Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 33
Ailen tak pernah menyangka hidupnya akan berputar secepat ini. Dari dia yang hanya seorang dokter bedah, tiba-tiba saja berubah menjadi sesosok wanita dengan gaun pengantin panjang melekat di tubuhnya. Apakah ini mimpi? Ailen bertanya-tanya. Tetapi penampakkan seorang pendeta yang sedang membacakan janji pernikahan, terdengar begitu nyata di telinga.
"Nona Ailen, apakah Anda bersedia untuk mencintai suami Anda hingga akhir hayat?"
" .... "
"Nona Ailen??"
Derren menoleh. Pengantinnya melamun. Iseng, tangannya bergerak pelan mengusap pinggang Ailen hingga membuatnya tersentak kaget. Derren kemudian berbisik. "Fokus, sayang. Pendeta sedang menanyakan kesediaanmu untuk mencintaiku sampai akhir hayat. Jawablah,"
"Hah?"
"Fokus ke depan. Kita sedang mengucap janji suci di hadapan Tuhan. Fokus,"
Glukk
(Jadi benar ini bukan mimpi? Aku ... menikah dengan Derren? Ya Tuhan, jadi ini nyata ya)
"Sekali lagi saya akan bertanya pada Nona Ailen. Bersediakah Anda mencintai Tuan Derren hingga akhir hayat?" ucap pendeta kembali mengulang pertanyaan. Dia cukup maklum akan kegugupan sang mempelai wanita. Banyak terjadi kasus seperti ini, jadi bukan sesuatu yang baru.
"S-saya ... saya .... "
"Sayang, fokus," bisik Derren.
Dada Ailen bergerak naik turun dengan cepat. Lidahnya terasa kaku saat ingin menjawab iya. Mampukah dia mengkhianati perasaannya sendiri? Dia tak mencintai Derren, tapi tidak mungkin juga membatalkan pernikahan mereka. Ailen dilema. Di satu sisi dia takut hubungan one night stand mereka akan membuahkan benih di rahimnya, dan Derren mengancam tidak mau bertanggung jawab jika dia menolak menikah dengannya malam ini juga. Tetapi jika tetap diteruskan, bagaimana dengan cinta yang selama ini Ailen jaga untuk dokter Fredy?
"Nona Ailen?"
"Saya bersedia."
Derren tersenyum penuh kemenangan begitu Ailen menyatakan kesediaannya. Lega sekali. Akhirnya wanita menjadi miliknya juga.
Begitu mendengar kesediaan dari kedua mempelai, pendeta menyelesaikan akad hingga akhir. Setelah itu dia mengesahkan hubungan kedua sebagai pasangan suami istri yang resmi di mata hukum dan agama.
"Ailen!"
Juria menyeka air mata yang membanjir sambil berjalan menghampiri sahabatnya yang kini berstatus sebagai istri orang. Begitu sampai, dia langsung memeluknya erat.
"Selamat ya, sayang. Sekarang kau resmi menjadi Nyonya Maldiven. Aku bahagia sekali,"
"Kau bahagia karena aku sahabatmu atau karena sahabatmu menikah dengan orang kaya. Yang mana yang benar?" tanya Ailen dengan tatapan kosong.
(Sekarang aku istrinya Derren? Istrinya Derren?)
"Hei, jangan salah paham dulu. Tentu aku bahagia karena sahabatku menikah dengan orang mapan, tampan, dan penyayang. Kurang apalagi? Bukankah ini terlalu sempurna? Di luar sana ada banyak sekali wanita yang bermimpi bisa berada di posisimu. Bahkan aku juga demikian. Tapi apalah daya, nasibku tak seberuntung dirimu. Jadi tersenyumlah. Tidak baik pengantin baru cemberut seperti ini. Ayo tersenyum."
Julian berjalan mendekati bosnya kemudian berbisik. Ada sesuatu yang terjadi.
"Sekarang?"
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu akan seperti ini kejadiannya."
"Tapi ini malam pernikahanku. Apa tidak bisa ditunda lusa?" protes Derren seraya memasang ekspresi jengkel. Yang benar saja.
"Sekali lagi saya minta maaf. Ini diluar kendali saya,"
"Huh!"
Derren mengibaskan tangan meminta Julian menjauh. Moodnya seketika rusak. Dia lalu menatap lekat wanita cantik yang kini tengah mengobrol dengan wanita lain. Menyebalkan.
"Sayang, ayo kita pulang."
"Tidak mau."
Spontan Ailen menolak ajakan Derren. Dia lalu menggigit bibir. "Aku ... aku masih ingin mengobrol dengan Juria. Kau pulanglah dulu jika lelah."
"Jadi menurutmu dia jauh lebih penting ketimbang aku, suamimu?" protes Derren seraya melayangkan tatapan tajam pada Juria. Berani sekali wanita ini merebut perhatian calon istrinya. Huh.
"Please, Derren. Juria sahabatku. Dia berhak ada di sisiku sekarang," sahut Ailen tak membiarkan Juria ikut merasakan kegilaan pria tersebut. Cukup dia saja, jangan sahabatnya.
"Yang lebih berhak ada di sisimu itu aku, sayang. Dia memang sahabatmu, tapi sekarang aku adalah separuh jiwamu."
Juria dan Julian kompak menarik napas dalam-dalam melihat kebucinan sang mempelai pria. Sungguh, jika orang lain menyaksikan hal tersebut, dijamin mereka akan langsung syok. Julian yang tahu seperti apa sikap dan perangai bosnya sebelum bertemu dengan Nona Ailen, tak jarang diam-diam mengelus dada melihat perubahannya yang begitu besar. Sedangkan Juria, penilaiannya terhadap pria ini sangatlah luar biasa. Di pikiran Juria, keposesifan yang Derren tunjukkan pada Ailen, banyak diinginkan oleh wanita. Termasuk dirinya juga. Jadi melihatnya membucin tanpa peduli pemikiran orang lain, membuatnya jadi merasa iri.
"Sayang, kita pulang sekarang ya?" bujuk Derren mulai merengek. Setidaknya masih ada waktu untuk dia dan Ailen melakukan malam pertama.
"Pu-pulang ke mana?" Suara Ailen terbata-bata. Dengan status barunya, dia jelas tahu harus tinggal seatap dengan Derren. Yang jadi pertanyaan adalah di mana mereka akan tinggal. Tidak mungkin di apartemennya. Ailen tak ingin membuat para tetangga merasa risih karena pernikahan mereka sengaja dirahasiakan.
"Terserah kau mau pulang ke mana. Ke apartemen boleh, ke mansion juga boleh, atau mau langsung ke hotel? Itu keputusan terbaik," Derren sangat semangat.
"Ke hotel saja!" celetuk Juria ikut memberi pilihan. Dia lalu meringis lebar saat Ailen memelototkan mata padanya. "Hehe, jangan galak-galak, Ai. Kau dan Tuan Derren sudah menikah sekarang. Tidak ada salahnya kalau kalian bermalam di hotel. Benarkan, Tuan Julian?"
"Ya."
"Cihh, pelit sekali. Kau pikir tampan dengan bersikap sok cool begitu?"
"Aku tidak peduli dengan penilaian orang. Yang menjalani aku, kalian tak punya hak mengatur sikapku," tukas Julian dingin.
Mengabaikan perdebatan Juria dengan Julian, Derren menarik pinggang Ailen akan merapat ke tubuhnya. Dipandangnya lekat wanita yang baru saja menyandung gelar sebagai Nyonya Maldiven.
"Maaf jika pernikahan ini membuatmu tak senang. Kalau kau mau, aku bisa memberikan pesta pernikahan yang sangat layak seperti pasangan lain. Bagaimana?"
"Tidak usah. Aku lebih nyaman pernikahan private seperti ini. Memang terasa menyedihkan karena terkesan aku adalah wanita simpanan. Tetapi mengingat hubungan kita yang belum terlalu dekat, ku rasa tak ada salahnya dirahasiakan untuk sementara waktu," jawab Ailen dengan sangat terpaksa mengeluarkan statement sedemikian rupa. Dia tak bisa egois menolak paksakan Derren untuk menikah. Jika benar dia hamil, maka keegoisannya bisa merusak masa depan anaknya kelak, dan Ailen tak mau itu terjadi. Anaknya harus bahagia dan memiliki keluarga yang lengkap.
"Seperti yang ku duga, kau sangat cerdik. Membuatku jadi semakin mencintaimu,"
Ailen cepat menahan wajah Derren yang ingin mengendus leher. Yang benar saja. Masih ada orang lain di sana selain mereka berdua. Bisa jadi bahan olok-olokan Juria nanti kalau tidak segera mencegah Derren yang entah kenapa suka sekali mengendus bagian leher.
"Ck!"
"Ingat tempat. Ada Juria di sini. Aku tidak mau ...."
"Bawa Juria pergi dari sini, Julian. Dia pengganggu!" perintah Derren dengan cepat.
"Hei, apa-apaan kau. Kenapa ....
Srettt
"Akhkk! Brengsek, lepaskan aku!"
Ailen hanya bisa menatap nanar ke arah Juria yang diangkut seperti karung beras oleh Julian. Ternyata pria itu sangat kuat. Kini tersisa dia dan Derren saja di sana. Membuat tengkuknya jadi meremang hebat.
***