Sinta Ardila,gadis ini tidak perna menyangka jika ia akan di jual oleh sahabatnya sendiri yang bernama Anita,kepada seorang pria yang bernama Bara yang ternyata seorang bos narkoba.Anita lebih memili uang lima puluh ribu dolar di bandingkan sahabatnya yang sejak kecil sudah tumbuk besar bersama.bagai mana nasib Sinta.apakah gadis sembilan belas tahun ini akan menjadi budak Bara?apakah akan muncul benih cinta antara Bara dan Sinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesya Aqilla putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Sebenarnya tidak heran jika Sinta sakit mengingat tubuhnya sangat kurus sekali. Yang menjadi pertanyaanya,separah apa penyakit yang di deritanya.
Di dalam ruangan yang bernuansa serba putih, Bara duduk dengan perasaan sedih dan lesuh ketika ia mendengarkan penjelasan dokter yang membuat Bara semakin bersalah pada Sinta.
"Saya akan memindahkan istri saya ke rumah sakit yang ada di kota kami,"ucap Bara dengan nada pelan.
"Kami akan menyiapkanya sekarang,"jawab dokter tersebut.
Segera Bara memerintahkan semua anak buahnya untuk melakukan pengawalan ambulan yang akan membawa Sinta pendah ke rumah sakit yang jauh lebih besar dan bagus perawatanya.
"Bara,apa yang sudah terjadi?"tanya Danil yang merasa penasaran melihat ekspresi wajah Bara.
"Sinta sakit,"jawabnya singkat.
"kami juga tahu Sinta sedang sakit,tapi Sinta sakit apa? Brian memperjelas pertanyaanya.
"Ada tumor di kepalanya, dokter bilang sudah membesar, bahkan bisa membesar dalam waktu singkat,"jawab Bara membuat ketiga sahabatnya tercengang.
"buka hatimu, Bara.anak perempuan yang kau siksa selama ini memiliki penderitaan yang sangat menyakitkan. Jika aku berada di posisi Sinta,sumpah demi langit dan bumi,aku akan membencimu dan mengutuk mu yang sudah menambah rasa sakit dalam dalam hidupnya."ucap Chris yang marah pada Bara.
Bara hanya duduk diam,tersadarlah ia selama ini merasa curiga sama rambut Sinta yang selalu rontok.
"Itu artinya Sinta tidak tahu jika ia sakit,"gumam Bara.
"Dan jika tahu,sudah pasti dia menganggap dunia ini tidak adil memberinya takdir seperti ini,"sahut Chris
Brian menarik Chris agar sedikit menjauh dari Bara. Entah kenapa pria ini selalu membela Sinta.
****
Apa yang kau rasakan saat ini?"tanya Bara pada Sinta yang baru sadar setelah tiga hari tak sadarkan diri.
Sinta mengerutkan dahinya,kedua matanya berkaca-kaca, bahkan jelas terlihat sorot mata penuh kebencian di dalamnya. Suasana ruanganya hening,suami istri ini saling tatap. Jika Sinta menatap dengan penuh rasa benci, sementara Bara menatap dengan penuh cinta dan kerinduan.
"Sinta,gumam Bara yang hendak menggenggam tangan Sinta tapi cepat di tepisnya.
"Maafkan aku,"ucap Bara tertunduk.
Dalam hatinya merasa bersalah,jelas saja bara menyalahkan dirinya karena selama ini ia sudah menambah beban penderitaan dalam hidup Sinta
"Aku minta maaf,"ucap Bara sekali lagi.
Sinta hanya diam,sedikit ia memalingkan wajahnya tipis untuk menghindari tatapan Bara.
Bara menghembuskan napas panjang sembari duduk di kursinya,pria ini tahu betul jika Sinta marah besar pada dirinya,Sinta marah, ia merasa kecewa karena pada kenyataannya ,ia kembali kedalam pelukan Bara.
"Kau di temukan dalam keadaan tidak sadarkan diri. Apa kau ingat?"tanya Bara yang sengaja memulai obrolan.
Lihatlah Sinta enggan untuk membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan dari Bara. Kepalanya yang terasa nyeri bahkan rasanya jauh lebih nyeri dari biasanya yang di rasakan Sinta saat ini.
"Sinta pasti tidak tahu jika dirinya menderita tumor,"ucap Bara dalam hati.
Bara mengusap wajahnya kasar,pria ini memilih keluar untuk menemui kedua sahabatnya yang begitu setia menemani dirinya kecuali Danil yang sibuk mengurus pekerjaan di showroom.
"apa yang harus aku katakan pada Sinta?"tanya Bara yang meminta pendapat pada kedua sahabatnya, Chris dan Brian. "Sinta benar-benar tidak tahu jika dirinya sakit?"Chris bertanya balik.
Bara menggelengkan kepalanya,jelas saja membuat Chris dan Brian hanya bisa menghembuskan napas pelan.
Sinta tidak mau menatapku apalagi bicara pada ku. Apa yang harus aku lakukan?"tanya Bara sekali lagi.
"kenapa harus bertanya pada kamu?sejak awal kau sendiri yang memulai masalah ini, sudah baik hubungan mu dan Sinta tapi kenapa kau bersikap seperti orang gila?"tanya chris yang entah kenapa merasa tidak terima setiap kali Bara menyiksa Sinta.
"kapan oprasi pengangkatan tumor akan di lakukan?"tanya Brian.
"Sinta masih harus melalui serangkaian pemeriksaan sebelum melakukan operasi," jawab Bara yang belum tahu kepastiannya, padahal kemarin pihak rumah sakit sudah memeriksa kesehatanya.
Lebih baik kau buang saja dia ke laut daripada kau sakiti. Sudahlah di sia-siakan kedua orang tuanya sejak bayi,kau lagi menambah beban penderitaanya,"ucap Chris kemudian pergi begitu saja.
Bara dan Brian saling pandang melihat sikap Chris yang sedikit aneh.
"kenapa dia selalu sensitif jika membahas tentang Sinta. Apakah Chris menyukai Sinta?" ujar Brian seketika mendapatkan tatapan tajam dan menusuk sampai ke tulang.
"sekali lagi kau mengeluarkan pertanyaan tidak berguna seperti itu,akan ku cabut gigimu,"ancam Bara kemudian masuk kembali kedalam ruangan.
Bara menghampiri Sinta yang masih bangun, terlihat kedua mata sayu itu sedang menahan rasa sakit.
"dokter,aku harus,"aduh Sinta pada Bara.
"dokter?"Bara mengulanginya.
Baru saja Sinta menyebut Bara sebagai dokter,jelas saja hal ini membuat Bara merasa keheranan.
"dokter,adakah air minum?"aku harus,"ucap Sinta sekali lagi.
Bara tidak menjawab, buru-buru pria ini memberikan segelas air putih pada istrinya.
"Sinta,aku bukan dokter,"ucap Bara memberi tahu.
"namaku Sinta?"ujarnya bertanya.
Bara lesuh,apa lagi yang terjadi kepada Sinta sampai ia pura-pura lupa seperti ini. Rasanya sudah tidak sabar ingin melihat hasil pemeriksaan kemarin.
Bara pergi ke pintu,ia meminta tolong pada Brian untuk memanggil dokter secara langsung meskipun ada bel di sana. Brian tidak menolak,pria ini segera pergi ke ruangan jaga dokter yang menangani Sinta. Setelah beberapa saat, dokter tersebut menemui Bara.
"apa hasilnya sudah keluar?"tanya Bara yang tidak sabaran,"kenapa istriku seperti orang linglung dan pelupa seperti ini?
"wajar saja karena efek tumor yang sudah membesar,"jawab dokter tersebut. "maat pak. Sebaiknya kita bicara di ruangan ku saja karena ada hal penting yang harus saya katakan pada anda.
Bara mengiyakan, sebelum pergi pria ini meminta Brian untuk menjaga Sinta di dalam ruangan.
Di dalam ruangan dokter Emir,kedua pria ini duduk saling berhadapan. Entah kenapa dada Bara berdebar dengan sangat kencang padahal mereka belum membahas apa pun.
"entah ini menjadi kabar yang bahagia atau justru menyedihkan. Dengan sangat berat hati saya mengatakan jika istri anda sedang hamil empat Minggu,"ucap dokter Emir memberi tahu.
Seketika air muka Bara berubah,pria ini mendadak bingung untuk mengekspresikan dirinya. Padahal ia dan Sinta baru melakukanya tapi kenapa sudah jadi anak saja.
"empat minggu?"tanya Bara yang memastikan.
"ya,empat Minggu,hanya saja baru kantong janin saja yang terlihat.
"Itu artinya belum ada janinnya?"tanya Bara.
Dokter Emir menjawab dengan anggukan.
Lalu bagai mana dengan oprasi yang akan di lakukan?"tanya Bara sekali lagi.
Resikonya sangat besar,hanya saja jika kita tidak melakukan operasi pengangkatan tumor, akan lebih besar lagi resikonya jika melahirkan nanti.