dibaca aja ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggun juntak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia dibalik pintu batu
Ruangan bawah tanah yang baru saja terbuka itu gelap gulita, bahkan lentera mereka hanya mampu menerangi beberapa langkah ke depan. Bau lembap bercampur aroma tanah memenuhi udara. Arka menelan ludah, menggenggam lentera erat erat.
"Kamu yakin kita harus masuk?" bisik Maya, suara nya gemetar.
Arka mengangguk. "Kalau bukan kita, siapa lagi? Lagi pula, pintu ini nggak terbuka dengan sendiri nya. Sesuatu ingin kita menemukan nya."
Maya menghela napas panjang, lalu meraih lengan Arka. "Baiklah. Tapi kita harus tetap bersama, apa pun yang terjadi."
Mereka melangkah perlahan ke dalam ruangan itu. Langkah kaki mereka menggema di sepanjang lorong batu. Semakin jauh mereka masuk, semakin jelas terlihat bahwa tempat ini bukan hanya ruang bawah tanah biasa. Dinding dinding nya dipenuhi ukiran ukiran simbol kuno dan gambar gambar yang sulit dipahami.
Maya berhenti sejenak untuk mengamati ukiran tersebut. "Lihat ini," katanya sambil menunjuk sebuah gambar yang menggambarkan lingkaran besar dengan garis garis seperti aliran air di dalam nya. "Kamu pikir ini apa?"
Arka memperhatikan gambar itu. "Mungkin semacam peta atau diagram. Tapi aku nggak tahu apa arti nya."
Mereka melanjutkan perjalanan, hingga akhir nya tiba di sebuah ruangan besar berbentuk melingkar. Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah pedestal batu dengan bola kristal besar di atasnya, bersinar samar seperti mengandung cahaya dari dalam.
"Kamu pikir ini yang kita cari?" tanya Maya sambil mendekati bola kristal itu.
Arka menggeleng. "Aku nggak tahu. Tapi aku rasa ini bukan sembarang benda."
Ketika Maya menyentuh bola kristal itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Cahaya dari dalam bola menyala terang, memenuhi seluruh ruangan. Dalam sekejap, pemandangan di sekitar mereka berubah.
Kini, mereka berada di tengah padang luas yang tak berujung, dengan langit berwarna oranye keemasan. Di kejauhan, mereka bisa melihat sosok sosok besar seperti raksasa berjalan perlahan, bayang-bayang mereka memanjang di atas tanah.
Maya terengah engah. "Apa yang terjadi? Apa ini ilusi?"
Arka memegang lengan nya, mencoba menenangkan. "Aku nggak tahu. Tapi ini pasti ada hubungan nya dengan bola kristal itu."
Sebuah suara tiba-tiba terdengar dari segala arah, suara yang dalam dan bergema. "Kalian telah membuka gerbang rahasia yang seharus nya terkunci. Apakah kalian siap menghadapi kebenaran?"
Maya mundur, mata nya melebar. "Siapa itu? Apa maksud mu dengan 'kebenaran'?"
Suara itu tertawa pelan, penuh misteri. "Kebenaran tentang keluarga kalian, tentang asal usul rahasia ini. Tapi ingat, kebenaran selalu memiliki harga."
Arka maju selangkah, menatap ke langit yang tak berujung. "Kami siap. Apa pun yang terjadi, kami ingin tahu."
Tiba tiba, sosok bayangan besar mendekati mereka. Bentuk nya seperti manusia, tapi lebih tinggi dan tidak sepenuh nya solid. Wajah nya sulit dilihat, seolah tertutup kabut.
Sosok itu berbicara, kali ini dengan nada lebih lembut. "Jika kalian ingin mengetahui kebenaran, kalian harus menjawab satu pertanyaan. Jawaban nya akan menentukan apakah kalian layak atau tidak."
Maya menggenggam tangan Arka erat erat. "Pertanyaan apa?"
Sosok itu mengangkat tangan nya, menunjuk ke arah bola kristal yang kini melayang di udara. "Apa yang lebih penting bagi kalian kebenaran atau keselamatan?"
Pertanyaan itu membuat kedua nya terdiam. Arka memandang Maya, berharap menemukan jawaban di mata nya.
"Kebenaran adalah alasan kita di sini," kata Arka akhir nya, suara nya penuh keyakinan. "Kita harus tahu."
Maya menggigit bibir nya. "Tapi kalau itu berarti mengorbankan keselamatan kita, apa itu sepadan? Apa guna nya mengetahui kebenaran kalau kita nggak selamat untuk menceritakan nya?"
Sosok itu tertawa kecil, seolah menikmati kebingungan mereka. "Keputusan harus dibuat bersama. Pilihan kalian akan menentukan jalan yang kalian tempuh."
Arka menarik napas dalam dalam. "Maya, aku tahu ini sulit. Tapi aku rasa, kalau kita nggak ambil risiko ini, kita mungkin akan menyesal selama nya."
Maya menatap nya tajam, tapi ada kesedihan di mata nya. "Baiklah. Kalau itu pilihan mu, aku ikut."
Mereka berdua menatap sosok itu. "Kami memilih kebenaran," kata mereka serempak.
Sosok itu mengangguk, lalu menghilang dalam sekejap. Pemandangan di sekitar mereka kembali berubah, kali ini menjadi hutan gelap dengan pohon pohon yang menjulang tinggi.
Di tengah hutan itu, mereka melihat sebuah cermin besar berdiri sendirian.
"Apa itu?" tanya Maya.
Arka mendekati cermin tersebut. Ketika ia melihat ke dalam nya, ia terkejut. Di dalam cermin itu, ia melihat bayangan dirinya dan Maya, tapi ada sesuatu yang aneh.
Maya juga mendekat, dan ketika ia melihat ke dalam cermin, ia terkejut. "Itu... itu kita, tapi kenapa mereka terlihat berbeda?"
Bayangan mereka di dalam cermin terlihat lebih tua, dengan mata yang dipenuhi kesedihan. Mereka mengenakan pakaian lusuh, seolah telah melewati banyak cobaan.
Sebuah suara lain terdengar, kali ini lebih lembut. "Inilah kebenaran yang kalian cari. Perjalanan kalian akan membawa kalian pada kehilangan, rasa sakit, dan pengorbanan. Tapi pada akhirnya, kalian akan menemukan apa yang kalian cari."
Maya mundur, air mata nya mulai mengalir. "Kenapa harus seperti ini? Kenapa kebenaran selalu menyakitkan?"
Arka menggenggam tangan nya. "Karena itulah kebenaran. Tapi aku percaya, apa pun yang terjadi, kita bisa melalui nya bersama."
Cermin itu tiba tiba retak, lalu pecah menjadi ribuan keping yang menghilang di udara.
---
Ketika mereka kembali ke ruangan bawah tanah, bola kristal itu kini mati, tidak lagi bersinar. Mereka berdua duduk di lantai batu, terdiam, mencoba memahami apa yang baru saja mereka alami.
"Apa kamu masih yakin kita harus melanjutkan perjalanan ini?" tanya Maya pelan.
Arka memandang nya, matanya penuh tekad. "Aku yakin. Apa yang kita lihat tadi adalah peringatan, tapi itu bukan berarti kita harus menyerah. Kalau kebenaran ini penting untuk keluarga kita, maka aku ingin memperjuangkan nya."
Maya terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Kalau begitu, aku akan tetap bersamamu. Tapi kita harus lebih hati hati. Apa pun yang menunggu kita di depan, kita harus siap."
Mereka mengemasi barang barang mereka dan keluar dari ruangan itu. Di luar, matahari sudah terbit, memberikan sedikit kehangatan setelah malam yang panjang.
Namun, jauh di dalam hati mereka, Arka dan Maya tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai, dan bayang bayang rahasia keluarga mereka masih jauh dari selesai.
---
Bersambung...