Menikahi Tunangan Impoten
Langit sore memancarkan warna jingga samar saat Nayla kembali dari pasar, membawa beberapa kantong plastik berisi bahan makanan. Rumahnya yang sederhana di ujung gang tampak lengang, hanya terdengar suara ibu-ibu berbincang di depan rumah tetangga. Namun, suasana di dalam rumahnya berbeda.
“Nayla, cepat sini!” Suara lantang ibunya terdengar dari ruang tamu.
Nayla melangkah masuk dengan sedikit bingung. Di ruang tamu, ayahnya duduk kaku dengan wajah serius, sementara ibunya tampak gelisah, menggenggam amplop berwarna emas. Tepat di hadapan mereka, Pak Irwan, tetangga kaya raya di kompleks mereka, duduk dengan senyum tipis di wajahnya.
“Pak Irwan?” Nayla memiringkan kepala. “Ada apa ya?”
Pak Irwan tersenyum lebih lebar. “Ada kabar baik untukmu, Nayla. Putraku, Arga, ingin melamarmu.”
Dunia Nayla seolah berhenti sejenak. Arga? Nama itu lebih sering ia dengar dari cerita orang-orang di pasar atau obrolan ibu-ibu arisan. Pria tampan dan kaya, tapi di balik kesempurnaan itu, ada rumor yang selalu mengiringi namanya.
“Arga… yang itu, Pak?” Nayla bertanya pelan, ragu-ragu.
Pak Irwan terkekeh, seolah mengerti apa yang ada di pikiran Nayla. “Ya, Arga yang itu. Anak saya ingin memulai hidup baru, dan dia memilih kamu sebagai istrinya.”
“M-memilih saya? Tapi, kenapa?” Nayla menatap ayah dan ibunya, mencari penjelasan.
Ibunya berdeham, lalu berkata dengan suara yang dibuat tegas, “Arga adalah pria baik, Nayla. Dia punya masa depan cerah. Kamu seharusnya merasa bersyukur.”
“Tapi, Bu—”
“Tidak ada tapi-tapi! Kamu tahu sendiri keadaan keluarga kita, kan?” Ibunya memotong, nada suaranya naik sedikit.
Nayla tahu apa yang dimaksud ibunya. Ayahnya yang baru saja kehilangan pekerjaan, adiknya yang masih sekolah, dan biaya hidup yang semakin menghimpit. Tapi, menikah dengan pria yang bahkan tidak ia kenal?
Pak Irwan mengambil alih pembicaraan. “Saya paham ini mendadak, Nayla. Tapi Arga benar-benar serius. Kami akan menanggung semua biaya pernikahan, dan setelah menikah, hidupmu akan jauh lebih baik.”
Kata-kata itu meluncur dengan mudah dari mulut Pak Irwan, seolah pernikahan adalah sekadar transaksi. Nayla menggenggam erat kantong plastik di tangannya, merasakan kantong itu mulai berembun di telapak tangannya.
“Beri saya waktu untuk berpikir, Pak,” jawab Nayla akhirnya, suaranya nyaris berbisik.
Pak Irwan mengangguk. “Tentu, saya paham. Tapi tolong, jangan lama-lama. Arga ingin semuanya segera terlaksana.”
Setelah Pak Irwan pergi, keheningan memenuhi ruang tamu. Nayla duduk di kursi, menatap amplop emas yang kini berada di atas meja.
“Bu, apa Ibu serius dengan ini?” Nayla bertanya dengan nada hampir memohon.
“Nayla, kamu harus berpikir jernih. Pernikahan ini bisa mengubah hidup kita semua. Kamu mau lihat adikmu putus sekolah? Mau lihat ayahmu terus menganggur?” Ibunya menatapnya tajam.
“Tapi, Bu… orang-orang bilang Arga—”
“Jangan dengarkan omongan orang! Itu cuma iri karena kita akan punya menantu kaya!” Ibunya memotong lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.
Nayla diam, pikirannya penuh dengan pertanyaan. Bagaimana mungkin seseorang yang tidak pernah ia kenal memilihnya sebagai istri? Dan bagaimana ia menghadapi rumor yang sudah terlanjur menyebar?
---
Keesokan harinya, Nayla menemukan dirinya duduk di depan cermin kamarnya, mengenakan pakaian terbaiknya. Ibunya sibuk mengatur rambutnya, sementara suara tamu yang berdatangan menggema di ruang tamu.
“Kenapa harus sekarang?” Nayla bergumam pelan.
“Arga ingin segera bertemu. Ini kesempatan emas, Nayla. Jangan sia-siakan.” Ibunya menepuk bahunya sebelum meninggalkan kamar.
Beberapa menit kemudian, Nayla melangkah ke ruang tamu. Matanya langsung tertuju pada seorang pria yang duduk di tengah ruangan, mengenakan kemeja putih dengan potongan rapi. Itu pasti Arga.
“Silakan duduk, Nayla.” Suara ayahnya memecah keheningan.
Nayla menurut, duduk di kursi di seberang Arga. Pria itu menatapnya dengan mata tajam, namun tidak mengintimidasi. Ada ketenangan yang aneh dalam dirinya, sesuatu yang Nayla sulit pahami.
“Jadi, kamu Nayla.” Suara Arga terdengar dalam dan tenang.
Nayla mengangguk. “Dan Anda Arga.”
Arga mengulas senyum tipis. “Kita akan menikah. Itu sudah saya putuskan.”
“Kita bahkan tidak saling mengenal,” Nayla berkata, suaranya terdengar lebih tegas dari yang ia harapkan.
“Kita akan punya banyak waktu untuk itu setelah menikah.” Jawaban Arga terdengar datar, seolah tidak memberi ruang untuk penolakan.
“Tapi, kenapa saya? Dari semua wanita di luar sana, kenapa harus saya?”
Arga diam sejenak, matanya mengamati wajah Nayla dengan cermat. “Karena kamu berbeda. Kamu bukan tipe wanita yang hanya peduli pada harta atau status.”
Nayla hampir tertawa mendengar jawaban itu. Bagaimana dia bisa tahu tentang dirinya, padahal mereka baru bertemu?
“Apakah ini benar-benar keinginan Anda, atau ini hanya karena tekanan keluarga?” Nayla memberanikan diri bertanya.
Arga menatapnya tajam, tapi ada kilatan emosi di matanya yang membuat Nayla bergidik. “Keputusan ini milikku. Dan aku harap kamu bisa menerima.”
---
Malam itu, Nayla duduk sendirian di kamarnya, memikirkan semua yang terjadi. Jawaban Arga tadi terus terngiang di telinganya. Ada sesuatu tentang pria itu yang membuatnya sulit dipahami.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.
“Berhati-hatilah dengan Arga. Dia tidak seperti yang kamu pikirkan. Jangan membuat keputusan yang akan kamu sesali.”
Nayla memandang pesan itu dengan jantung berdebar. Siapa yang mengirim pesan ini? Dan apa maksudnya? Nayla memandangi layar ponselnya, sementara pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. Di luar jendela, bayangan seseorang tampak berdiri di bawah lampu jalan, memperhatikan rumahnya dari kejauhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments