Menolak dijodohkan, kata yang tepat untuk Azalea dan Jagat. Membuat keduanya memilih mengabdikan diri untuk profesi masing-masing. Tapi siapa sangka keduanya justru dipertemukan dan jatuh cinta satu sama lain di tempat mereka mengabdi.
"Tuhan sudah menakdirkan kisah keduanya bahkan jauh sebelum keduanya membingkai cerita manis di Kongo..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Godaan yang menggoda
Ia merebahkan badannya di atas kasur lipat yang kalo ia duduki semua barang tersedot ke dalamnya, hasil dari kasur yang berbahan busa. Lama-lama ia juga bisa tenggelam disana sepertinya. Tapi sekali lagi, ini adalah barang mewah baginya sekarang.
Netranya memandang sesuatu yang lebih jauh dari atap ruangan. Tentang segala perkara yang belakangan ia pikul di pundak berujung membuat kepalanya terasa berat.
Setidaknya untuk sementara ini, ia bisa berpikir jernih tanpa ada gangguan dari ayah, bunda, ibu, bapak, Jagat Adyaksa, Angga....profesor Suwitmo, cumlaude, pernikahan, nilai B-, arghhhh!! Kang pentol, kang gado-gado, kebab dan gerai bakmie viral yang baru.....Aza memijit pangkal hidungnya, dan memijit memutar kedua pelipis sembari berkata, "oke Azalea, lupakan sejenak beban di kepala yang bikin kamu migrain."
"Coba bayangkan...." otaknya meminta padang rumput yang luas dipenuhi oksigen, tapi justru saraf-sarafnya merujuk pada hal lain, dimana suasana hajatan dengan upacara pedang pora serta meja-meja penuh makanan, ya sate, sop iga, sapi lada hitam, capcay....arghhhh!
"Astagfirullaaahhhh---" rengeknya mengeluh frustasi, ia menghentikan pijitannya. Diantara ratapan anak terbuangnya, ia justru dikejutkan oleh panggilan arwah yang lirih berbisik.
"Za, suthh!" Laras melongokan kepalanya dari balik gorden membuat Aza cukup kaget dan menyadarkan diri dari lamunannya.
"Ikut yukk, anak-anak lagi gelar acara ala-ala anak kemah." Laras kembali bicara. Aza menaikan alisnya yang tanpa harus dibingkai pensil atau spidol saja sudah terbentuk indah meski tipis-tipis gemes.
"Bentar. Ala-ala kemah gimana?" ia taruh dulu sejenak semua suasana hajatan tadi, siapa tau besok otaknya itu mau merubah kembali set imajinasinya, jadi suasana kantor Iron man mungkin!
"Ck. Arghh... Ayolah pokoknya!" geleng Laras cepat dan melambaikan tangannya cepat hingga Aza terburu-buru untuk mengikuti gadis itu.
Tatapan Aza tertumbuk ke arah langit malam dari tempatnya berjalan, di koridor. Ia boleh disebut negara berkonflik dengan krisis kesehatan parah, namun nyatanya Tuhan tetap adil dengan memberikan suasana malam indah disini, dengan taburan kerlap-kerlip cahaya di langit gelapnya.
Spektrum cahaya berbintik yang---apakah itu bintang? Atau benda planet lainnya?-- Karena tak mungkin sesuatu yang indahnya sampai menggetarkan kalbu itu ciptaan manusia.
"Disini?" salah satu prajurit apes yang dikerjain para nakes ngga ada kerjaan itu membantu mencarikan alat dan bahan untuk mereka membuat tungku persis anak-anak pramuka.
"Ya. Disitu aja om, makasih loh!"
Suara berisik beberapa orang mewarnai malam yang biasanya sepi di camp ini. Sesuatu yang terlihat di siang kini nampak bak siluet hitam diantara lukisan Tuhan.
Aza sempat terdiam sejenak melihat apa yang sedang mereka lakukan malam ini. Menggelar tikar yang entah milik siapa, dan satu tungku darurat ala kadarnya.
"Sama-sama dok, sus. Have fun..."
"Nanti gabung kesini lagi ya, om. Ajak temen-temen yang lainnya. Kita mau bikin steamboat!" Hera sudah melambaikan tangannya pada tentara yang membantu mereka menggelar acara bocil ini, dasar aneh.
"Siap." Jawabnya.
"Za, buruan sini! Kapan lagi kan kita duduk dibawah langit malam penuh hamparan bintang! Kecuali kalo emang lo diusir dari rumah..." seru Yuan, dimana beberapa dari mereka sudah duduk melingkar persis anak pramuka yang mau gelar api unggun.
Aza tertawa, "gelandangan kali ahhh.." ia segera bergabung dengan lompatan bak kelinci yang lagi masa-masanya aktif, ia langsung duduk di samping Yuan yang kini tengah memegang korek api, "yaa, kirain udah pada mateng makanannya!" ujarnya.
"Baru juga mulai, lagian disini ngga ada yang bisa nyalain apinya.." bisik Laras komat kamit tepat di telinga Aza membuat gadis itu kegelian setengah tak percaya. Dari sekian belas nakes yang duduk disini, satu pun tak ada yang bisa menyalakan api, sungguh terlalu!
"Nih, ya. Anak pramuka tuh ngga afdol rasanya kalo ngga ada acara api unggun begini..." jumawanya memberi intruksi, memancing anggukan mantap kalau lelaki ini dulunya seorang anak pramuka. Tapi di luar ekspektasi ia justru menyerahkan koreknya pada Aza, "nih Za. Karena gue berbaik hati dan tidak sombong, monggo dinyalakan apinya..."
"Kok aku?!" Aza menunjuk dirinya sendiri.
"Katanya kamu anak pramuka kan, dulu di sekolah emangnya ngga pernah ikut camping?" tembak Yuan justru mencecarnya penuh tuduhan, mirip emak tiri.
"So tau. Kapan aku bilang kalo aku anak pramuka... Camping pernah ikut lah. Tapi kan pembina pramuka yang nyalain apinya, bukan aku." elak Aza, tapi Yuan kekeh menyerahkan korek itu pada Aza.
"Yo Za, nyalain lah! Bentar lagi dokter Maya bawa bahan-bahan buat steamboatnya..."
Aza berdecak, ia hanya bisa mele nguh lelah... Disini, apesnya ia berkali-kali.
"Oke..oke! Aku coba, liatin calon istri orang beraksi nih ya! Ngga perlu lah anak pramuka--anak pramuka segala cuma buat nyalain beginian mah!" Aza menjentikan jemarinya menganggap jika hal ini sepele, emangnya cuma omongan tetangga aja yang bisa memantik kebakaran, ia juga bisa!
"Wesss! Ayo Aza aku padanyaaa!" seru Hera memicu riuh yang semakin menjadi.
Dokter Maya sudah datang bersama bahan-bahan makanan, "mana apinya?" tatapannya tertumbuk ke arah tungku api yang bahkan tak terdapat nyala api sedikitpun.
"Kirain udah nyala, tapi masih bentukan kayu gitu..." omel Nitia.
"Sabar kali bu, ini lagi mau dicoba..." jawab Yuan, "yo sayangku, nyalain apinya.."
Hera mendorong kepala Yuan, "untung mas Angga ngga disini..."
"Siapa mas Angga?" tantang Yuan.
"Pacarnya Aza, staf administrasi di RSCM."
"Ngga kenal. Lagian sebelum janur kuning melengkung Aza masih milik umum ya, Za..."
Aza mendelik, "lo kira gue weseee...milik umum." mereka terkekeh mendengar ocehan Yuan dan Aza.
Belum apa-apa Hera sudah menertawakan Aza, "dari gelagat kamu, aku ngga yakin, Za...ampe bedug subuh juga yang ada abis koreknya. Udah lah minta tolong aja si om keren yang tadi..." usulnya.
Aza ikut mengehkeh, "ngeremehin seorang Aza. Emh, liat ya..."
Aza menaruh kertas bekas di atas tumpukan api, lalu menggesek korek api itu begitu saja sehingga batangan itu terbakar.
"Weeeeyyyy!" seruan mereka saat korek itu terpantik, namun sedetik kemudian mereka menyeru kecewa dan justru tertawa saat api itu padam kembali, tak mampu membakar apapun.
Beberapa berseragam loreng tak bisa untuk tak ikut tertawa memperhatikan para nakes crazy itu tengah berkumpul di tengah lapang, emang dasarnya beda jurusan, udah jurusan ilmunya megang piso bedah mah ngga akan nyambung buat megang korek.
"Jangan disorakin dong, jadi ciut lagi noh apinya...takut sama kalian!" omel Aza mengundang riuhan berisik para nakes itu, membuat malam semakin ramai di camp ini.
Dika tertawa kecil seraya melipat kedua tangannya di dada. Bukan hanya Dika, Toni dan Rafi juga yang melihat mereka ikut menggeleng geli.
"Orang pinter kalo ngabisin waktu persis bocil, ya. Mainan api begitu..."
"Udah basicnya pegang suntikan, ngga akan bisa megang korek."
Dika tertawa geli melihat Aza yang berkali-kali menaruh batangan korek menyala di atas kertas dan tumpukan kayu namun selalu gagal menyala, "udah neng. Neng mah cukup nunggu di ranjang aja, biar api-apian mah mas yang urus..."
"Saravvv...mana mau sama kamu yang tampilannya kaya batu bara begini." cibir Rafi menghardik.
"Tolongin jangan nih, sama babang tampan?!" Dika sudah bersiap untuk memberikan pertolongannya untuk Aza dan para nakes itu menyalakan api, karena tak satupun dari mereka yang bisa.
"Sikat bang! Siapa tau jodoh...orang!" balas Toni.
Aza sudah berkeringat, hampir batangan terakhir tapi ia belum bisa membuat kobaran menyala disana. Susahnya nyalain api kayu, ngga segampang nyalain api semangat!
"Kan! Dibilangin juga, udah minta tolong lagi aja lah...daripada itu cikuwa keburu jadi cumi hidup lagi..."
Namun belum Hera memanggil seseorang atau dokter Maya yang bertindak sesuatu, seorang pria berkaos coklat susu tiba-tiba berjongkok menawarkan bantuannya, "bisa ngga sus? Nyala? Ini harusnya begini..." Jagat merebut lembut korek dari tangan Aza dan menyusun kayu api sedikit merenggang demi membiarkan oksigen mengisi pula ruang diantara kayu-kayu bakar. Sementara Aza sendiri masih membatu di tempatnya cukup terkejut dengan keberadaan Jagat.
"Cieeeee! Dagi dig dug ngga tuh hati neng..." Yuan menyeru gemas memancing seruan yang lain juga, termasuk Aza yang menoleh ke samping dimana Jagat sudah fokus membantunya menyalakan api.
"Cieee....cieee....ekhem." goda Nisa.
"Cie Aza....gaskeun Za, bang tentara..." senggol Hera berbisik sambil mengedip genit, "mas Angga mah taro aja dipikiran dan hati dulu..."
Dokter Maya bahkan bersuit-suit gemas, "Angga mah taro dulu di kantong celana aja, Za. Disini kamu jomblo kok." Cibirnya lagi menggoda.
"Apa sihhh?" wajah Aza sudah memerah karena godaan mereka meskipun itu tak mempengaruhi Jagat yang masih khusyuk menyalakan api.
"O...asyemmm mas'e nyuri start!" omel Dika kembali sukses meledakan tawa perwira lain.
.
.
.
.
lanjut