Zaky Wijaya diantara dua wanita bernama Zaskia dan Shannon. Kia sudah dikenal sejak lama dan disayangi laksana adik. Shannon resmi menjadi pemilik hati dalam perjumpaan di Bali sebelum berangkat ke Zurich.
Hari terus bergulir seiring cinta yang terus dipupuk oleh Zaky dan Shannon yang sama-sama tinggal di Swiss. Zaky study S2 arsitektur, Shannon bekerja. Masa depan sudah dirancang namun komitmen berubah tak sejalan.
"Siapanya Kia?" Tanya Zaky dengan kening mengkerut. Membalas chat dari Ami, sang adik.
"Katanya....future husband. Minggu depan khitbah."
Zaky menelan ludah. Harusnya ikut bahagia tapi kenapa hati merasa terluka.
Ternyata, butuh waktu bertahun-tahun untuk menyimpulkan rasa sayang yang sebenarnya untuk Kia. Dan kini, apakah sudah terlambat?
The romance story about Kia-Zaky-Shannon.
Follow ig : authormenia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Farewell
Tak terasa sudah 2 jam duduk bersama Kia sambil membahas topik random yang terus sambung menyambung. Zaky banyak memberi perhatian mulai dengan bertanya tentang kapan KKN, tentang dua adik Kia yang kini sekolah di SMP dan SMA, tentang perkembangan kesehatan ibunya Kia setelah operasi usus buntu. Percakapan mengalir dengan santai dalam suasana menyenangkan .
"Kita salat dulu ya, baru pulang." Zaky menatap arloji begitu mendengar adzan Ashar berkumandang dari masjid yang terdengar sampai ke dalam cafe.
Kia mengangguk. Membiarkan dulu Zaky ke mushola yang katanya kapasitasnya kecil hanya cukup untuk 4 orang. Lebih baik salat sendiri-sendiri tidak bercampur laki-laki dan perempuan. Seperti tadi, menyimpan tas milik Zaky di pangkuannya dengan dipegang erat-erat. Sebab di dalamnya ada ponsel, tablet, dompet, dan kunci mobil yang baginya barang berharga yang harus dijaga sepenuh hati dan dengan kerelaan tentunya. Sedetail itu Kia tahu barang bawaan yang selalu mengisi tas pria yang dikaguminya itu.
Giliran Zaky yang menunggu Kia salat. Tak ada barang yang dititipkan karena Kia memilih membawa tasnya. Sambil mengisi waktu, ia memeriksa email terbaru yang dikirim dari Astrid, sekretarisnya Mizyan. File To Do List dibacanya dengan seksama dan kening mengkerut.
Laporan resign secara tertulis berikut lampiran beasiswa ter acc, subuh tadi sudah dikirim secara pribadi terhadap owner RM Architeam. Lalu dibahas lagi saat bertemu di kantor. Ini sudah menjadi kesepakatan di awal saat Zaky menerima pinangan Mizyan untuk bergabung di tim arsiteknya. Bukan sebagai pegawai tetap. Hanya magang sambil menunggu apply beasiswa diterima.
"I can do it." Lirih Zaky dengan yakin usai membaca to do list yang harus diselesaikan di pekan ini sebelum undur pamit.
Di grup Family RM Architeam juga ternyata sedang heboh. Ada 32 pesan belum dibaca. Beberapa orang meng-tag namanya. Ternyata cepat sekali info pengunduran diri tersebar di sesama karyawan dengan suasana kekeluargaan itu. Dan selama ngobrol dengan Kia tadi, ia memang tidak membuka ponsel.
Sani : [Oh no! Ga da Zaky, bakal kehilangan nur di designer room😭]
Joy : [Ceu nur ga ilang woy. Tetep di kantin jualan gado²]
Joy : [@Zaky kudu farewell party pokoknya mah]
Bagas : [Yup. Farewell nya Saturday night @Zaky]
Ayu : [Lokasi? Biar gue bisa nyalon dulu. Kudu glowing to the max buat foto² bareng @Zaky]
Dan masih banyak lagi obrolan dari yang lainnya. Yang membuat Zaky tertawa-tawa sendiri karena keabsurd-an teman-temannya itu. Sementara yang senior lebih menyimak. Dan saat Joy membuat poling 'Farewell or No', 70% suara setuju, sisanya tidak ikut karena bentrok acara keluarga.
[Oke. Tapi jangan Satnight, gue mau ke Bali. Frinight aja gimana?]
Zaky baru membalas setelah dari tadi menyimak semua obrolan. Bersamaan dengan Kia datang dan mengajak pulang.
Honda Jaz putih yang dikemudikan Zaky tiba di depan gerbang kost Humaira. Dari namanya saja sudah terkesan jika penghuninya adalah para mahasiswi yang circle-nya baik. Kia menempati kost itu sejak semester pertama.
"Aa pulang ke Ciamis kapan?" Kia menyempatkan menatap Zaky dulu usai membuka sabuk pengaman. Sepanjang jalan saat mengobrol belum ada pembahasan tentang kapan pulang ke Ciamis dulu.
"Mungkin pekan depan tapi hari pastinya belum tahu. Sabtu ke Bali dulu udah janji mau ketemu Shannon. Minggu sore langsung take off ke Jakarta mau ngurus visa ke kedutaan Swiss. Nginep di rumah Teh Puput. Kalau sempat waktu main ke Depok juga." Jelas Zaky. Di Depok adalah tempat tinggal adiknya bernama Ami yang sudah memiliki anak bayi perempuan yang lucu. Masih kuliah plus menjadi mama muda.
Kia manggut-manggut. "Baiklah. Jaga kesehatan ya. Nanti pulang farewell jangan malam-malam. Kurangi makanan bertepung dan gula, less junk food, less cola. Minuman terbaik tetaplah air putih. Perbanyak konsumsi real food. Ingat, gaya hidup masa muda itu tabungan yang akan dipanen di masa tua."
Zaky tersenyum lebar sambil menyerongkan badan. Menatap Kia penuh binar lalu mengacungkan dua ibu jari. "Nasihat dari anak tekpang emang beda. Ini sih harus jadi ahli gizi Aa after graduate. Eh ralat, gak usah nunggu lulus, nanti selama Aa di Zurich sering-sering chat ulti begini. Soalnya kalau sudah sibuk, seringnya order fast food."
Kia tersenyum dan mengangguk. "Untukmu...tentu dengan senang hati," namun hanya menjadi bahasa kalbu. Yang terucap di bibirnya adalah, "Makasih ya Aa untuk traktirannya. Hati-hati di jalan."
Zaky belum melajukan mobil. Memastikan dulu Kia memasuki gerbang sambil menenteng kantong kresek putih berlogo cafe. Meski tadi Kia menolak saat disuruh membungkus menu untuk makan malam, namun akhirnya ia berinisiatif sendiri memesannya. Kia sejak dulu memang selalu sungkan setiap ditawari apapun sejalan dengan karakternya yang kalem. Jauh beda sama teman sebangkunya yaitu adiknya sendiri, Ami. Bertolak belakang 180 derajat.
***
Empat hari berturut-turut dari Selasa sampai Jumat, menjadi hari sibuk bagi Zaky untuk menuntaskan tugas menyelesaikan desain rumah dengan seluruh detailnya yang lumayan menguras tenaga dan konsentrasi. Masalahnya, yang menjadi kliennya sangat rewel. Di saat desain sudah jadi di hari Rabu, namun klien meminta perubahan ruang di lantai dua. Padahal aturannya, revisi hanya bisa diterima saat meeting preview. Membuatnya harus keluar masuk ruang direktur Mizyan untuk berkonsultasi. Sebab kesabarannya masih belum terlatih.
"Begitulah...karakter klien emang ada aja yang menyebalkan, sok dia punya duit, berani bayar lebih katanya. Seenaknya ngatur di luar rule. Tapi kita memang harus sabar dan tetap tersenyum ngadepin yang begini."
"Iya, Mas. Takutnya jumat gak ke kejar kalau revisi lagi."
"Bisa. Kamu pasti bisa. Gini caranya..."
Dan memang tak cukup hanya skil teori, jam terbang pun sangat berpengaruh. Dengan bimbingan sang bos rasa kakak itu, Zaky berhasil menyelesaikan tugasnya di hari terakhir ia bekerja. Meski selama dua malam harus lembur di depan laptop. Meeting ulang dengan klien berakhir kata deal. Done.
"Bang Zaky, dipanggil Pak Mizyan ke ruangannya." Suara Astrid terdengar di ujung telepon. Zaky bergegas meninggalkan aksi beberes packing barang-barang pribadi. Masuk ke dalam lift menuju lantai enam. Puncak gedung RM Architeam.
"Barusan Mbak Rahma telepon. Ngundang dinner di rumah malam ini. Harus datang ya!" Mizyan to the point menyampaikan pesan dari sang istri.
"Malam ini? Duh gimana ya, Mas?" Zaky menggaruk tengkuk yang tak gatal dengan wajah meringis.
"Sudah ada acara bareng Ayang? Ajak aja sekalian dinner di rumahku."
"Bukan itu, Mas. Anak-anak ngajak farewell. Udah booking private room di cafe Zero."
"Berarti bisa dinner dulu ke rumah, jam tujuh. Nanti lanjut farewell. Harus perpisahan dulu dong sama Dika, Mentari, Mahesa. Masa tiba-tiba Om Zaky-nya ngilang begitu saja. Mereka pasti ngambek."
Zaky termenung untuk beberapa detik. Memang benar selama ini ia sudah dekat dengan keluarga Mizyan. Sampai bosnya itu menolak dipanggil 'Pak'. Bekerja rasa keluarga. Akhirnya Zaky menyetujui.
Meja kerja dan lemari sudah kosong dari barang pribadi. Semua sudah dikemas ke dalam kardus yang kini di dekapnya bersiap pulang. Berhenti sejenak di lobi. Meminta tolong pada Rika yang merupakan petugas resepsionis, untuk memotretnya di depan partisi estetik bertuliskan RM Architeam. Untuk kenang-kenangan dan akan diposting di akun media sosialnya.
"Thank you, Rika. Nanti ikut kan farewell?" Zaky tersenyum puas melihat hasil foto yang hampir semuanya bagus.
"Ikut dong. Tapi sekarang aja udah mellow. Bang Zaky kenapa harus pergi sih. Saat mata perih karna melototi komputer, natap wajahmu bisa jadi penawar." Rika menaik turunkan kedua alisnya diiringi senyum seringai.
"Tenang Ani....Akang Roma akan setia disini." Tiba-tiba Bagas muncul sambil menepuk dada. Diikuti pecah tawa rekan yang lain yang sama-sama bersiap pulang.
Zaky tertawa renyah. Memang selalu saja ada keabsurd-an yang tercipta. Beruntung tak ada yang bermain hati di antara sesama rekan kerja. Semua bisa bercanda dengan lepas. Suasana ini pasti akan dirindukan. Berasa baru kemarin bersama-sama dengan mereka yang selalu punya trik melawak saat jenuh melanda.
Pulang ke rumah. Lebih tepatnya rumah milik keluarga sang kakak ipar bernama Panji yang hampir setahun ini ditempati oleh Zaky. Tinggal bersama sepasang suami istri yang bertugas sebagai asisten rumah tangga dan menjaga rumah. Padahal awalnya ingin mandiri dengan tinggal di kosan. Namun kakak ipar mewajibkan menempati rumah itu sebab sehari-harinya kosong. Paling sesekali keluarga dari Ciamis datang untuk liburan.
Selepas magrib Zaky langsung melajukan mobilnya ke arah rumah Mizyan yang jaraknya sekitar 30 menit berkendara. Menepati janji menghadiri undangan makan malam perpisahan.
"Wow surprise. Ada Om Zaky." Lengkingan suara riang menyambut Zaky saat pintu dibuka oleh asisten rumah tangga. Berasal dari arah sofa. "Om Zaky mau ketemu Papa ya?" sambungnya sambil mendekat dengan satu tangan memeluk boneka kucing.
"Bukan. Om mau ketemu Mentari." Zaky tersenyum simpul melihat si rambut pirang yang lucu.
"Seriously?" Mentari melebarkan mata. "Ulala...yes yes yes." Tubuhnya berputar sambil berjingkrak-jingkrak riang.
Mahesa mendekat dengan tangan memegang mangkuk melamin berisi buah naga potong. Yang kemudian meremas sepotong buah naga dan diusapkan ke pipi Mentari sambil berucap, "Centiiiillll."
"BUNDAAAA. HWUAAA."
Zaky sigap mengusap-usap punggung Mentari yang menangis penuh drama. Menggelegar. Antara kasihan dan menahan tawa melihat pipi putih Mentari berubah warna merah buah naga.
"Ya Salam. Adek ngapain kakak, hm?" Rahma sebagai bundanya anak-anak datang dengan tergopoh-gopoh. Kejengkelan ditekan serendah-rendahnya demi menghadapi keusilan kakak beradik yang biasa menghiasi hari.
Yang ditanya tetap tenang duduk sila dengan wajah tanpa dosa, memakan potongan buah naga menggunakan sendok.
"MAHESA AQIL ABDILLAH!" Ucap Mizyan yang datang paling akhir bersama Dika. Berdiri di samping Rahma.
Membuat Mahesa terperanjat berdiri. Anak berusia 4 tahun itu berdiri tegak dengan tangan memberi hormat.
Lagi-lagi Zaky melipat bibir menahan tawa yang ingin meledak. Memang ia sudah tidak aneh dengan keusilan Mentari maupun Mahesa. Hanya si sulung bernama Mahardika yang kalem dan ngemong kedua adiknya.
"Minta maaf sama Kak Tari." Mizyan menunjuk dengan dagu pada Mentari yang masih terisak-isak. Sedang dilap pipinya oleh Bunda Rahma.
"Maafin adek ya kak." Mahesa segera memeluk Mentari tanpa perlu disuruh dua kali.
"Jangan diulang ya. Hiks." Mentari balas memeluk sambil masih terisak. Papa dan Bunda selalu mengajarkan tidak boleh ngambek lama-lama.
"Hmm, iya. May...."
"Jangan bilang maybe yes maybe no!" Gertak Mentari sambil mendelik.
"Hihihi...." Mahesa memeletkan lidahnya. Namun kemudian melipat bibir demi mendengar deheman Papa Mizyan.
Drama sudah berakhir dan kembali rukun. Terbukti saat semuanya duduk bersama di meja makan. Dalam sesi hening usai makan dengan suasana kekeluargaan, Zaky berucap terima kasih atas segala kebaikan dan kehangatan keluarga Mizyan selama ini.
"Om Zaky, nanti kirimin video gimana ETH Zurich ya. Aku juga pengen kuliah arsitek di sana. Papa sama Bunda support aku kuliah disana." Ucap Dika dengan mata berbinar. Si sulung yang duduk di bangku kelas enam SD semester dua. Akselerasi dengan lompat dari kelas 4 langsung ke kelas 6.
"Siap, Bang Dika. Semangat belajarnya. Bentar lagi SMP, SMA. Go....terbang ke Zurich." Zaky menyemangati dengan mengepalkan tangan.
"Aku juga mau seperti Papa jadi arsitek. Tapi kuliahnya mau di Bandung aja. Gak mau jauh dari Papa dari Bunda. Dimana Bun, lupa lagi."
"ITB." Rahma menjawab pertanyaan putrinya.
Mentari pun menjentikkan jari diiringi senyum lebar. "Adek cita-citanya mau jadi apa?" ujarnya beralih menatap Mahesa yang anteng memakan puding coklat.
"Adek mau jadi tukang parkir."
Tidak ada yang menertawakan ucapan Mahesa. Hanya pada menahan tawa. Harap di maklum imajinasi anak balita menyukai seperti apa yang dilihatnya.
Tak bisa bersantai lama-lama di rumah Mizyan. Usai berfoto-foto dengan ketiga anak berkualitas itu, Zaky pamit sebab teman-temannya sudah berkumpul di cafe Zero. Saatnya farewell party.
...🌷🌷🌷🌷🌷...
Tekpang \= Teknologi pangan
Yang masih lupa, Mahesa Aqil Abdillah ada di bonchap terakhir MELUKIS SENJA. Waktu itu syukuran aqiqah.
Wes sak karepmu wae lah A'.... entek-entekno
Haddueuuuhhh.... yg udah g sabar meraih surga dunia
Ada niat... tapi tidak ada uang
ada uang.... tapi niatnya tidak ada...
sllu syuka crtamu....
Aura pngntn baru mh emng beda y...
dkit2 nyosor....🙈🙈🙈