Ryo seorang pengusaha yang sukses harus menelan musibah dari tragedi yang menimpanya. Sebuah kecelakaan telah membuatnya menjadi lumpuh sekaligus buta. Istrinya sudah tidak Sudi lagi untuk mengurusnya.
Aura, adik sang istri tak sengaja hadir ditengah mereka. Aura yang memerlukan uang untuk kebutuhan hidupnya kemudian ditawari sang kakak sebuah pekerjaan yang membuat semua kejadian cerita ini berawal.
Pekerjaan apakah yang ditawarkan pada Aura?
dan bagaimana nasib Ryo selanjutnya?
Biar tau kisah selengkapnya, yuk ... di intip kisahnya....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yurika23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 - Perkembangan
Pagi menguning keemasan, jendela apartemen yang lebar terbuka menyibakan cahayanya kedalam hampir sebagian ruangan.
“Mas, aku akan belanja sebentar, apa ada yang ingin Mas beli?” tanya Aura pada Ryo yang masih terbaring di ranjangnya.
“Hm, tidak perlu. Aku belum memikirkan apa-apa”
Akhirnya Aura keluar dari apartemen itu. Ia juga bermaksud untuk menelpon Jesica yang tidak pulang seharian.
Di sebuah taman kota, Aura duduk di bangku besi taman. Paper bag belanjaan diletakkan disampingnya.
“Kakak!, apa-apaan sih kakak ini!. Perjanjian kita kan tidak sampai malam hari, kenapa kau tidak pulang!” geram Aura yang tengah menelpon Jesica.
"Aura, Aura … aku tidak pernah mengatakan sampai jam berapa kau bekerja menjadi pengasuh bayiku, apa kau lupa kata-kataku tempo hari, hah?. Aku mengatakan padamu, kau menggantikanku untuk merawat pria lumpuh itu, lalu sebagai gantinya akan kuberi gaji sesuai kesepakatan kita’" jelas Jesica di sebrang telpon.
“Tapi bukan berati kau tidak mengurus suamimu sama sekali kan, Kak!”
"Sudahlah Aura, aku memang tidak mau mengurus suamiku! Apalagi jika dia lumpuh dan buta seperti ini, aku tidak mau! Kau paham!’" suara Jesica terdengar keras di handphone Aura.
Aura diam sejenak mendengar penjelasan Jesica.
“Lalu, untuk apa lagi kakak mempertahankan pernikahan dengan Mas Ryo. Apa kakak tidak iba melihatnya seperti itu?!”
"Aura, si baik hati. Dengar ya, hanya wanita bodoh yang ingin bercerai dari pria semacam Ryo, pria terkaya yang pernah kutemui, tampan, memiliki tiga perusahaan, keberadaannya membuat statusku naik dimata teman-temanku. Bukankah itu sebuah kebanggan yang sangat diinginkan semua wanita, tapi dengan kelumpuhannya, siapakah yang paling tersiksa selain istrinya sendiri. Pria itu memang sudah tidak berguna, tapi dia masih bisa dimanfaatkan"
“Kakak!, jaga bicaramu!” pekik Aura, hingga membuat beberapa orang yang berjalan didepannya menoleh kearahnya.
"Apa aku salah?, apa yang bisa diandalkan dari pria lumpuh dan buta seperti dia, hah?, kecuali hanya status ‘Nyonya Ryo Ramonev’ yang kudapat karena masih menjadi istrinya."
“Itulah tugas kakak sebagai istri untuk mengurusnya bukan malah meninggalkannya. bahkan di waktu sulit sekalipun kakak seharusnya menemaninya!. Tapi justru di situasi seperti ini kakak malah bersama pria lain!, kakak munafik!. Aku benci kelakuanmu, Kak!”
"Kau bicara lagi, uangmu tidak akan ku transfer!” lagi-lagi jesica memutus telponnya sepihak.
Dengan memendam rasa benci dan geram pada Jesica, Aura mencoba menenangkan diri sesaat.
Aura berniat memberitahu yang sebenarnya pada Ryo, tapi entah seolah ia tak sampai hati mengungkapkan kebenaran itu. Ia tidak ingin Ryo tambah tertekan jika mengetahui kepahitan ini.
Akhirnya Aura mengurungkan niatnya, dan kembali ke apartemen.
Pintu apartemen dibuka. Suara Ryo sudah terdengar memanggilnya. “Ya, Mas … aku datang!” jawab Aura mempercepat langkahnya.
“Sudah belanjanya?” tanya Ryo sambil meraba-raba seolah mencari sesuatu di meja kaca.
“Iya, sudah. Mas mencari apa?” tanya Aura seraya meletakkan paper bag belanjaannya.
“Apa kau lihat kotak kado di atas meja?” tanya Ryo.
“Um, tidak ada. Ah mungkin itu Mas, di atas sofa. Yang terbungkus kado kan?” tanya Aura sambil mengambil bungkusan kotak diatas sofa.
“Iya, aku menyuruh Yunda membelikannya tadi”
Aura memberikannya pada Ryo. Kemudian Ryo memegangnya sesaat.
“Kemarilah!, Ini hadiah untukmu”
“Hah, untukku?, tapi kan ini bukan hari ulang tahun-ku?” Aura yang hafal hari ulang tahun kakaknya merasa hari itu bukanlah hari ulang tahun Jesica.
“Ini memang bukan hadiah ulang tahun, ini adalah hadiah karena kau masih setia padaku, Jes”
Entah darimana lelehan air mata Aura mengalir dengan sendirinya. Ia menyadari kenyataan bahwa saat ini kakaknya sedang bersama pria lain, dan tidak ada niat untuk mengurus suaminya sama sekali.
“Bukalah” pinta Ryo.
Aura membukanya dengan tangan sedikit bergetar, ternyata itu adalah Snow Globe yang indah, pajangan berbentuk bola kristal dengan sepasang boneka lucu yang sedang duduk di kursi taman, laki-laki dan perempuan di bawah pohon, dan ketika di guncang, maka salju akan turun memenuhi sisi bola kristal tersebut, sangat indah dan romantis.
“Hey, kau masih disini?” tanya Ryo dengan mengerutkan alisnya.
“Ya, Mas. Aku, aku hanya, terharu. Terimakasih” Aura tiba-tiba saja berlutut dan menangis di dekat paha Ryo. Wanita itu bersimpuh disamping Ryo, membayangkan betapa sakitnya pria itu jika ia tahu bahwa saat ini istrinya tengah berkhianat dan menganggap pria di hadapannya adalah pria lumpuh yang tidak berguna.
“Hey, kau menangis?” tanya Ryo sambil mengusap kepala Aura.
“Um, tidak. Aku tidak apa-apa” Aura masih menenggelamkan wajahnya di sela jemarinya yang merapat.
‘Kak Jesica adalah wanita paling bodoh. Mas Ryo sangat baik, tampan, memiliki segalanya dan juga romantis, aku hampir tidak mendapatkan kekurangannya selain keadaan sakitnya saat ini, tapi kakakku meninggalkannya begitu saja, benar-benar bodoh’ umpat batin Aura.
“Ada apa denganmu?” tanya Ryo sambil mengusap kepala Aura.
“Tidak ada apa-apa Mas, ini hanya, … sangat indah” ujar Aura tidak mampu menahan pedihnya, membayangkan kakak iparnya yang diperlakukan tidak adil oleh kakaknya sendiri.
“Apa itu berati kau suka?” tanya Ryo lembut.
“Tentu saja, Mas” jawab Aura dengan suara sedikit parau menahan tangis yang tertahan.
Keesokan paginya, hari itu adalah jadwal kontrol rutin Ryo. Ia biasa diantar Pak Dimin.
Di ruang Dokter, Ryo masih menunggu hasil pemeriksaan kaki juga matanya di dua tempat yang berbeda.
“Tuan Ryo, ini sangat luar biasa. Perkembangan anda sangat signifikan. Sendi dan otot di kaki anda sudah banyak peningkatan, hanya perlu di latih berjalan dengan alat bantu berjalan, latihlah secara rutin dan santai dengan istri anda, tidak perlu dipaksakan yang penting konsisten”
“Ah, baik, Dok saya akan usahakan terapi dirumah secara rutin”
Malam mulai meninggi.
Aura yang menyambut Ryo yang baru saja pulang dari Rumah Sakit, kemudian menyiapkan segala sesuatunya seperti biasa.
Setelah mandi air hangat, makan malam dan minum obat, Aura mengajak Ryo ke luar balkon.
“Mas, aku sudah siapkan tempat yang nyaman untuk kita ngobrol”
“Dimana?” tanya Ryo dengan alis menaut.
Aura membuka pintu kaca besar yang akan mengantarnya keluar teras balkon.
Disana sudah tersedia sofa ukuran kecil yang bisa terlipat di bagian kaki, cukup nyaman untuk bersantai walau space-nya hanya cukup untuk dua orang.
“Nah, disini Mas. Aku sudah sediakan kursi malas untukmu. Sejuk kan udara malam hari dari atas sini. Ayo aku bantu naik ke sofa ini”
“Ini sofa dari mana?” tanya Ryo sambil meraba sofa baru di luar teras balkon tersebut.
“Aku membelinya dari uang tabunganku” senyum Aura masih tersibak walau ia tahu Ryo tidak akan melihatnya.
“Kenapa kau tidak bilang aku kalau mau beli sofa?!” suara Ryo seolah menandakan kemarahan.