NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:588
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bandara

Happy reading guys :)

•••

Minggu, 5 Oktober 2025

Waktu menunjukkan pukul 10.00. Matahari perlahan-lahan mulai naik ke titik tertinggi di atas angkasa, seraya menyapa semua penghuni bumi yang sedang beraktivitas dengan sinar hangatnya.

Di jalanan perkotaan, kini terlihat sebuah mobil hitam berjenis MPV sedang melaju dengan kecepatan sedang. Mobil itu beberapa kali menyalip kendaraan yang sedang melaju pelan di depannya.

Galen yang merupakan pengendara mobil itu, kini sedang dalam keadaan sangat senang. Sedari tadi, terus mengukir senyuman manis di wajah, membuat Vanessa yang duduk di kursi penumpang depan beberapa kali mengambil foto, dan mengirimkannya kepada calon kakak iparnya.

Vanessa menyandarkan kepala di tangan, tersenyum simpul, melihat ke arah Galen yang sedang fokus menyetir. “Cie … ada yang lagi kelihatan seneng banget, nih.”

Galen melirik sekilas Vanessa, mengusap lembut puncak kepala sang adik, lalu kembali memfokuskan diri ke jalanan di depan.

“Kak, Adek boleh nanya gak?” Vanessa mengalihkan pandangan ke arah depan, melihat beberapa kendaraan bermotor yang berada di satu jalan dengan mobilnya.

Galen kembali melirik Vanessa, mendapati raut wajah khawatir milik sang adik. “Mau nanya apa, Dek? Kelihatannya penting banget.”

“Kak, kalo Kakak udah nikah sama kak Livy, berarti Adek bakal sendirian, ya, di rumah kita yang sekarang?” Vanessa menggigit bibir bawah, sedikit bergetar saat menanyakan hal itu kepada sang kakak.

“Gak, lah, Dek. Kamu nanti bakal ikut Kakak sama Livy, kita bertiga bakal tinggal bareng,” jawab Galen, kembali mengusap lembut puncak kepala sang adik untuk menenangkannya. “Kalo Kakak boleh tau, kenapa kamu tiba-tiba nanya soal itu, Dek?”

“Adek takut, Kak. Selama ini, Adek terus bergantung hidup sama Kakak. Jadi, kalo nanti Kakak udah nikah, Adek takut kalo gak bisa ngurus diri sendiri. Adek takut banget soal itu, Kak.” Kedua mata Vanessa mulai berkaca-kaca. Namun, dengan cepat ia menghapusnya.

Melihat sang adik sedang menghapus air mata, Galen sontak mengurangi kecepatan, menepikan mobil, dan berhenti. Ia dengan cepat menangkup wajah Vanessa, menghapus sisa-sisa cairan bening yang berada di bagian bawah mata Vanessa.

“Adek, dengerin Kakak, kamu tenang aja, Kakak gak pernah ninggalin kamu sendirian, kamu itu satu-satunya hal paling berharga yang Kakak punya. Kita akan terus sama-sama, ya?” Galen mengusap lembut kedua pipi Vanessa.

Air mata Vanessa tiba-tiba saja tumpah setelah mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Galen. Ia melepaskan kedua tangan sang kakak dari wajahnya, lalu dengan cepat memeluk erat tubuh sang kakak.

Galen tersenyum simpul saat Vanessa memeluk erat tubuhnya. Ia membalas pelukan sang adik, mengusap lembut punggung, rambut, dan puncak kepala Vanessa.

“Adek jangan nangis, Kakak akan selalu ada di sisi Adek, Kakak gak akan pernah ninggalin adek sendirian. Walaupun nanti misalnya Kakak udah gak ada, Kakak janji, Akan selalu ngawasin Adek dari atas langit.”

“Kakak, jangan ngomong gitu, Adek belum siap kalo harus kehilangan Kakak,” ujar Vanessa sesenggukan, semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh Galen.

“Ya, udah, Kakak gak akan ngomong gitu lagi, tapi kamu sekarang harus berhenti nangis, dan jangan pernah punya pikiran kalo Kakak akan ninggalin kamu, gimana?”

Vanessa perlahan-lahan mulai mengangguk, menyembunyikan wajahnya di bahu milik Galen. “Iya. Tapi, Kakak harus janji, jangan pernah bahas itu lagi, ya?”

“Iya. Kakak janji. Dek, lepasin dulu pelukannya, sini lihat mata Kakak.” Galen melepaskan pelukan Vanessa dari tubuhnya, lalu membersihkan air mata yang berada di pipi sang adik. “Udah, jangan nangis lagi. Ayo, senyum, kita, kan, mau jemput Livy ke bandara.”

Vanessa kembali mengangguk, bibirnya tertarik untuk membuat sebuah senyuman manis seraya menatap wajah sang kakak.

“Nah, gitu, dong, senyum, kan, jadi tambah cantik.” Galen mengusap lembut puncak kepala Vanessa. “Kita lanjut jalan lagi, ya?”

“Iya, Kak. Ayo, jalan lagi, kasihan nanti kak Livy nungguin kita,” jawab Vanessa, menghapus sisa-sisa air mata yang masih ada di wajahnya.

Galen kembali menjalankan mobil menuju bandara. Selama perjalanan, ia terus mengajak Vanessa untuk bercanda agar sang adik dapat melupakan semua pikiran buruk yang tadi sedang mereka berdua bicarakan.

•••

“Kak Livy!”

Vanessa berlari ke arah Livy saat melihat cewek itu sedang berjalan dengan menarik dua buah koper di kedua tangan.

Livy sontak menoleh ke arah kanan, mendengar suara teriakan dari gadis yang sangat dirinya kenali. Ia tersenyum manis, melepas pegangan dari dua koper, lalu merentangkan kedua tangan agar Vanessa dapat mudah memeluk tubuhnya.

“Apa kabar, Dek?” tanya Livy, saat Vanessa telah memeluk erat tubuhnya.

Vanessa menghirup leher Livy, merasakan aroma wangi dari tubuh cewek itu. “Adek baik, Kak. Kakak sendiri gimana? Sehat, kan, selama di Amerika?”

Livy membalas pelukan Vanessa, mengajak sang calon adik ipar berayun ke kanan dan ke kiri. “Aku sehat, kok, Dek.”

Melihat interaksi Livy dan Vanessa, membuat Galen tersenyum simpul, dan berdeham. “Ini, aku gak diajak buat pelukan?”

Livy dan Vanessa menoleh ke arah Galen. Mereka berdua saling pandang, tersenyum manis, menarik lengan Galen untuk masuk ke dalam pelukan bersama dengan mereka.

“Sayang aku jangan ngambek, ya.” Livy mengusap rambut belakang Galen disela pelukannya.

Galen melirik Livy sekilas, melihat senyuman manis yang terukir di wajah sang tunangan sedari tadi. Ia melepaskan pelukan pada tubuh Livy seraya memanyunkan bibir. “Gak mau maafin, ah, kamu jahat, masa aku dilupain gitu aja.”

Livy sontak melebarkan mata saat mendengar jawaban dari Galen, mengambil tangan kiri sang tunangan agar kembali memeluk tubuhnya. “Ih, Sayang. Jangan bercanda, dong.”

“Emang mukaku kelihatan bercanda,” ujar Galen, menatap Livy dengan wajah yang telah ia buat sedatar mungkin.

“Jangan ngambek, dong, Sayang. Aku minta maaf, ya, tadi aku keburu seneng waktu lihat Vanessa.” Livy menangkup wajah Galen, menarik ujung bibir cowok itu agar tersenyum. “Udah, ya. Ayo, senyum lagi.”

Galen melepaskan kedua tangan Livy dari wajahnya, menoleh ke arah Rere, menggerakkan sedikit bibir untuk memberikan sebuah kode kepada sang adik.

Vanessa tersenyum simpul saat mengerti maksud dari kode yang diberikan oleh Galen. Ia menggeleng-gelengkan kepala, merasa sedikit kasihan dengan Livy.

“Adek duluan, ya, kalian berdua selesai dulu masalah keluarganya,” kata Vanessa, membawa dua koper milik Livy menjauhi tempat kedua kakaknya berada.

Livy melihat Vanessa yang telah pergi dengan membawa kedua kopernya, lalu kembali menangkup dan menatap lekat wajah Galen. “Sayang, udah, ya, jangan marah lagi. Kita baru aja ketemu, loh, setelah satu tahun lebih, masa mau berantem.”

Galen kembali melepaskan kedua tangan Livy dari wajahnya. Namun, bedanya sekarang dirinya tersenyum manis, menarik tubuh Livy agar semakin dekat dengannya, lalu memeluk sang tunangan dengan sangat erat, menyalurkan semua rasa rindu yang selama ini ia simpan.

Livy sontak melebarkan mata, jantungnya berdetak dengan sangat kencang, pelukan tiba-tiba dari Galen membuat ia benar-benar merasa seperti seorang gadis yang baru pertama kali mendapatkan perlakuan romantis.

Pelukan pada tubuh Livy semakin mengerat, saat Galen merasakan detak jantung dari cewek itu. Ia mengusap lembut rambut Livy, membisikkan sesuatu yang sangat manis di telinga kanan sang tunangan.

“Livy Natasha Adelia, kamu adalah salah satu perempuan yang sangat berarti dalam hidupku, kamu tunanganku, orang yang udah aku pilih untuk menjadi istri, dan ibu dari anak-anakku di masa depan nanti. Aku sangat menyayangi dan mencintaimu. Selama satu tahun ini, aku menahan rasa rindu yang begitu berat, dan sekarang semuanya terbayarkan, dengan adanya kamu di dalam pelukanku.”

Tubuh Livy seketika berubah menjadi sangat lemas, jantungnya semakin berdetak dengan sangat kencang, beruntung Galen memeluk tubuhnya dengan sangat erat. Kalau tidak, mungkin ia sudah terduduk lemas di atas lantai sekarang.

“Sa … sa … yang,” panggil Livy, suara terdengar sangat pelan.

“Iya, kenapa, Cantik?” jawab dan tanya Galen, masih terus mengusap lembut rambut Livy.

Livy menggelengkan kepala pelan, perlahan-lahan menggerakkan kedua tangannya yang masih sangat lemas untuk membalas pelukan Galen.

Galen mengerutkan kening saat Livy hanya menggelengkan kepala. Ia melonggarkan pelukannya, mengangkat dagu sang tunangan agar menatap wajahnya. “Sayang, ada apa?”

“Ba … dan aku lemes semua,” jawab Livy, menatap wajah Galen yang sedari tersenyum manis ke arahnya.

Mendengar jawaban dari Livy, membuat senyuman Galen seketika terhenti, kedua matanya melebar sempurna, menatap khawatir sang tunangan. “Kamu sakit, Sayang?”

Livy hanya menggelengkan kepala pelan sebagai jawaban.

“Kalo gak sakit, terus kenapa badan kamu lemes semua?”

Livy memanyunkan bibir, menyembunyikan wajahnya di dada bidang milik Galen, lalu bergumam, “Aku gak tau.”

Galen kembali mengerutkan kening, mulai memikirkan hal yang membuat semua badan Livy menjadi sangat lemas. Ia ber-”oh” ria seraya mengangguk paham, saat menyadari bahwa perbuatannya, lah, yang sudah membuat tubuh sang tunangan menjadi seperti ini.

Galen melepaskan pelukannya pada tubuh Livy, menggendong cewek itu ala bridal style, dan membawanya berjalan menghampiri Vanessa yang telah menunggu di luar.

“Yang, Sayang, kamu ngapain? Turunin aku, ih, malu tau dilihatin sama orang-orang.” Livy melebarkan mata sempurna, tidak menyangka bahwa Galen akan menggendong dirinya seperti sekarang ini.

Galen mengabaikan perkataan Livy, masih terus menggendong tubuh cewek itu. “Ngapain malu? Kamu sebentar lagi juga bakal istri aku. Jadi, gak papa, kan, kalo aku gendong kayak sekarang?”

Livy sontak diam, hati dan pikirannya tiba-tiba saja menyetujui semua perkataan Galen. Ia mengembuskan napas, memeluk leher sang tunangan agar dirinya tidak terjatuh.

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!