Sumba.

1
Orpmy
Yey, akhirnya chapter 20.

mohon berikan dukungannya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!