Tiga tahun lalu, Agnia dan Langit nyaris menikah. Namun karena kecelakaan lalu lintas, selain Agnia berakhir amnesia, Langit juga divonis lumpuh dan mengalami kerusakan fatal di wajah kanannya. Itu kenapa, Agnia tak sudi bersanding dengan Langit. Meski tanpa diketahui siapa pun, penolakan yang terus Agnia lakukan justru membuat Langit mengalami gangguan mental parah. Langit kesulitan mengontrol emosi sekaligus kecemburuannya.
Demi menghindari pernikahan dengan Langit, Agnia sengaja menyuruh Dita—anak dari pembantunya yang tengah terlilit biaya pengobatan sang ibu, menggantikannya. Padahal sebenarnya Langit hanya pura-pura lumpuh dan buruk rupa karena desakan keluarga yang meragukan ketulusan Agnia.
Ketika Langit mengetahui penyamaran Dita, KDRT dan talak menjadi hal yang kerap Langit lakukan. Sejak itu juga, cinta sekaligus benci mengungkung Dita dan Langit dalam hubungan toxic. Namun apa pun yang terjadi, Dita terus berusaha bertahan menyembuhkan luka mental suaminya dengan tulus.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Wanita yang Berbeda
Beda. Wanita bercadar yang tidur di hadapan Langit sungguh bukan berwajah Agnia. Lantas, apakah itu tetap Agnia yang telah melakukan operasi plastik total hingga wajahnya juga berubah total? Mengingat kini, operasi plastik sedang sangat digemari dan boleh dibilang menjadi tren?
“Atau memang, ... dia bukan Agnia? Dia Dita, ... dan Dita bukan identitas baru Agnia?” pikir Langit yang langsung terkejut lantaran setelah kedua mata Dita mendadak terbuka, kedua tangannya juga kompak mendorong wajah tampan Langit sekuat tenaga.
Tak hanya sampai di situ. Sebab Dita juga sampai menendang dada Langit, sebelum buru-buru pergi dari sana sambil membenarkan cadarnya yang lepas.
“Kau siapa?! Kau siapa?!” lantang Dita kepada Langit yang tak lagi pura-pura lumpuh maupun buruk rupa.
Langit yang sempat mental sempoyongan, makin dibuat bingung akibat keadaan sekarang. Sebab harusnya, Agnia tetap mengenali wajahnya yang sempurna, meski Agnia amnesia. Tak mungkin Agnia tak memiliki koleksi foto Langit yang belum buruk rupa.
“Mas ... siapa pun tolong. Ada laki-laki asing di kamarku! Mas Langit!” panik Dita sembari terus lari keluar dari kamar.
Suasana kediaman pak Excel amat sangat sepi sekaligus cenderung gelap. Tak ada tanda-tanda kehidupan lain di sana, selain dari Dita sendiri. Selain itu, Dita jga belum paham situasi di sana.
“Aduh ... sakit banget!” lirih Dita sampat kesakitan di bagian pangkal pahanya. Tentu saja itu area kewanitaannya yang terluka setelah ia menjalani malam pertama dengan Langit.
Dita yang sempat jongkok berangsur berdiri. Ia melakukannya dengan sangat hati-hati. Tatapannya mengawasi sekitar, dan membuatnya makin yakin, di rumah keluarga Lucas yang luas sekaligus mewah, hanya dirinya yang sedang beraktivitas di sana. Sementara ketika Dita mengawasi suasana lantai atas dan tepat keberadaan kamar yang baru ia tinggalkan, di sana juga sepi.
“Aku harus bawa senjata buat hajar tuh orang!” pikir Dita yang masih terjaga. Pandangannya makin sibuk melirik teliti suasana di sekitar seiring langkahnya yang mulai melangkah pelan.
Baru melangkah pelan sekitar tujuh langkah, suara dari terbukanya kamar di sebelah kanan, mengusik Dita. Sosok tersebut memakai mukena lengkap. Sedangkan tangan kanannya memegang tasbih dan masih berzikir. Itu ibu Azzura dan langsung buru-buru menghampiri sekaligus memastikan kepada Dita.
“Tadi Mama dengar, ... ada yang minta tolong. Itu suara kamu, kan, Ni?” sergah ibu Azzura yang kemudian refleks melongok ke atas. Dari ruang keluarga ia dan sang menantu berdiri, mereka memang bisa melihat keberadaan pintu kamar Langit. Di atas sana, pintu kamar Langit dalam keadaan terbuka.
“Ada apa?” tanya pak Excel tak kalah serius dari ibu Azzura.
Tak beda dengan ibu Azzura, pak Excel juga memakai koko lengan panjang warna hitam, dan menjadikan sarung sebagai bawahan. Tampaknya keduanya baru saja menjalani ibadah malam. Namun, bukankah saat pamit, Langit berdalih akan mengurus pekerjaan dengan sang papa? Lantas, jika pak Excel saja sudah ada di dalam kamar bersama ibu Azzura, sekarang Langit ke mana? Kenapa tadi, justru seorang pria sangat tampan yang ada di atas wajah Dita?
Dita menceritakan sejujur-jujurnya. Tanpa Dita sadari, sepanjang dirinya menceritakannya, kedua orang tua Langit, kompak berkode mata.
“Mungkin itu suami kamu!” ucap pak Excel.
“Enggak, Pa! Enggak mungkin. Wajahnya sangat tampan, mulus, bersih, pokoknya enggak pakai topeng! Terus dia juga bisa berdiri tegap!” yakin Dita jujur sejujur-jujurnya. Namun, kejujurannya itu justru di alas raut gelisah dari kedua orang di hadapannya, khususnya ibu Azzura.
“Agnia!” Suara bariton Langit terdengar dari lantai atas.
“I—itu suara mas Langit ...? Ya ampun ... dia memanggilku karena aku yang jadi Agnia!” batin Dita benar-benar panik.
Setelah membalas panggilan Langit dan memang sangat telat, Dita buru-buru pamit. Ia lari menaiki anak tangga sambil cukup mengangkat pakaiannya agar tidak terinjak. Namun selama ia melakukannya, ia kerap meringis menahan sakit. Malahan saat di tengah-tengah anak tangga, Dita sempat berhenti melangkah.
“Sebentar, Mas ... makin aku banyak gerak, ... jadi makin sakit!” rengek Dita sudah mulai ngos-ngosan.
Berbeda dari sebelumnya, kali ini semua yang Dita lakukan, tak lagi mengusik seorang Langit. Malahan makin Dita banyak bicara, makin muak juga Langit kepadanya. Meski ketika Dita berakhir terjatuh tengkurap tak jauh darinya setelah menginjak ujung gamis hitam bagian depannya sendiri, Langit refleks berdiri.
Langit amat sangat khawatir, untungnya Dita tak melihat ulah Langit dan memang masih merintih kesakitan.
“Aku baik-baik saja, Mas!” ucap Dita yang perlahan menoleh hingga ia jadi menghadap sang suami.
“Aku enggak tanya. DAN MEMANG ENGGAK ADA YANG TANYA!” balas Langit benar-benar sewot.
“Hah ...?” refleks Dita.
Selain sudah kembali duduk di kursi roda. Langit juga sudah kembali menutupi wajah bagian kanannya menggunakan topeng.
Langit mengabaikan Dita dan segera masuk ke dalam kamarnya lebih dulu.
“M—Mas ...?” Dita buru-buru menyusul dengan langkah buru-buru yang kerap membuatnya meringis menahan sakit. Selain itu, kedua tangannya juga kembali mengangkat kanan kiri gamisnya yang memang menyentuh lantai.
Dita takut kembali jatuh hanya karena menginjak ujung gamisnya sendiri.
Di lain sisi, pak Excel dan ibu Azzura, tengah mempermasalahkan kenyataan Agnia yang bagi mereka tidak mengenali wajah bahkan wujud asli Langit, anak mereka.
“Harusnya dia punya foto Langit dan tahu bahwa Langit sebelum dia amnesia, ya seperti itu. Amnesia enggak cocok jadi alasan dia enggak mengenali Langit. Sudah tiga tahun loh, Ma. Selama tiga tahun ini harusnya dia tahu wujud asli Langit!” tegas pak Excel yang kemudian berkata, “Kecuali jika memang dia wanita atau orang berbeda. Dia bukan Agnia dan memang orang yang sebelumnya memang tak mengenali Langit!” Sampai detik ini, pak Excel masih menatap kedua mata sang istri penuh keseriusan.
“Nah ... Mama juga merasa, dia beda. Bu—bukan Agnia. Maksudnya, memang bukan Agnia, Pa!” balas ibu Azzura, yakin.
“PERGIII! KAMU BUKAN AGNIA! PERGIIII!”
Detik itu juga, pak Excel dan ibu Azzura jadi tercengang. Sebab barusan, dari lantai atas dan itu kamar Langit, mereka mendengar suara Langit meraung-raung, menyuruh seseorang untuk pergi.
Awalnya baik pak Excel maupun ibu Azzura kepikiran memang ada penyusup di rumah mereka. Penyusup yang juga telah mengganggu Dita. Namun sesampainya mereka di lantai atas, di depan pintu kamar Langit, Dita sudah meringkuk. Dengan kepala dan mata mereka, pasangan baya itu memergoki, kaki kanan Langit menendang rahang kiri Dita yang baru saja menengadah hanya untuk menatap Langit.
“Langit!” teriak ibu Azzura.
Lain dengan ibu Azzura yang masih bisa bersuara, tidak dengan pak Excel. Pak Excel bergegas menarik kursi roda Langit duduk. Sementara ibu Azzura merengkuh tubuh Dita. Kendati demikian, baik ibu Azzura maupun pak Exel jadi tercengang tak lama setelah mereka melihat wajah Dita.
Wajah Dita tak lagi tertutup cadar. Cadar hitam yang sempat menghiasi wajah Dita, kini ada di tangan kanan Langit. Langit yang awalnya mencengkeram erat cadar Dita, kemudian melemparnya sekuat tenaga, nyaris mengenai wajah Dita.
Agnia yang ada di hadapan mereka merupakan wanita berbeda. Wanita asing dan mereka yakini memang bukan Agnia yang mereka kenal.