NovelToon NovelToon
Menikahi Tunangan Impoten

Menikahi Tunangan Impoten

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Seiring Waktu / Pelakor jahat
Popularitas:3.2k
Nilai: 5
Nama Author: rose.rossie

Nayla, seorang gadis sederhana dengan mimpi besar, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis setelah menerima lamaran dari Arga, seorang pria tampan dan sukses namun dikelilingi rumor miring—katanya, ia impoten. Di tengah desakan keluarganya untuk menerima lamaran itu demi masa depan yang lebih baik, Nayla terjebak dalam pernikahan yang dipenuhi misteri dan tanda tanya.

Awalnya, Nayla merasa takut dan canggung. Bagaimana mungkin ia menjalani hidup dengan pria yang dikabarkan tak mampu menjadi suami seutuhnya? Namun, Arga ternyata berbeda dari bayangannya. Di balik sikap dinginnya, ia menyimpan luka masa lalu yang perlahan terbuka di hadapan Nayla.

Saat cinta mulai tumbuh di antara mereka, Nayla menyadari bahwa rumor hanyalah sebagian kecil dari kebenaran. Tetapi, ketika masa lalu Arga kembali menghantui mereka dalam wujud seseorang yang membawa rahasia besar, Nayla dihadapkan pada pilihan sulit, bertahan di pernikahan ini atau meninggalkan sang suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rose.rossie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

“Siapa di sana?” Wanita itu melangkah maju, langkahnya anggun tetapi penuh ancaman. Mata tajamnya menyapu pintu yang sedikit terbuka, seolah tahu bahwa seseorang bersembunyi di baliknya.

Nayla memejamkan mata, mencoba meredakan napasnya yang memburu. Jantungnya terasa berdetak terlalu keras. Ia bersandar ke dinding, tubuhnya gemetar. Kalau wanita itu semakin dekat, habislah dia.

“Aku akan lihat sendiri.” Langkahnya semakin mendekat.

Namun, sebelum wanita itu bisa sampai ke pintu, suara Arga terdengar, tenang tetapi tegas. “Hentikan, Clara. Kau tidak perlu sampai seperti itu.”

Wanita itu berhenti, lalu memutar tubuh dengan elegan. “Kau terlalu santai, Arga. Mengingat betapa pentingnya pertemuan ini.”

Arga menatapnya dingin. “Aku tahu apa yang aku lakukan.”

Clara mendengus kecil, tetapi dia akhirnya mundur ke meja. Nayla, meskipun masih ketakutan, bisa merasakan sesuatu yang ganjil. Nama wanita itu, ekspresinya, dan cara ia bicara kepada Arga—semuanya terasa seperti potongan teka-teki yang terlalu besar untuk diabaikan.

Nayla memutuskan untuk tetap diam, meskipun rasa ingin tahunya terus mendesak untuk lebih maju

Setelah beberapa saat, suara dari dalam ruangan mulai berkurang. Nayla mengintip melalui celah kecil di pintu. Ia melihat Clara berbicara lagi dengan Arga, kali ini dengan suara yang lebih rendah, hampir seperti bisikan. Sayangnya, Nayla tidak bisa mendengar jelas apa yang mereka bicarakan.

Kemudian, Arga menoleh, dan Nayla hampir jatuh karena terkejut. Matanya yang tajam seolah menusuk langsung ke tempatnya. Tetapi alih-alih panik, ia malah mendekat ke pintu, menutupnya pelan, dan berbicara pada Clara dengan nada santai.

“Pertemuan selesai. Aku akan pergi sekarang,” ucap Arga.

Nayla langsung mundur, berlari kecil mencari tempat untuk bersembunyi. Ia mendapati sebuah pilar besar di ujung lorong dan menyelinap di belakangnya. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan Arga keluar bersama Clara.

“Jangan buat kesalahan lagi, Arga. Kau tahu apa yang akan terjadi kalau kau gagal,” Clara berkata sebelum berbalik dan pergi ke arah lain.

Arga hanya mengangguk kecil, lalu melangkah ke lorong yang sama dengan tempat Nayla bersembunyi. Ia berjalan dengan tenang, tetapi langkahnya langsung berhenti saat ia melewati pilar itu.

“Nayla.”

Hanya satu kata itu, tetapi Nayla tahu dia ketahuan. Ia keluar dari persembunyiannya dengan langkah ragu, wajahnya penuh rasa bersalah.

“Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya tanpa ekspresi, tetapi sorot matanya menunjukkan kekecewaan yang dalam.

“Aku... aku hanya ingin tahu,” Nayla menjawab dengan suara hampir berbisik. “Apa yang terjadi? Siapa wanita itu? Apa semua ini?”

Arga tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya dengan pandangan yang sulit ditebak, seperti sedang menimbang sesuatu yang berat. Lalu, dengan suara rendah, ia berkata, “Ini bukan tempatmu, Nayla. Kita pulang sekarang.”

“Tapi—”

“Sekarang.”

Di dalam mobil, keheningan menjadi tembok tebal di antara mereka. Arga menyetir tanpa berkata apa-apa, tetapi tangannya yang mencengkeram setir menunjukkan ketegangan yang tidak biasa. Nayla menatapnya dari sisi lain, mencoba mencari celah untuk bertanya lagi, tetapi wajah Arga terlalu dingin.

Ketika mereka sampai di rumah, Arga berjalan lebih dulu ke dalam tanpa menunggu. Nayla mengekor di belakangnya, tetapi sebelum ia bisa melangkah lebih jauh, Arga menoleh dan berkata, “Aku akan tidur di ruang kerja malam ini.”

“Kau tidak akan menjelaskan apa pun padaku?” Nayla bertanya, suaranya penuh emosi.

“Aku akan menjelaskan semuanya saat waktunya tiba,” jawabnya singkat, lalu menghilang ke dalam ruang kerjanya, meninggalkan Nayla berdiri sendiri di tengah ruang tamu.

---

Beberapa jam berlalu dan Nayla duduk sendirian di kamarnya, pikirannya dipenuhi pertanyaan yang tak terjawab. Siapa Clara? Apa maksud ancamannya? Dan kenapa Arga tampak begitu tertekan?

Kemudian, seperti kilat yang menyambar, ia teringat sesuatu. Koper. Koper yang ia lihat sebelumnya di bawah tempat tidur. Dengan langkah cepat, Nayla menuju kamar Arga.

Pintu ruang kerja itu terkunci, tetapi ia tahu Arga tidak di kamarnya. Dengan hati-hati, Nayla membuka pintu kamar mereka dan merangkak ke bawah tempat tidur. Koper itu masih ada di sana. Kali ini, ia menariknya keluar dan membuka kunci dengan tangan yang gemetar.

Isinya sama seperti sebelumnya—uang, dokumen, dan paspor. Tetapi ada satu hal yang baru ia perhatikan: sebuah amplop kecil yang tersembunyi di sela-sela dokumen.

Ia menarik amplop itu dan membukanya dengan hati-hati. Di dalamnya ada foto yang membuat darahnya membeku. Itu adalah foto Clara, tetapi di sampingnya ada Arga, tersenyum dengan cara yang belum pernah ia lihat sebelumnya—sebuah senyum bahagia yang tulus.

Sebelum Nayla bisa mencerna foto itu lebih jauh, pintu kamar terbuka dengan keras. Arga berdiri di sana, matanya tajam seperti pisau. “Apa yang kau lakukan dengan koperku, Nayla?”

Nayla terdiam, tubuhnya kaku seperti patung. Foto di tangannya terasa membakar kulit, sementara pandangan Arga yang dingin menusuk langsung ke dalam jiwanya. Ia mencoba menjelaskan, tetapi kata-kata tersangkut di tenggorokannya.

“Aku bertanya, Nayla,” ulang Arga, suaranya pelan, tapi penuh ancaman. Ia melangkah mendekat, setiap langkahnya membuat Nayla semakin terpojok. “Kenapa kau membuka koperku?”

“Aku… aku hanya ingin tahu,” akhirnya Nayla berkata, suaranya hampir tak terdengar. “Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Siapa Clara? Kenapa ada paspor dengan nama lain? Dan kenapa kau tidak pernah menceritakan apa pun padaku?”

Arga mendekat sampai jaraknya hanya beberapa langkah. Ia melihat koper yang terbuka dan amplop di tangan Nayla. Sekilas, ekspresinya berubah—ada sesuatu di sana, seperti rasa sakit yang terpendam—tetapi segera hilang, digantikan oleh topeng dingin yang biasa ia pakai.

“Kau tidak punya hak untuk mengorek-ngorek urusanku, Nayla,” katanya tegas. “Semua ini bukan untuk kau campuri.”

Nayla bangkit berdiri, mendapati keberanian yang muncul entah dari mana. “Aku istrimu, Arga! Kalau bukan aku yang tahu, siapa lagi? Kau tidak bisa terus-menerus menyembunyikan segalanya dariku. Pernikahan ini... ini terasa seperti ilusi. Kau bilang aku harus percaya padamu, tapi kau bahkan tidak percaya padaku!”

Arga terdiam, menatap Nayla seperti sedang memutuskan apakah ia layak mendapatkan kebenaran. Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, ia mendesah panjang.

“Kau tidak akan mengerti,” katanya akhirnya, nada suaranya melembut sedikit. “Clara... dia adalah bagian dari masa laluku. Dia orang yang meninggalkanku di saat aku kehilangan segalanya. Paspor itu—nama di sana adalah identitas yang pernah aku pakai untuk melindungi diriku.”

“Melindungi dari apa?” Nayla bertanya, tidak puas dengan jawaban singkat itu.

“Dari dunia yang selalu berusaha menjatuhkanku,” jawabnya samar. “Dan dari orang-orang yang terus mengejarku bahkan setelah aku mencoba hidup baru.”

Nayla menggelengkan kepala, merasa semakin bingung. “Apa maksudmu? Clara mengejarmu? Kenapa? Apa hubungannya semua ini dengan aku?”

Arga menatapnya dengan sorot mata yang sulit diterjemahkan. “Karena sekarang, kau adalah kelemahanku.”

---

Malam itu, Nayla tidak bisa tidur. Kata-kata Arga terus berputar di kepalanya, membuatnya bingung dan takut sekaligus. Kelemahannya? Apa maksudnya? Apakah itu berarti ia dalam bahaya?

Ponselnya tiba-tiba bergetar, dan ia nyaris menjatuhkannya karena terkejut. Pesan masuk dari nomor tak dikenal itu membuat napasnya terhenti.

"Kau sudah melihat koper itu, kan? Jangan percaya padanya. Besok malam, aku akan menunggumu di alamat yang sama. Jangan sampai kau terlambat lagi."

Kata-kata itu seperti racun yang perlahan menyebar di pikirannya. Siapa pengirim pesan ini? Dan kenapa ia tahu tentang koper itu? Apakah ada mata-mata di dalam rumah ini?

Namun, sebelum ia bisa memikirkan lebih jauh, pintu kamar terbuka perlahan. Arga berdiri di sana, wajahnya lelah tetapi matanya penuh tekad.

“Kita perlu bicara,” katanya tanpa menunggu persetujuan.

Nayla meneguk ludah, merasa jantungnya kembali berdebar kencang. “Tentang apa?”

“Semua ini.” Arga melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. “Aku tidak bisa terus menyembunyikannya darimu. Kalau kau mau bertahan dalam pernikahan ini, kau harus tahu segalanya. Tapi...” Ia berhenti, matanya tajam menatap Nayla. “Setelah kau tahu, tidak ada jalan kembali.”

Nayla merasa tenggorokannya mengering. “Apa maksudmu?”

“Dunia yang kau kenal tidak seperti yang terlihat,” jawab Arga samar. “Clara, koper itu, semua pesan yang kau terima—mereka bagian dari sesuatu yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan.”

“Jadi katakan padaku,” Nayla memaksa. “Aku ingin tahu.”

Arga mengangguk pelan, lalu duduk di tepi ranjang. Ia menatap Nayla dengan tatapan yang lebih lembut dari sebelumnya, tetapi ada kegelapan di dalam matanya yang tak bisa diabaikan.

“Clara bukan hanya mantan tunanganku. Dia adalah orang yang menghancurkan hidupku. Dan sekarang, dia kembali untuk mengambil sesuatu dariku. Masalahnya, Nayla, aku tidak yakin dia hanya mengincar aku. Bisa saja dia juga mengincarmu.”

Sebelum Nayla bisa merespons, suara kaca pecah terdengar dari ruang tamu. Arga langsung bangkit, wajahnya berubah menjadi tegang. “Tunggu di sini. Jangan ke mana-mana.”

1
Mumtaz Zaky
emang cerita horor gituh??
roserossie: nggak kak, biar tegang pembacanya 😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!