Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.
Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Makam
Hanya dalam waktu kurang tiga menit, sebuah album berukuran besar sudah berada di atas meja Xander. Tertulis nama Ashcroft dengan huruf besar dan ukiran emas di halaman depan dokumen tersebut.
"Dokumen itu memuat seluruh informasi mengenai keluarga Ashcroft dari empat generasi, Tuan. Pilihan Anda untuk mengetahui anggota keluarga Silverstone benar-benar tepat. Sebelum Anda memperkenalkan diri kepada mereka, Anda harus mengenal mereka lebih dahulu," kata Govin menjelaskan.
Xander mengangguk pelan, tatapannya tak lepas dari album besar itu. "Apa ada lagi yang Anda butuhkan, Tuan?" tanya Govin kemudian.
"Tidak," jawab Xander tanpa mengalihkan pandangannya. "Tapi tetaplah berada di sisiku agar aku bisa langsung mendapatkan jawaban jika memiliki pertanyaan."
"Baik, Tuan." Govin berdiri dengan tegap di sisi meja, tangan terlipat rapi di depan.
Xander membuka halaman pertama. Silsilah keluarga Ashcroft terbentang megah di dua halaman penuh. Garis-garis dan nama-nama tercetak rapi, menunjukkan warisan keluarga yang mengakar dalam sejarah. Matanya menelusuri nama demi nama hingga sampai pada nama ayahnya, Samuel, dan ibunya, Lydia.
Ayahnya adalah anak kedua dari lima bersaudara—semuanya laki-laki. Namun, hanya ayahnya dan paman Sebastian yang tidak memiliki keturunan. Xander memeriksa nama-nama lain, menemukan bahwa dirinya memiliki tujuh sepupu: empat laki-laki dan tiga perempuan. Perbedaan usia mereka tidak terlalu jauh, yang tertua enam tahun lebih tua darinya, sementara yang termuda tujuh tahun lebih muda.
Ia membuka halaman demi halaman, membiarkan informasi itu meresap ke dalam pikirannya. Namun, tangannya mulai mengepal ketika ia sampai pada bagian yang membahas tiga saudara kandung ayahnya. Menurut penuturan paman Sebastian dan Govin, dugaan mereka sebagai dalang di balik kematian ibu dan ayah kandungnya dan hilangnya dirinya sewaktu kecil.
Xander memindahkan fokusnya ke bagian dokumen yang memuat informasi tentang sepupu-sepupunya. Saat ia membalik halaman, matanya tertumbuk pada foto seorang pria dan seorang wanita di halaman yang berbeda. Jantungnya berdetak lebih cepat. Ia memeriksa nama dan data keduanya berulang kali, memastikan dirinya tidak salah.
"Dalton..." gumamnya pelan, matanya menyipit, mencoba mencocokkan ingatannya dengan wajah-wajah itu.
Govin, yang berdiri di dekatnya, memperhatikan gelagat tuannya yang tidak biasa. "Apa Anda membutuhkan sesuatu, Tuan?"
Xander mengangkat dokumen itu, menunjukkannya kepada Govin. "Govin, apa mereka benar-benar bagian dari keluarga Ashcroft?"
Govin menerima dokumen tersebut, melirik kedua foto itu bergantian. "Benar, Tuan. Mereka adalah Tuan Dalton, putra kedua dari Tuan Franco, kakak pertama dari Tuan Samuel. Dan ini adalah Nona Ruby, putri pertama dari Tuan Fabian, adik kedua dari Tuan Samuel."
Xander menarik napas panjang, lalu menutup dokumen dengan pelan. Ingatannya melayang kembali ke kejadian siang tadi, saat ia secara tak sengaja bertemu dengan Dalton dan Ruby. Wajah mereka kini terasa lebih familiar.
“Dalton tampak tidak terlalu fokus saat bertarung denganku. Sedangkan Ruby... aku melihatnya saat akan memasuki gedung Phoenix Vanguard. Wanita itu juga terlihat memperhatikanku."
Govin memiringkan kepalanya sedikit, ekspresinya berubah serius. "Tuan Xander, apa ada sesuatu yang mengganggu Anda?"
Xander mengangguk pelan. "Govin, siang tadi aku bertemu dengan Dalton dan Ruby di salah satu tempat pertarungan. Aku mendapat luka ini saat bertarung dengan Dalton."
Govin tertegun. "Anda bertemu dengan mereka berdua?" Ia tak sadar meninggikan suaranya, tapi segera menguasai diri. "Maafkan saya, Tuan."
Xander berdiri dari kursinya, melangkah melewati Govin, dan berjalan ke balkon yang terbuka lebar. Angin malam yang sejuk menerpa wajahnya, tetapi pikirannya tetap penuh dengan kecemasan. "Govin," katanya tanpa berbalik, "apa itu tidak akan menjadi masalah?"
Govin mendekat, berdiri beberapa langkah di belakang Xander. "Saya khawatir itu bisa menjadi masalah, Tuan. Wajah Anda memiliki kemiripan yang mencolok dengan Tuan Samuel. Jika mereka mulai curiga, bukan tidak mungkin mereka melakukan penyelidikan untuk mencari tahu siapa Anda sebenarnya."
Xander berdiri di balkon, menggenggam erat pagar besi dengan jemari yang tegang. la tidak tahu kecerobohannya justru mempertemukannya dengan sepupu-sepupunya lebih cepat. "Apa ada kemungkinan jika mereka akan memberi tahu kecurigaan mereka pada anggota keluarga Ashcroft yang lain?"
Govin, yang sebelumnya berdiri beberapa langkah di belakang, tiba-tiba berlutut dengan posisi tubuh merunduk. "Kemungkinan itu tetap ada, Tuan," jawabnya, suaranya rendah. "Sesuai dengan rencana Tuan Sebastian, keberadaan Anda masih harus disembunyikan hingga waktu pertemuan keluarga Ashcroft digelar. Aku takut jika mereka mengetahui keberadaan Anda sebelum waktunya, mereka akan melakukan segala cara untuk mencelakai Anda dan Tuan Sebastian."
Xander menghembuskan napas panjang, merasakan beratnya situasi yang sedang dihadapinya. Dengan gerakan cepat, ia berbalik dan menatap Govin langsung. “Aku mengerti, Govin. Berdirilah."
Govin segera berdiri sesuai perintah. "Tuan Xander, dengan sangat terpaksa aku tidak akan mengizinkan Anda keluar dari rumah sampai waktu pertemuan keluarga Ashcroft digelar. Aku juga akan meningkatkan penjagaan di sekitar kediaman ini. Aku harap Anda mengerti."
Xander mengerutkan kening. "Sampai waktu pertemuan digelar? Itu terlalu lama untukku, Govin," katanya, jelas tidak sepakat. Ia sudah merencanakan untuk bertemu Evelyn dan mengajak Parker ke tempat kerjanya yang baru esok hari. "Aku tidak bisa tinggal di sini terlalu lama."
Govin tetap teguh dalam argumennya. "Ini semua demi kebaikan Anda dan Tuan Sebastian."
Xander menunduk sejenak, memikirkan solusi. Lalu, senyum kecil muncul di wajahnya. "Govin, aku akan menyamar selama berada di luar. Dengan begitu, Dalton, Ruby, maupun keluarga Ashcroft yang lain tidak akan bisa mengenaliku. Bukankah itu ide yang bagus? Terlebih aku saat ini sudah mengetahui anggota keluarga Ashcroft, sehingga aku bisa menjaga jarak dengan mereka."
Govin tampak terkejut, ragu dengan ide tersebut. "Menyamar?" ia mengulang kata-kata Xander dengan nada tidak percaya. "Tuan, itu sepertinya bukan ide yang bagus. Keselamatan Anda menjadi prioritas saat ini. Aku khawatir jika hal buruk bisa terjadi.."
Xander mengangkat tangannya, menenangkan. "Para pengawal akan tetap mengawasiku dari jarak jauh. Bila perlu kau akan ikut mengawasiku." Ia beranjak menuju kasur, melepas bajunya hingga setengah telanjang, dan berbaring dengan tenang. "Atau aku akan berpura-pura menjadi seorang pengawal."
Govin mengangguk ragu, namun tak bisa membantah. "Aku akan membicarakan hal ini dengan Tuan Sebastian terlebih dahulu. Aku permisi," katanya, sebelum berbalik dan melangkah keluar dari kamar.
"Ah, Govin," panggil Xander, duduk kembali di kasur. "Tolong carikan pekerjaan untuk temanku. Aku sudah berjanji padanya."
"Akan segera aku lakukan, Tuan," jawab Govin tanpa berbalik, suaranya terdengar penuh tekad, sebelum akhirnya meninggalkan kamar dan menutup pintu dengan pelan.
Xander mengambil dokumen yang tergeletak di atas meja kerja, membawa album keluarga Ashcroft itu ke kasur. Tangannya dengan cepat membuka halaman demi halaman, mencari informasi lebih lanjut. Ketika akhirnya ia berhenti di halaman yang berisi data tentang Dalton dan Ruby, ia membaca kembali dengan seksama. Namun, saat ia melanjutkan membuka halaman lainnya, ada satu hal yang menarik perhatiannya: hanya sedikit sekali informasi mengenai ibunya. Bahkan, informasi yang ada tidak lebih dari seperempat halaman.
Xander terdiam sejenak, merenung. Kenapa begitu sedikit informasi tentang ibunya di dalam dokumen ini? Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang belum terjawab.
Setengah jam kemudian, Govin kembali ke dalam kamar Xander dengan wajah serius. "Tuan Xander," katanya dengan suara tenang, "Tuan Sebastian setuju dengan rencana Anda, dengan beberapa syarat."
Xander menutup dokumen dan meletakkannya di atas nakas. "Katakan padaku," ia berkata, suaranya lebih tegas dari sebelumnya.
Govin menarik napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Syarat pertama, Anda hanya diperkenankan berada di luar selama delapan jam saja, dimulai dari pukul sembilan pagi hingga pukul lima sore. Syarat kedua, aku akan menemani Anda selama berada di luar. Syarat ketiga, jika Tuan melanggar kedua syarat tersebut, Anda tidak akan diperkenankan untuk kembali keluar sampai masa tunggu selesai."
Xander menghembuskan napas panjang. "Menjadi sosok penting memiliki sisi tidak nyamannya sendiri," pikirnya dalam hati. Dengan terpaksa, ia mengangguk. "Baiklah, aku setuju."
"Govin, kenapa aku hanya menemukan sangat sedikit informasi mengenai ibuku di dalam dokumen ini?" Suaranya terdengar sedikit marah.
"Keluarga besar Ashcroft... sengaja menghilangkan data-data penting mengenai ibu Anda di dalam dokumen itu, Tuan." Ia berbicara pelan, hati-hati dengan kata-katanya. "Meski tuan Sebastian menambahkan kembali datanya, tetapi mereka bersikeras untuk menghapusnya kembali. Awalnya, mereka dari awal memang tidak patuh pada Tuan Sebastian karena posisinya sebagai pewaris pengganti kekayaan keluarga Ashcroft. Hanya saja, ketika Tuan Sebastian jatuh sakit, mereka mulai menunjukkan pemberontakan secara terang-terangan. Bahkan, mereka beberapa kali berani menghapus data ibu Anda dari daftar keluarga."
Xander mengepalkan tangannya, wajahnya menjadi keras, matanya memancarkan amarah yang tak terbendung. "Mereka akan menyesal karena sudah berani melakukannya pada ibuku." Rahangnya mengeras, dan kepalan tangannya terasa begitu kuat, seperti ingin menghancurkan sesuatu. "Govin, aku menginginkan informasi mengenai ibuku secepatnya, termasuk keluarga dari ibuku."
Govin terdiam sejenak.
"Ada apa, Govin? Apa itu terlalu berat untukmu?" Desak Xander.
"Tuan Xander," Govin melanjutkan, suaranya lebih pelan, "Sejujurnya, informasi mengenai keluarga mendiang Nona Lydia cukup sulit ditemukan. Mereka seolah menghilang karena sesuatu. Terakhir kali aku bertemu dengan kakek Anda, saat aku berusia empat tahun. Pencarian keluarga mendiang Nona Lydia sudah dihentikan satu tahun terakhir setelah tidak didapatkan kemajuan apa pun, Tuan."
"Menghilang karena sesuatu?" Xander mendekat, berdiri tegak di hadapan Govin dan menyentuh kedua bahu pria itu. Tatapannya tajam dan penuh harapan. "Aku yakin kau bisa melakukannya, Govin. Aku mempercayaimu."
"Terima kasih karena sudah mempercayaiku, Tuan." Govin membungkuk dalam-dalam. "Aku akan berusaha untuk tidak mengecewakan Anda."
Xander mengangguk, kemudian membelakangi Govin. "Govin, antarkan aku ke makam ayah dan ibuku besok pagi. Aku ingin bertemu dengannya."
Keesokan harinya, Xander bersama Govin dan tiga pengawal berjalan menuju pemakaman yang tenang. Langit pagi yang cerah seolah mengiringi perjalanan mereka, meskipun di dalam hatinya ada gelombang kesedihan yang tak bisa dipendam. Mereka sampai di makam Lydia dan Samuel, nisan kedua orang tuanya berdiri berdampingan. Xander menundukkan kepalanya, mengelus lembut nisan ibunya yang terukir dengan indah, kemudian beralih ke nisan ayahnya yang juga tak kalah menenangkan. Matanya mulai terasa panas, meskipun ia berusaha keras untuk menahan tangis.
Dengan suara yang hampir tak terdengar, Xander mengucapkan doa, berharap doa itu sampai ke alam yang jauh. "Ayah, ibu, terima kasih sudah melakukan semua hal terbaik untukku selama ini. Aku akan melindungi semuanya dengan sebaik mungkin. Beristirahatlah dengan tenang dan dukunglah putramu di mana pun kau berada saat ini."
Setelah beberapa saat, Xander, Govin, dan pengawal-pengawal lainnya berjalan menjauh dari pemakaman, melewati deretan makam anggota keluarga Ashcroft yang lain. Tiba-tiba, dua buah mobil tampak berhenti di seberang jalan, menarik perhatian mereka. Xander menoleh, dan matanya segera menangkap dua sosok yang familiar.
Dalton dan Ruby tampak keluar dari salah satu mobil, mengenakan busana serba hitam, tampaknya datang untuk memberi penghormatan pada keluarga mereka. Xander terkejut sesaat, sebelum segera menguasai dirinya. Melihat mereka mendekat, Xander dengan cepat meraih sepasang kacamata hitam dan memasang kumis palsu di wajahnya, menyamarkan identitasnya agar tidak mudah dikenali.
Govin yang lebih dahulu menyadari kehadiran Dalton dan Ruby menunduk sedikit, memberi isyarat pada Xander. "Tuan Xander."
Xander menoleh ke arah Dalton dan Ruby yang mulai berjalan menuju pemakaman. Pria itu terkejut saat itu, kemudian dengan cepat menguasai diri. Ia buru-buru melakukan penyamaran dengan memakai kacamata hitam dan menempelkan kumis palsu di atas bibir.