NovelToon NovelToon
PLAY ON

PLAY ON

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Beda Usia / Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers
Popularitas:40.6k
Nilai: 5
Nama Author: Tris rahmawati

Auriga tidak menyadari dia sedang terjebak dalam sebuah masalah yang akan berbuntut panjang bersama Abel, gadis 18 tahun, putri temannya yang baru saja lulus SMA.

Obsesi Abel kepada Auriga yang telah terpendam selama beberapa tahun membuat gadis itu nekat menyamar menjadi seorang wanita pemandu lagu di sebuah tempat hiburan malam. Tempat itu disewa oleh Mahendra, ayah Abel, untuk menyambut tamu-tamunya.
“Bel, kalau bokap lo tahu, gue bisa mati!” Kata Ode asisten sang ayah tengah berbisik.
“Ssst...tenang! Semuanya aman terkendali!” Abel berkata penuh percaya diri.
“Tenang-tenang gimana? Ini tempat bukan buat bocah ingusan kayak elo!”
“Dua hari lagi aku 18 tahun! Oh my God, gatel ya,Mahen!Lo ya, ganjen banget! Katanya nggak mau nikah lagi tapi ani-aninya seabrek!" Umpat Abel pada sang papa.

***
Di satu sisi lain sebuah kebahagiaan untuk Auriga saat mengetahui hubungan rumah tangga mantannya tidak baik-baik saja dan tidak bahagia dia pun kembali terhubung dengannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tris rahmawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

13 Di mana dia?

Setelah mendapatkan ucapan yang sangat menyadarkan dari Cecil, Abel mendadak kehilangan semangat untuk berakting atau bermain-main seperti biasanya. Apa lagi ucapan-ucapan itu tidak hanya berhenti saat di kamar namun saat mereka berjalan turun ke mobil, Cecil tiba-tiba membuka pembicaraan dengan nada yang terdengar sinis.

“Pak Riga itu orangnya baik ke semua orang, Ana. Jangan pernah salah paham pokoknya, biasanya perempuan kalau di gituin cepat baper,” ujar Cecil sambil melangkah dengan santai di depan Abel. “Dia memang sering memberikan hadiah, nggak cuma ke kamu. Saya, sebagai sekretarisnya, juga sering dibelanjai atau diberi macam-macam oleh beliau. Itu sudah biasa.”

Abel hanya menunduk, mengikuti langkah Cecil tanpa menyahut. Kata-kata Cecil terasa seperti tamparan kecil yang mengingatkan posisinya.

“Sebaiknya, kalau sedang bekerja, fokus aja sama pekerjaan. Jangan terlalu terbawa perasaan hanya karena sikap baik seseorang. Apalagi hal-hal seperti ini biasa saja untuk Pak Riga.” Cecil melanjutkan, nadanya terdengar tegas, seperti seorang senior yang ingin memberikan pelajaran pada juniornya.

Abel menggigit bibirnya. Ia terus berjalan di belakang Cecil, mencerna setiap kalimat yang terlontar. Wajahnya terasa ingin dia tutupi. Kata-kata itu berhasil membuatnya tersindir sekali herannya bibirnya sulit sekali untuk melawan dan menjawab siapa yang baper.

Sebagai gadis muda yang tidak sering berkomunikasi dan tidak banyak bergaul sulit sekali rasanya dia membantah.

Diam-diam, Abel menarik napas panjang, mencoba menenangkan hatinya.

Cecil berhenti sejenak, menoleh ke Abel dengan senyum tipis. “Sekali lagi, jangan salah paham, ya. Saya cuma nggak mau kamu merasa terlalu jauh. Fokus saja kerja. Lagian, nggak mungkin kan Pak Riga, yang dikenal sebagai pebisnis hebat, smart, dan punya nama, dekatin orang yang biasa-biasa aja. Ya, nggak ada yang nggak mungkin sih, tapi minimal tingkatkan value dulu. Mantannya beliau aja bukan orang sembarangan.”

Abel berhenti berjalan, hatinya terasa semakin tertekan oleh kata-kata itu. Tapi kali ini, ada sesuatu dalam dirinya yang mendorongnya untuk melawan. Ia menarik napas panjang, lalu berkata, “Siapa yang Mbak maksud cari perhatian? Siapa yang baper atau berharap disukai? Saya nggak pernah mengatakan apa-apa. Kenapa Mbak bisa berpikir seperti itu?”

Cecil ikut berhenti dan menoleh ke Abel. Ia tersenyum lebar, sedikit mengejek. “Nyangkal aja nggak apa-apa, Ana. Itu kelihatan kok.” Setelah mengatakan itu, Cecil melanjutkan langkahnya menuju pintu keluar lobi.

Abel hanya bisa terdiam. Ia merasa tak ada gunanya menjawab lebih jauh, tetapi hatinya masih terasa panas.

Saat mereka tiba di luar, mobil sudah menunggu. Auriga dan sopir tampak duduk di dalam. Cecil naik lebih dulu, menyapa Auriga dengan santai, lalu Abel mengikuti di belakang. Sesaat sebelum masuk, Abel menarik napas panjang lagi, mencoba menenangkan perasaannya.

Tapi, di dalam hati kecil Abel, ada tekad yang perlahan tumbuh gimana kalau suatu hari apa yang lo katain enggak mungkin itu kejadian? Apa yang terjadi kalau sampai Auriga suka gue? Lo pasti kejang-kejang.

***

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Abel duduk diam di kursinya seperti biasa. Apalagi setelah percakapannya dengan Cecil yang membuatnya merasa kesal, ia semakin memilih untuk tidak banyak bicara. Auriga juga tampak sibuk dengan ponselnya di sebelah, sementara Cecil di kursi depan berbincang ringan dengan sopir.

Namun, suasana yang semula hening itu tiba-tiba berubah ketika Auriga menoleh sedikit ke arah Abel dan bertanya, "Gimana? Lebih baik setelah istirahat? Masih sakit kepalanya?"

Pertanyaan itu terdengar jelas, tidak hanya oleh Abel, tetapi juga oleh Cecil dan sopir di depan. Abel mendadak terkejut, tidak menyangka Auriga akan peduli hingga menanyakan kondisinya secara langsung.

Demi apapun, ini seperti momen kemenangan kecil baginya, Abel menatap Cecil sekilas, puas membayangkan ekspresi tidak sukanya karena mendengar Auriga perhatian padanya.

Dengan sedikit gugup, Abel menjawab, "Ya, Mas... lumayan lebih baik."

Jawaban itu mungkin terdengar sederhana, tetapi bagi Abel, rasanya seperti sebuah pernyataan kemenangan yang mematahkan ucapan Cecil sebelumnya. Meski hanya sepenggal pertanyaan sederhana dari Auriga, itu cukup untuk membuat Abel merasa bahwa dirinya tidak sepenuhnya diabaikan dan tidak layak.

Cecil, yang sebelumnya tenang, tampak mencuri pandang ke arah Auriga melalui kaca spion, lalu kembali berpura-pura sibuk dengan ponselnya mengumpat dalam hati.

Sementara itu, Abel perlahan duduk tegak, berusaha terlihat biasa saja, meski dalam hati ia sedang bersorak.

Lihat, mbak Cecil. Dia nanyain keadaan perempuan yang cuma biasa aja ini loh. Jadi simpan aja kata-kata sombong lo Cecil, lo nggak akan pernah isi hati seseorang kayak apa. Abel menggigit bibirnya menahan senyum kecil yang nyaris lolos dari wajahnya.

Namun tiba-tiba Abel tersadar, pernyataan kayak gini doang bangga? Kan udah di kasih tahu hal-hal kayak gitu biasa Riga lakuin sama semua orang.

Shit!

Its okay.

Masih banyak jalan menuju Mas Riga, kalau bangkai jalanan yang menghadang cuma seekor Mbak-mbak Usil, gue yakin sih bisa berhasil.

***

Di ruang dokter, suasana terasa lumayan menegangkan. Auriga tampak serius bahkan sangat kritis, menanyakan kondisi kesehatan Abel. Sorot matanya tegas, seperti tak ingin melewatkan satu pun detail. Ia terus memastikan ulang segala hal yang pernah dibahas sebelumnya saat Abel pertama kali diperiksa di rumah sakit.

“Dok, apa benar ini cuma trauma psikologis? Apa mungkin ada kerusakan pada otaknya? Atau jangan-jangan ini amnesia permanen? Sampai saat ini dia masih sering sakit kepala dan belum ada tanda-tanda ingat apapun.” tanya Auriga dengan nada nyaris mendesak, membuat dokter yang duduk di seberangnya jadi ikut tegang.

Abel hanya duduk diam di sudut ruangan, seperti merasa semakin kecil. Pertanyaan-pertanyaan itu berulang kali terucap, dan setiap kata yang keluar dari mulut Auriga terasa seperti gugatan ketidakterimaan.

Wajah pria itu menunjukkan ketidakpuasan dengan hasil pemeriksaan, seolah tak pernah benar-benar menerima situasi ini.

Abel memandang Auriga dengan hati yang semakin tenggelam. Ternyata, ketenangan yang terlihat selama ini hanyalah omong kosong. Di balik sikap tenang dan tampak peduli, Auriga sebenarnya masih sulit menerima kehadiran Ana si wanita asing.

Dimana Ana yang tiba-tiba datang seolah tanpa masa lalu dan tanpa arah kemana Auriga akan melihat jejak wanita itu untuk mengembalikan tempat asalnya, benar-benar menjadi duri di hati pria itu.

Sementara dokter mencoba menjelaskan ulang hasil pemeriksaan sebelumnya bahwa ingatan Abel yang hilang sebagian besar disebabkan oleh trauma psikologis.

Abel hanya bisa pasrah. Ia tahu ini mungkin terdengar memuakkan bagi Auriga, dan dirinya pun mulai bertanya-tanya dalam hati.

“Haruskah aku menyerah saja? Haruskah aku berhenti mencoba?” pikir Abel, menelan rasa bersalah yang terus menghantuinya.

“Jadi, traumanya yang menyebabkan ingatannya terpendam?” ulang Auriga sekali lagi, seakan ingin memastikan dokter tidak salah bicara.

Dokter mengangguk. “Ya, sejauh ini tidak ada indikasi kelainan pada otak. Secara fisik, dia sehat. Tapi kondisi ini membutuhkan waktu dan dukungan emosional untuk pulih, jika memang memungkinkan.”

Kata-kata itu menggantung di dinding ketidakpuasan. Auriga bersandar di kursinya, matanya tetap tertuju pada Abel, penuh tanda tanya.

Abel, yang merasa semua ini hanya memperparah situasi, menundukkan kepala, menghindari tatapan pria itu.

Di dalam hati, Abel merasa semakin kecil. Segala usaha dan pengorbanannya untuk mendekat pada Auriga rasanya sudah kelewatan. Dan kini, di hadapan dokter, pria itu kembali protes tidak terima dan menolak segalanya.

Sunyi menyelimuti sudut rumah sakit, hanya terdengar suara gemercik keran air dari wastafel dan langkah-langkah orang yang keluar masuk kamar mandi.

Di salah satu bilik, Abel duduk memeluk lutut di atas kloset. Matanya kosong, tapi tidak ada air mata yang keluar. Ia terjebak dalam pikirannya sendiri.

Abel malu. Ia kacau. Ia merasa salah langkah. Tapi di saat yang sama, ada ego yang menolak menyerah.

Abel menggigit bibir untuk menahan tangis yang seolah tersangkut di tenggorokan.

Sementara itu, di luar kamar mandi, suasana mulai berubah menjadi kepanikan Auriga sedang mencarinya.

“Ya dia pakai baju coklat rambutnya panjang segini, pakai tas hitam.” suara Auriga terdengar tegas, nyaris panik, saat ia bertanya kepada seorang petugas keamanan di ujung koridor.

“Beda pak, mungkin saya salah.” Pria itu kembali berjalan cepat, menyisir setiap sudut rumah sakit.

Auriga bahkan meminta bantuan satpam untuk memeriksa jalanan di sekitar rumah sakit. Beberapa perawat ikut membantu, merasa situasi ini mendesak.

Seorang pengunjung rumah sakit mengatakan bahwa mereka melihat seseorang dengan ciri-ciri seperti yang Auriga ceritakan dia berjalan ke arah pintu keluar. Mendengar itu, Auriga langsung bergegas menuju sana, matanya liar mencari sosoknya.

Ketegangan memenuhi wajahnya. Di dalam hatinya, Auriga tahu ini salahnya.

“Dia pasti sakit hati,” pikirnya, Auriga ingat kembali percakapannya di ruangan dokter. Ucapannya tadi mungkin terlalu keras, terlalu blak-blakan. Mungkin Abel merasa dirinya tidak diinginkan, dianggap beban.

Auriga berhenti di dekat pintu keluar, matanya menyapu jalanan di luar rumah sakit. Dia menerka-nerka kemana wanita itu bagaimana jika dia pergi jauh dan tidak kembali.

Bukankah itu bagus? Tidak, Auriga merasa itu malah akan membuat dia merasa terbebani dan terus memikirkan dia.

Sampai akhirnya Auriga memarahi sopir dan sekretarisnya.

“Hanya diam? Hanya membiarkan? Ini masih jam bekerja apa yang jadi urusan saya adalah urusan kalian juga.”

“Pak, kami tidak tahu—” jawab Cecil gugup, tapi Auriga memotongnya dengan nada penuh frustrasi.

“Dia itu dalam keadaan tidak stabil! Bagaimana kalian bisa membiarkan dia pergi sendirian?!” suara Auriga bergetar, tidak hanya marah, tapi juga diliputi rasa bersalah yang mendalam.

Di dalam kamar mandi, Abel masih duduk di tempat yang sama. Ia tidak tahu bahwa di luar sana, Auriga tengah panik mencarinya. Ia hanya tahu satu hal dia hanya mau diam sendiri tanpa siapapun.

1
lyani
putar otak bel cari aman sampai berangkat k Aussie.....
ehhh..ngga taunya Riga malah 1 pesawat /Facepalm/
Atun TuchiZhama
cuit cuit 🤣🤣
tintiin21
Ok ikuti kata Ode Abel stay slayyy..... 🤣🤣🤣🤣
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
ode😆😆😆😆😆😆

waaah baru ngeh aku ternyata auriga anak nya julian dan dilvina🧐😂
lyani
mau tes DNA dengan barang d rmh oma?
awas malah makin dekat kalian ga...
ana.....siap2 kau
lyani
menjadi istrimu mas
lyani
dan semesta pun mendukung....
hayyoo lohhhh bel
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
awas bel ntar kmu yg kenak getah nya🤣🤣🤣🤣🤣
lyani
cieee yg rindu
⏤͟͟͞͞RL𝖎𝖓𝖆 𝕯𝖆𝖓𝖎𝖊𝖑🧢
seruu ini baru pas bca setelah kumpulin banyak bab🤣🤣🤣🤣,yakin karya kak tris bkin sdih juga ketawa terpingkal2🤣 masih ingat kisah shofia🤣🤣🤣
lyani
nah loh
lyani
cieee yg pen dipamitin ana
lyani
ketularan ana kamu tuh
lyani
jebakan?
lyani
welehhh
Mayha Grizelle
aduh kk trus slalu ku tunggu update nya.... love you pokona mh
🥵🥵🥵
kekhawatiran Abel Takut ketauanya itu resikonya bel 😂
Yumna
Sejauh ini masih aman ya bel… 🤭
🥵🥵🥵
beuuuhhh jleb gak bel
🥵🥵🥵
aiiiih cieee ternyata sosok ana maninggalkan banyak kenangan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!