Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22: Persahabatan dan Rencana Baru
Hari-hari berjalan cepat di tengah kesibukan kampus. Rutinitas mulai terasa biasa bagi Alya, Asahi, Akira, dan Alyss. Di balik tugas-tugas kuliah, latihan rutin, dan segala aktivitas organisasi yang mereka jalani, hubungan mereka berkembang dengan cara yang tidak selalu terlihat jelas. Meskipun ada ketertarikan yang tersimpan di antara mereka, semuanya tetap terjaga dalam batas-batas persahabatan yang nyaman.
Suatu siang yang cerah, mereka duduk bersama di perpustakaan kampus, seperti biasa. Meja besar di pojok ruangan menjadi tempat mereka berdiskusi, mengerjakan tugas, atau sekadar bersantai setelah kelas yang panjang.
"Jadi, apa rencanamu untuk proyek akhir semester ini?" tanya Akira kepada Alyss yang terlihat sibuk dengan laptopnya.
"Aku ingin membuat presentasi tentang dampak teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Kau tahu, seperti bagaimana teknologi memengaruhi hubungan sosial kita," jawab Alyss sambil menatap layar laptopnya, serius tapi tetap santai.
Akira mengangguk. “Itu topik yang bagus. Aku bisa bantu kalau kamu butuh bahan tambahan. Pengaruh media sosial mungkin bisa jadi subtopik yang kuat.”
“Setuju,” balas Alyss dengan singkat, senyum kecil menghiasi wajahnya. Alya yang duduk di seberang mereka mengamati, senang melihat diskusi mereka berjalan lancar.
"Aku kira kita juga bisa memasukkan dampak psikologis dari ketergantungan teknologi," kata Alya, terlibat dalam pembicaraan.
Asahi yang duduk di samping Alya, mengangguk pelan. “Benar juga. Media sosial itu seperti pedang bermata dua. Kau bisa mendapat manfaat dari informasi instan, tapi bisa juga tersesat dalam banjir informasi.”
Pembicaraan mereka terus berlanjut, bergulir dari topik teknologi hingga pengalaman pribadi, sambil sesekali diselingi tawa kecil. Meskipun percakapan ringan, ada perasaan keakraban yang berkembang perlahan, namun masing-masing tetap menjaga jarak agar tidak terlalu terbawa suasana.
Setelah sesi belajar selesai, mereka memutuskan untuk bersantai di kafe kampus. Di kafe itu, suasananya selalu hangat dan nyaman, dengan aroma kopi segar yang menguar di udara. Meja besar di sudut ruangan menjadi tempat favorit mereka untuk duduk dan menghabiskan waktu, jauh dari kebisingan di luar.
“Kita harus mulai merencanakan sesuatu untuk akhir pekan,” kata Alya, mencoba menghidupkan suasana.
“Bagaimana kalau kita nonton film di apartemen kami?” saran Alyss, tampak antusias. “Dengan cuaca dingin seperti ini, nonton film terdengar menyenangkan.”
Akira tersenyum, mendukung ide tersebut. “Itu ide bagus. Kita bisa pilih beberapa film seru dan pesan makanan enak.”
Asahi, yang pada awalnya tampak lebih diam, mengangguk. “Oke, aku setuju. Kedengarannya menyenangkan.”
Alya juga tersenyum. “Aku bisa buatkan beberapa camilan . Akan jadi akhir pekan yang menyenangkan.”
Setelah sepakat dengan rencana tersebut, mereka mulai berdiskusi tentang film apa yang akan diputar, serta makanan dan minuman yang akan disajikan. Meski rencana ini terdengar sederhana, ada perasaan hangat dan nyaman di antara mereka. Alya dan Asahi saling bertukar pandang sesekali, meski tidak ada yang terlalu menonjol dari sikap mereka. Sementara itu, Alyss dan Akira berbagi ide tentang film yang akan ditonton.
Seperti biasa, semuanya kembali ke rutinitas. Jadwal kuliah yang padat dan tugas-tugas yang menumpuk membuat mereka semakin sibuk. Namun, momen-momen kecil di kampus, seperti belajar bersama di perpustakaan atau makan siang di kantin, terus menjadi bagian dari keseharian mereka. Meskipun perasaan-perasaan antara Alya dan Asahi, serta Akira dan Alyss, semakin nyata, semuanya tetap terjaga dalam batas yang wajar.
Suatu sore, setelah kuliah selesai, Alya dan Asahi pergi ke taman kampus untuk beristirahat. Duduk di bangku panjang di bawah pohon besar, mereka menikmati suasana yang tenang sambil sesekali mengobrol ringan.
“Kampus terasa lebih sepi akhir-akhir ini, ya?” tanya Alya, memulai percakapan.
Asahi mengangguk. “Ya, mungkin karena musim dingin sudah mulai terasa. Banyak yang lebih memilih menghabiskan waktu di dalam ruangan daripada di luar.”
Alya tersenyum kecil, menikmati momen itu. Meski percakapan mereka sederhana, ada kenyamanan yang muncul dari kebersamaan mereka. Namun, seperti biasa, keduanya menjaga jarak, menutupi perasaan yang mungkin ada di balik kata-kata mereka.
Malam film yang mereka rencanakan akhirnya tiba. Mereka berkumpul di apartemen si kembar, sebuah tempat yang nyaman dan hangat. Alya datang dengan membawa sekotak camilan, sementara Asahi membawa beberapa minuman. Akira dan Alyss sudah menyiapkan tempat duduk di ruang tamu dengan selimut tebal dan bantal empuk.
“Siap untuk malam yang seru?” tanya Akira dengan senyum lebar, terlihat bersemangat dengan suasana santai ini.
“Siap!” jawab mereka serentak.
Setelah semua berkumpul, mereka mulai memilih film. Film pertama adalah komedi ringan yang langsung mengundang tawa di antara mereka. Momen-momen seperti ini, meskipun terlihat biasa, membawa perasaan tenang dan kehangatan di tengah dinginnya malam.
Selama menonton, Alya dan Asahi duduk bersebelahan, namun tanpa terlalu banyak interaksi fisik. Mereka sesekali saling melirik saat ada adegan lucu, tertawa bersama, dan merasa nyaman dalam kebersamaan ini. Di sisi lain, Akira dan Alyss juga terlibat dalam percakapan ringan tentang film yang sedang mereka tonton, dengan sesekali bercanda tentang karakter-karakternya.
Ketika film kedua berakhir, mereka beristirahat sejenak untuk makan camilan. Suasana menjadi lebih tenang, meski canda dan tawa masih menghiasi percakapan mereka.
“Aku merasa malam ini sangat tenang. Tidak ada yang lebih baik dari ini,” ujar Alyss sambil meregangkan tubuh.
Akira mengangguk setuju. “Ya, kadang-kadang kita butuh waktu seperti ini, jauh dari segala kesibukan.”
Asahi yang duduk di samping Alya, mengangguk pelan, meski pikirannya sudah melayang pada tugas-tugas yang menanti di kampus. Alya memperhatikan Asahi dari sudut matanya, merasa ada sesuatu yang lebih, meski belum bisa menebaknya dengan pasti.
Malam itu berakhir dengan suasana damai. Tidak ada momen besar. Hanya percakapan santai, tawa, dan kehangatan yang terus memupuk hubungan mereka. Alya dan Asahi, Akira dan Alyss, semuanya masih berjalan perlahan, tanpa terburu-buru menuju sesuatu yang lebih dalam.