Berawal dari kesalahan yang Faiz Narendra lakukan di masa lalu, membuat hidup Keluarga Narendra terancam bahaya.
Berbagai teror, dan rentetan penyerangan dilakukan secara diam-diam, oleh pelaku misterius yang menaruh dendam kepadanya.
Namun bukan hanya pelaku misterius yang berusaha menghancurkan Keluarga Narendra.
Konflik perebutan pewaris keluarga, yang dilakukan oleh putra sulungnya, Devan Faiz Narendra, yang ingin menjadikan dia satu-satunya pewaris, meski ia harus membunuh Elvano Faiz Narendra, adik kandungnya sendiri.
Sedangkan Elvano yang mulai diam-diam menyelidiki siapa orang yang meneror keluarganya. Tidak sengaja dipertemukan, dengan gadis cantik bernama, Clarisa Zahra Amanda yang berasal dari keluarga sederhana, dan kurang kasih sayang dari ayahnya selama hidupnya.
Ayah Clarisa, Ferdi tidak pernah menyukai Clarisa sejak kecil, hanya karena Clarisa terlahir sebagai anak perempuan. Ferdi lebih menginginkan bayi laki-laki untuk meneruskan keturunannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Laksamana_Biru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Elvano dan Devan sedang berada di area latihan tembak terbuka dengan suasana sunyi dan tenang.
Hanya terdengar suara angin yang berdesir di sekitar mereka, yang tengah sibuk mempersiapkan senjata dan target mereka.
"Sudah lama kita tidak berlatih seperti ini, ya kak,? ujar Elvano sambil menatap target dengan penuh fokus.
"Dan, kali ini aku yakin bisa menembak lebih baik dari kakak," lanjutnya sambil tersenyum.
"Gak mungkin El. Kakak akan menunjukkan keahlian menembak kakak yang lebih keren hari ini," balas Devan sambil memeriksa senjatanya, dan mulai mengatur posisi.
Mereka berdua mulai menembak target dengan tekun dan penuh konsentrasi.
Dor
Dor
Dor
Elvano menunjukkan keahliannya dengan menembak tepat di sasaran, sementara Devan lebih fokus pada kecepatan dan akurasinya.
Ketegangan mulai terasa saat keduanya mendekati target terakhir. Mereka sama-sama fokus dan tidak ingin kalah. Elvano meletakkan senjatanya dengan hati-hati, mengatur nafasnya sebelum menarik pelatuk.
Door
Suara tembakan menggema di antara bukit-bukit di sekitar mereka, dan tepat di tengah target. Elvano tersenyum puas, merasa bangga dengan dirinya sendiri.
"Kamu memang memiliki bakat dalam menembak, El. Tapi jangan terlalu percaya diri, aku masih bisa mengalahkanmu,"ujar Devan sambil tersenyum meyakinkan.
Dengan gerakan yang cepat dan presisi, Devan melepaskan tembakan ke target terakhir.
Dor
Dan sama seperti Elvano, ia berhasil menembak tepat di sasaran.
"Wih, keren juga kamu kak," puji Elvano tersenyum.
"Hmm, lumayan" balas Devan meletakan senjatanya.
"Oh ya, jadi gimana keputusan mu?" tanya Devan.
"Keputusan apa?" tanya balik Elvano.
"Kamu jadi kan belajar ke luar negeri?" tanya Devan sambil mengisi peluru di senjatanya, dan mulai bersiap menembak lagi.
"Ayah melarang aku untuk pergi kak," balas Elvano.
"Kenapa?" tanya dingin Devan sambil menarik pelatuk, dan melepasnya.
Dor
Kali ini peluru meleset, dan gagal mengenai target, membuat Elvano mengeryitkan dahi.
"Tumben meleset kak?" tanya Elvano
"Gak papa" balas Devan.
"Jadi kenapa ayah melarangmu?" tanya Devan lagi.
Sebentar Elvano melihat kakaknya, ia ingin mengatakan jika ia mengetahui ayahnya mendapat surat ancaman, yang membahayakan seluruh anggota Keluarga Narendra.
"Entahlah, aku juga tidak tau kak" balas Elvano yang memilih diam, tanpa memberi tau yang sebenarnya.
Devan menatap Elvano dengan tajam, mencoba mencari tahu alasan sebenarnya, mengapa ayah mereka melarang Elvano pergi belajar ke luar negeri.
Elvano yang melihat ekspresi kakaknya yang tidak percaya dengan jawabannya berusaha memutarbalikkan situasi.
"Mungkin ayah khawatir dengan keamanan aku di luar negeri," ucap Elvano mencoba memberikan alasan yang masuk akal.
Devan terdiam sejenak, memikirkan alasan yang disampaikan oleh adiknya. Namun, ia tetap merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh
"Elvano. Kamu tidak jujur dengan aku, kan?" tanya Devan curiga Elvano terdiam, namun kemudian mengangguk pelan.
"Maaf kak, sebenarnya.." Elvano menarik nafas dalam-dalam
"Ayah mendapat surat ancaman yang menyebutkan bahwa, 3 hari lagi ada salah satu anggota Keluarga Narendra yang akan tewas" jelas Elvano
"Itu sebabnya mungkin ayah melarang aku untuk ke luar negeri" lanjut Elvano.
"Kenapa kamu tidak memberitahuku sebelumnya?" tanya Devan dengan sedikit kesal Elvano menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena menyembunyikan hal yang begitu penting dari kakaknya.
"Aku tidak ingin membuatmu khawatir kak. Tapi sekarang, aku merasa bahwa kakak perlu tahu agar bisa berhati-hati juga" ucap Elvano dengan nada serius.
Sementara Devan nampak terdiam, dan berpikir. Namun tiba-tiba ia mengangkat senjatanya, dan mulai menembak ke arah target lagi.
Dor
"Terus sekarang apa rencana mu?" tanya Devan yang mulai fokus menembak.
"Aku ingin mencari tau pelakunya kak" balas Elvano.
"Emang kamu tau siapa pelakunya?" tanya Devan.
"Aku gak tau, tapi aku curiga dengan seseorang" ucap Elvano
Mendengar itu Devan yang ingin melepas pelatuknya terdiam.
"Kamu curiga dengan sapa?" tanya dingin Devan.
Drrttt...
Suara panggilan telepon Elvano berdering, mengalihkan Elvano yang ingin menjawab pertanyaan Devan.
"Bentar kak," ucap Elvano melangkahkan kakinya menjauh dari Devan Sementara Elvano tengah sibuk berbicara dengan seseorang.
Tiba-tiba Devan mengubah arah bidikannya, berganti ke arah kepala Elvano.
Flashback on
"Wa...wait, apa maksud Anda?" tanya Devan membuat pria itu tersenyum misterius.
"Santai saja, Tuan Devan," ucap pria tersebut dengan nada yang tenang.
Devan memperhatikan sosok pria di hadapannya. Pria itu tampak elegan dengan setelan jas hitam, dan topeng yang menutupi sebagian wajahnya.
"Anda tahu nama saya?" tanya Devan
"Iya, saya tahu. Tapi lupakan tentang itu. Kamu ingin menjadi pewaris satu-satunya Keluarga Narendra kan?" tanya pria tersebut sambil meneguk segelas bir.
Devan terkejut dengan perkataan orang itu. Bagaimana bisa orang itu tau apa yang sedang ia pikirkan.
"Jangan memasang ekspresi seperti itu" ucap pria sambil menaruh gelasnya.
"Saya bisa membantumu untuk mendapatkan posisi itu" lanjutnya Devan menarik napas dalam-dalam.
Ia tidak tahu harus percaya atau tidak dengan kata-kata pria misterius di hadapannya
Namun, kemungkinan untuk mendapatkan posisi yang begitu diidam-idamkan membuatnya tertarik untuk mendengarkan lebih lanjut.
"Bagaimana caranya?"tanya Devan dengan nada sedikit ragu Pria itu mengangguk puas sebelum menjawab,
"Membunuh adikmu, Jika adikmu tidak lagi ada di dunia ini, maka posisi sebagai pewaris Keluarga Narendra akan otomatis menjadi milikmu" balas pria itu tersenyum licik Devan terdiam mencerna saran orang tersebut.
Namun, saat ia melihat pria itu mengangkat segelas bir dan memberikannya kepadanya, seolah-olah menyuruhnya untuk memikirkan pilihan yang sulit itu, Devan merasa terjebak di dalam permainan yang sangat rumit.
Flashback off
Devan sudah tidak mempunyai pilihan lagi selain membunuh Elvano. Tetapi, tiba-tiba dalam benaknya muncul dua sisi yang saling bertentangan.
Di satu sisi, obsesi untuk menjadi pewaris tunggal mendorongnya untuk mengakhiri nyawa Elvano.
Namun, di sisi lain, ada suara kecil yang mengingatkannya akan kasih sayang ,dan ikatan keluarga yang seharusnya ia jaga dengan baik.
Devan merasakan perang batin yang begitu kuat di dalam hatinya. Dia tahu bahwa keputusannya menarik pelatuk senjata akan mengubah segalanya
Namun obsesinya yang mendalam membuatnya terus menekan pelatuk itu. Setiap detik terasa seperti abadi, membuatnya semakin terjebak dalam keputusannya yang sulit.
Dengan napas yang terengah-engah, Devan akhirnya memutuskan untuk melanjutkan aksinya. Tanpa ragu lagi, dia menarik pelatuk senjatanya dan melepaskannya.
Dor
****************
Faiz Narendra dan Arlo Mahesa duduk di ruang rapat yang tenang. Mereka berdua sedang membicarakan proyek baru yang mereka akan jalankan bersama.
Faiz meletakkan file proyek di atas meja dan memandang Arlo dengan serius.
"Arlo, proyek ini sangat penting bagi kita. Kita harus memastikan semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana" ucap Faiz
Arlo mengangguk setuju sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Tentu saja, Faiz. Kita telah bekerja keras untuk mendapatkan proyek ini. Tidak ada yang boleh mengganggu jalannya proyek ini.
"Benar, kita harus memastikan bahwa tidak ada celah bagi pesaing untuk merusak rencana kita. Kita harus selalu waspada" ujar Faiz
Mereka terus memperdebatkan detail proyek mereka, mendiskusikan strategi yang harus mereka terapkan, dan mencari solusi atas setiap kemungkinan masalah yang mungkin timbul.
Ruang rapat menjadi terasa begitu tegang dengan semua perbincangan yang mereka lakukan.
Namun tiba-tiba Faiz mengingat surat ancaman itu dan memutuskan untuk membicarakannya dengan Arlo
"Arlo, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu" ucap Faiz
"Tentang apa?" tanya Arlo
"Aku mendapat surat ancaman beberapa hari yang lalu" jawab Faiz Arlo mengeryitkan dahinya
"Surat ancaman? Dari siapa?" tanya Arlo penasaran.
"Aku tidak tahu pasti, tapi isinya mengancam bahwa ada seseorang di keluarga ku yang akan mati" jelas Faiz
"Apa? Serius?" tanya Arlo tidak percaya jika ada orang yang berani mengusik ketenangan Keluarga Narendra.
"Ya, aku serius dan sekarang aku sangat khawatir. Aku perlu bantuanmu untuk menyelidiki siapa pelakunya" ucap Faiz meminta bantuan Arlo
"Tentu saja, Faiz. Aku akan membantumu sebisa mungkin" balas Arlo
"Terima kasih, Arlo." ucap Faiz
"Jangan khawatir, kita akan segera menemukan siapa pelakunya" ujar Arlo.
"Tapi kau tidak curiga dengan siapa gitu?" tanya Arlo.
"Tidak, sama sekali tidak ada yang mencurigakan bagi ku, semua terlihat sama sampai sekarang" balas Arlo.
"Kalau masa lalu mu" tanya Arlo
Deg
Jantung Faiz berdegub kencang.
Masa lalu
Apa jangan-jangan kesalahan yang dulu ia pernah lakukan, akan terbalas di masa sekarang. Dan itu pun harus dengan nyawa anggota keluarganya yang menjadi taruhannya.
"Faiz" panggil Arlo
"Kau gak papa" tanya Arlo yang melihat raut pucat wajah Faiz.
"Arlo, apa bisa jadi pelakunya adalah orang itu?" tanya Faiz dengan suara gemetar.
"Orang itu siapa? Maksudmu kejadian 1 tahun yang lalu?" tanya Arlo.
"Iya" jawab Faiz mengangguk membuat Arlo tertawa
"Hahaha tidak, itu tidak mungkin. Karena aku sudah menutupi kasus itu, dan aku yakin kalau dia sudah meninggal" balas Arlo
"Apa kau yakin?" tanya Faiz.
Arlo mengangguk "iya aku yakin karena aku yang mengurus jasadnya" balas Arlo.
"Apa ada orang lain selain kita yang tau?" tanya Faiz.
"Tidak cuma kita yang tau" ucap Arlo.
"Ck, lalu siapa orang ini yang berani mengancamku hah!" ucap Faiz merasa kesal.
"Sudah, kau tenang saja. Biar aku yang mengurus dan mencari orang itu" balas Arlo
gak bisa berkata kata banyak