Dipinang adiknya, tapi dinikahi kakaknya. Loh!! Kok bisa? Terdengar konyol, tapi hal tersebut benar-benar terjadi pada Alisya Mahira. Gadis cantik berusia 22 tahun itu harus menelan pil pahit lantaran Abimanyu ~ calon suaminya jadi pengecut dan menghilang tepat di hari pernikahan.
Sebenarnya Alisya ikhlas, terlahir sebagai yatim piatu yang dibesarkan di panti asuhan tidak dapat membuatnya berharap lebih. Dia yang sadar siapa dirinya menyimpulkan jika Abimanyu memang hanya bercanda. Siapa sangka, di saat Alisya pasrah, Hudzaifah yang merupakan calon kakak iparnya justru menawarkan diri untuk menggantikan Abimanyu yang mendadak pergi.
*****
"Hanya sementara dan ini demi nama baikmu juga keluargaku. Setelah Abimanyu kembali, kamu bisa pergi jika mau, Alisya." ~ Hudzaifah Malik Abraham.
Follow ig : desh_puspita
******
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06 - Ujian Subuh
Terlalu hangat dekapan Hudzai, Alisya sampai menduga jika tengah bermimpi dalam tidurnya. Azan subuh sebentar lagi berkumandang, tapi mata Alisya masih terpejam dan belum ada tanda-tanda akan terjaga.
Sementara di sisi lain, Hudzai yang sejak tadi terbangun masih terus memandangnya. Kerudung Alisya sudah hampir terlepas menutupi separuh wajah, hanya menyisakan bibir dan hal itu terjadi secara alami, bukan karena Hudzai jahil atau semacamnya.
Sempat terbesit ingin dia perbaiki, tapi khawatir justru mengganggu sang istri. Biar nanti Alisya bangun sendiri, menurut penuturan Iqlima, tidak ada sejarahnya Alisya bangun kesiangan. Sekalipun iya, mungkin tidak akan lama lagi.
Sesuai dugaan, selang beberapa lama tubuh Alisya mulai bergerak dan lagi membuat Hudzai susah payah menahan tawa. Bagaimana tidak? Setelah tadi malam dibuat terkejut dengan gaya tidur mengikuti pergerakan jarum jam, kini sang istri menggeliat dengan begitu hebat seolah berusaha memanjangkan otot-ototnya.
"Eeeeuuggh!!" Sembari merentangkan kedua tanganya, Alisya melenguh dengan suara yang tak biasa.
Untuk yang pertama kali melihat, tentu saja sangat terkejut karena memang cukup bertolak belakang dari penampilannya yang begitu anggun.
"Hoooaam ... Aduh? Astaghfirullah?Ya, Allah ... kenapa gelap?"
Lagi, baru juga terbangun tingkahnya semakin menjadi. Dalam keadaan keadaan persis tersangka pencurian barang bekas itu, Alisya duduk dan melihat kanan kirinya.
Mungkin karena nyawanya belum terkumpul semua, Hudzai yang menjadi saksi mata jelas tidak bisa diam saja. Sedingin-dinginnya manusia, jika sudah dihadapkan dengan kejadian serupa mustahil tidak terbahak.
"Heuh?" Tampak terkejut, Alisya yang baru sadar jika dirinya tak sendiri kini memperbaiki kerudungnya.
Gelak tawa Hudzai kian menjadi, terlebih melihat rambut sang istri keluar-keluar persis karakter kartun anak perempuan dengan seekor beruang yang jadi temannya. Ya, kurang lebih sama dan memang selucu itu di mata Hudzai.
Alisya yang ditertawakan sedemikian rupa sudah pasti memerah. Sedikit banyak dia sadar diri, terlebih lagi ketika melihat bayang dirinya di cermin, sungguh memalukan.
Tanpa bertanya kenapa dan kenapa, Alisya segera berlalu ke kamar mandi saking malunya. Gelak tawa Hudzai yang bahkan masih terdengar hingga dia menutup pintu seketika membuatnya terduduk sembari mengutuk diri.
"Bikin maluuuu ... kalau sampai beliau cerita sama yang lain gimana?" Tak hanya sekadar berucap, Alisya juga menepuk kepalanya beberapa kali.
Lama Alisya terdiam, hingga setelah sedikit lebih tenang dia bergegas mandi karena tahu setelah ini sang suami mungkin membutuhkan kamar mandi. Tidak begitu lama waktu yang Alisya butuhkan untuk mandi pagi, tapi bukan berarti buru-buru juga.
Dia memastikan tubuhnya bersih dan tidak terlihat persis penghuni rumah sakit jiwa. Tidur dalam keadaan tertutup hanya tanpa niqab saja membuat tubuhnya gerah.
Terlebih lagi ikatan rambutnya juga lepas. Tak heran kenapa kenapa sampai keluar-keluar ketika dia memperbaiki kerudungnya.
Selesai mandi, baru Alisya ingat akan sesuatu. "Aduh, bagaimana ini? Apa mungkin sopan jika cuma pakai ini?"
Sungguh Alisya tidak sadar, tadinya dia memang terburu-buru dan ketika mandi juga asal meletakkan pakaiannya. Kemungkinan besar tidak lagi bisa digunakan, pun jika bisa jelas sudah kotor sementara dirinya kini dalam keadaan suci.
Naasnya, yang tersedia di kamar mandi hanya ada bathrobe dan handuk kecil untuk membalut rambutnya. Hendak meminta bantuan sang suami juga tidak mungkin karena belum ada keberanian Alisya untuk meminta hal semacam itu.
Karena itulah, mau tidak mau Alisya mengenakan dua benda itu. Dengan penuh keraguan dia perlahan membuka pintu kamar mandi dan mengintip lebih dulu.
Sebenarnya yang dia gunakan tidak terlalu terbuka. Lekuk tubuhnya juga tidak terlihat dan panjangnya juga beberapa senti di bawah lutut. Akan tetapi, berhubung baru pertama kali, jelas saja Alisya malu setengah mati.
Sembari melindungi bagian dadanya, Alisya melangkah maju menuju lemari pakaian. Niatnya hendak buru-buru, tapi melihat kegiatan Hudzai saat ini langkah kakinya terhenti dan seketika terpaku.
Tak hanya itu, dia juga merasa malu sebagai istri karena pagi ini Hudzai tengah merapikan tempat tidur sendiri. Niat untuk mengganti pakaian mendadak urung, Alisya menghampiri Hudzai dengan harapan belum terlambat untuk membantu.
"Kak Hudzai biar ak_"
Gleg
Ucapan Alisya terhenti, dia memandangi tempat tidur yang terlihat sudah amat rapi. "Oh, sudah selesai ternyata," lanjutnya lagi.
Tak hanya sekali, tapi berkali-kali Alisya malu sendiri. Sedikit saja dia tidak menduga Hudzai akan tergerak merapikan tempat tidur, sangat mustahil saja bagi Alisya, sungguh.
"Kamu mandi?" tanya Hudzai basa-basi.
Terjadi sedikit kecanggungan di antara mereka, tapi Hudzai berusaha mengimbangi setelah sempat terkesima melihat leher istrinya.
"Iya, Kak, aku mandi."
"Tidak dingin?"
"Tidak, sudah biasa."
Hudzai mengangguk pelan, berusaha mencari topik pembicaraan apa lagi yang sekiranya bisa dibahas.
"Kal_"
Tok ... Tok ... Tok
.
.
Belum selesai Hudzai bicara, ketukan pintu terdengar dan jujur sedikit menyelamatkan baginya. Tanpa basa-basi, Hudzai membuka pintu kamar dan tampak Habil sudah siap dengan pakaian ala cucu kiyai yang cukup disegani itu.
"Ada apa?"
"Pakai nanya, ke masjid lah ... kita shalat jama'ah, Abi bilang Kakak yang jadi imam."
"Kenapa harus aku? Kau saja."
"Mana bisa, suaraku jelek."
Hudzai menghela napas panjang tatkala mendengar alasannya. "Huft, kau jadi imam bukan nyanyi, Habil!!"
"Aah apapun itu, ayo cepat," desak Habil benar-benar tak terbantahkan, sudah persis panglima perang.
"Sebentar ... aku mandi dulu."
"Okay, jangan lama," ucap Habil yang kini hanya Hudzai angguki demi memperkecil masalah.
Akan tetapi, Habil yang agaknya terlahir sebagai pematik api sengaja cari masalah. "Sebentar, Kak!!"
"Apa lagi?"
"Alisya mana?" Sembari berusaha melihat dari celah pintu yang terbuka, Habil bertanya demikian.
"Ada, kenapa memangnya?"
"Oh, masih tidur?" selidik Habil lagi.
"Tidak, dia sudah bangun ... bahkan sudah mandi," jelas Hudzai dan sukses membuat Habil menampilkan senyum kematian yang sungguh menyebalkan di mata Hudzai.
"Kenapa senyumanmu begitu?"
"Ah-ha-ha tidak, jadi kalian benar-benar melakukannya semalam?" tanya Habil mengedipkan mata sebagai pertanda jika dia memang sangat curiga.
"Jauhkan hal-hal semacam itu dari otak kotormu."
"Lah itu buktinya Alisya mandi wajib?" tanya Habil seenak hati dan berakhir geplakan tepat di kepalanya.
"Kau?!"
"Aih? Salah, 'kah? Bukannya benar Alisya mandi waj_"
"Mandi wajib kepalamu!!" sentak Hudzai bersamaan dengan Habil yang kini sudah menghilang dengan langkah seribu.
Menyisakan Hudzai yang kini terbawa emosi lantaran pertanyaan konyol dari Habil. Masih dengan dadanya yang kembang kempis, Hudzai berbalik dan lagi-lagi dibuat terkejut tatkala sadar jika sang istri ternyata berada di balik pintu.
"Bikin kaget!! Sejak kapan kamu di sana?"
"Sejak tadi," jawabnya sembari tersenyum kikuk.
Hudzai masih memandanginya, dari ujung rambut hingga ujung kaki sebelum kemudian memberikan perintah. "Pakai bajumu."
"Ah iya, ini mau pakai," jawab Alisya sembari berlari kecil meninggalkan Hudzaifah yang kini memijat pangkal hidungnya.
"Bagaimana subuhku bisa khusyu, Alisyaa ...."
.
.
- To Be Continued -