Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Elina membaringkan tubuhnya di sofa kecil di sudut ruangan, mencoba mengistirahatkan pikirannya yang penuh dengan konflik. Meski matanya terpejam, pikirannya tak henti-hentinya memutar kejadian yang baru saja terjadi di mansion Adrian. Permintaannya tadi terasa seperti taruhan besar yang akan menentukan nasibnya ke depan.
“Menikah...” gumam Elina dalam hati. Ia tidak menyangka akan mengucapkan kata itu dengan begitu yakin, padahal dalam hatinya tersimpan keraguan yang begitu besar. Namun, ia tahu bahwa ia harus melindungi dirinya sendiri, bukan hanya dari Adrian, tapi juga dari kehidupannya yang penuh tekanan.
Ponsel Elina bergetar di meja kecil di sampingnya, menandakan pesan masuk. Ia meraihnya dengan malas, berharap bukan berita buruk lainnya. Pesan itu ternyata dari Daniel, kaki tangan Adrian yang selalu dingin dan penuh misteri.
Daniel: Tuan Adrian akan menunggu keputusanmu dalam waktu dekat. Jangan buat dia menunggu terlalu lama.”
Elina merasakan jantungnya kembali berdebar. Pesan singkat itu terasa seperti ancaman, meskipun ditulis dengan kata-kata yang tenang. Daniel adalah sosok yang membuat Elina merasa tak nyaman. Tatapannya selalu penuh dengan rahasia, seperti Adrian, namun dengan nuansa yang lebih gelap dan menakutkan.
“Keputusan apa lagi yang harus aku buat?” pikir Elina. Ia sudah menyatakan syaratnya. Jika Adrian setuju, maka itu akan menjadi awal dari perjalanan yang sama sekali tidak pernah ia bayangkan.
Tanpa sadar, air mata mulai membasahi pipinya. Elina merasa terjebak dalam lingkaran kekacauan yang ia ciptakan sendiri. Antara menjaga harga dirinya dan menjalani permainan Adrian yang penuh misteri, Elina merasa dirinya semakin jauh dari kehidupan normal yang pernah ia impikan.
Pagi mulai menjelang, dan suasana rumah sakit perlahan mulai ramai dengan aktivitas para perawat dan dokter yang bersiap menjalani rutinitas hari itu. Elina mengusap air matanya cepat-cepat, ia tidak ingin terlihat lemah di depan siapa pun, apalagi di hadapan keluarganya. Ia menghela napas panjang dan bangkit berdiri, memutuskan untuk menyiapkan diri menghadapi hari yang panjang.
Nenek Elina dijadwalkan menjalani operasi siang ini, dan Elina harus memastikan semua persiapan berjalan lancar. Dengan langkah mantap, ia pergi ke ruangan dokter untuk memastikan bahwa semuanya sudah siap.
“Bagaimana kondisi nenek saya, Dok?” tanya Elina dengan nada tegas, meski hatinya masih diselimuti kegelisahan.
Dokter tersenyum tipis, “Kondisinya stabil, dan kami yakin operasi akan berjalan lancar. Kami sudah melakukan persiapan dan akan segera mulai siang nanti. Jangan khawatir.”
Elina mengangguk, sedikit lega. Ia menatap kembali ke arah pintu ruangan neneknya, merasa semakin berat dengan keputusan yang harus ia ambil. Apakah ia bisa bertahan menghadapi semua ini? Apakah Adrian benar-benar akan menikahinya atau hanya bermain-main dengan dirinya?
Setelah berbicara dengan dokter, Elina kembali ke kamar rawat neneknya. Kali ini, Ia melihat neneknya sudah terjaga, nampak wajah yang sangat pucat. "Elina, kamu di sini?” ucap nenek dengan suara lemah.
"iya Nek, Elina di sini, Nenek jangan khawatir. Semuanya akan baik-baik saja," Elina mencoba tersenyum, meski hatinya dipenuhi kekhawatiran yang mendalam. Namun, ia harus kuat. Demi neneknya, demi dirinya sendiri.
“Elina tadi malam kamu ke mana” tanya Ibu Sri yang baru saja keluar dari kamar mandi.
“Oh syukurlahhh Nenek Amber sudah bangun” sambungnya yang baru sadar
Tanpa menjawab pertanyaan Ibu Sri Elina mengalihkan pembicaraan.
“Oh iya Bu, operasi nenek dijalankan siang ini” ucap Elina dengan senyuman
“Syukurlahh kalo begitu Nak” jawab Bu Sri.
Ketika siang menjelang, Elina dan Ibu Sri menemani neneknya menuju ruang operasi. Setiap langkah terasa begitu berat, namun ia tetap berusaha tenang. Di depan ruang operasi, Elina duduk di bangku tunggu dengan tangan gemetar, menunggu hasil yang akan menentukan nasib neneknya.
Waktu seakan berjalan sangat lambat. Setiap detik terasa seperti menit, dan setiap menit terasa seperti berjam-jam. Elina tidak bisa menenangkan pikirannya. Adrian, pernikahan, operasi neneknya, semuanya bercampur aduk dalam pikirannya yang kalut.
Setelah menunggu beberapa jam yang terasa sangat lama, akhirnya pintu ruang operasi terbuka. Dokter keluar dengan senyum di wajahnya, “Operasi berjalan lancar, nenekmu dalam kondisi stabil. Kami akan memindahkannya ke ruang pemulihan.”
Elina merasakan beban di pundaknya sedikit terangkat. “Terima kasih, Dok,” ucapnya dengan tulus. Meski begitu, ia tahu bahwa ini hanyalah awal dari perjalanan panjang yang harus mereka tempuh.
---
Malam harinya, ketika Elina kembali ke rumah sakit setelah beristirahat sebenta di panti, ia mendapati pesan lain dari Adrian. Pesan itu singkat, namun menimbulkan banyak pertanyaan dalam benaknya.
Adrian: “Besok kita akan bertemu. Ada hal yang harus kita bicarakan.”
Pesan itu langsung membuat Elina merasa tegang. Apakah ini tentang pernikahan yang ia ajukan? Apakah Adrian akan menerima atau malah menolaknya dengan cara yang menyakitkan?
Malam itu, Elina tak bisa tidur. Pikirannya terus menerawang, membayangkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Ia tahu bahwa besok akan menjadi hari yang menentukan. Jika Adrian menolak, apa yang akan ia lakukan? Apakah ia harus meninggalkan semuanya dan mulai dari awal lagi?
Keesokan harinya, sesuai perjanjian, Elina datang ke kantor Adrian. Gedung tinggi tempat Adrian memimpin bisnisnya terasa begitu menakutkan, dengan aura kekuasaan yang menyelimuti setiap sudutnya. Saat Elina tiba di lantai paling atas, ia disambut oleh Daniel yang selalu terlihat dingin dan penuh rahasia.
"Adrian menunggumu di ruangannya," ucap Daniel dengan suara datar.
Elina mengangguk dan mengikuti arahan Daniel. Pintu ruangan besar itu terbuka, dan di dalamnya, Adrian duduk di balik meja kerjanya yang mewah, menatap Elina dengan pandangan yang sulit ditebak.
“Duduk,” perintahnya singkat.
Elina duduk dengan hati yang penuh kegelisahan. Tangannya bergetar ringan, meski ia berusaha menyembunyikannya.
Adrian menatapnya dengan tajam sebelum akhirnya berbicara, “Aku telah memikirkan permintaanmu.”
Elina menahan napas. Ini dia, momen yang akan menentukan segalanya.
“Aku setuju dengan permintaanmu,” lanjut Adrian, suaranya tegas namun dingin.
“Tapi pernikahan kita tidak akan seperti yang kau bayangkan. Tidak ada cinta, tidak ada perasaan. Ini hanya akan menjadi pernikahan berdasarkan kontrak.”
Elina menatap Adrian dengan mata yang membelalak. Ia tahu bahwa Adrian tidak akan pernah menjadi suami yang penuh kasih, tapi mendengar hal itu secara langsung membuat hatinya nyeri.
“Pernikahan ini hanya untuk kepentinganku dan... mungkin juga untukmu,” lanjut Adrian.
“Aku tidak peduli apa yang kau rasakan, tapi jika kau ingin ini terjadi, kau harus siap dengan semua konsekuensinya.”
Elina terdiam. Kata-kata Adrian terasa dingin, namun ia tahu bahwa inilah harga yang harus ia bayar untuk melindungi dirinya sendiri dan keluarganya.
“Saya mengerti, Tuan,” jawab Elina dengan suara pelan, meski hatinya bergemuruh dengan berbagai perasaan yang bertentangan.
Adrian memandangnya sekali lagi sebelum mengalihkan tatapannya ke berkas-berkas di meja.
“Baiklah. Kita akan menikah secepat mungkin. Daniel akan mengurus semua persiapannya.”
Dengan keputusan itu, Elina tahu bahwa kehidupannya tidak akan pernah sama lagi. Ini adalah awal dari perjalanan yang penuh dengan ketidakpastian, namun ia tidak akan mundur. Tidak sekarang, ketika ia sudah melangkah sejauh ini.
---
Hari-hari berikutnya berlalu dengan cepat, neneknya sudah kembali ke panti jompo dan persiapan pernikahan mereka pun berjalan lancar tanpa banyak drama. Namun, Elina merasakan kekosongan yang begitu besar di dalam hatinya. Meski secara formal mereka akan menikah, ia tahu bahwa pernikahan ini tidak akan membawa kebahagiaan yang ia impikan.
Pada akhirnya, ia hanya bisa berharap bahwa ia telah mengambil keputusan yang tepat.
Yang menjadi pertanyaan Elina saat ini, dimana keluarga Adrian, dia bahkan tidak mengetahui seperti apa keluarganya, sungguh benar benar orang yang sangat misterius dan tertutup.
*Dilain sisi*
Brakkk… suara meja dipukul keras oleh seseorang
“Dia bahkan tidak mengabariku tentang Pernikahannya” ucap pria itu dengan suara yang penuh tekanan setelah mendapat kabar dari kaki tangannya
“Dad… sudahlah tenangkan dirimu, biarkan dia menjalani kehidupannya sendiri tanpa campur tangan kita” ucap wanita paruh baya menenangkan suaminya
“Tidakkkk.. aku sudah menjodohkannya dengan anak sahabatku bahkan mereka sudah bertunangan!!” Ucap pria paruh baya itu penuh emosi.
“Bagaimana mungkin dia menikahi gadis lain bahkan asal usulnya pun tidak jelas” sambung pria itu
“Daddy… biarkan Mommy yang berbicara pada anak itu.
Bersambung…
Hai Readers!! Semoga kalian menyukai karyaku🤗🤗