mengikuti perjalanan Kaelan, seorang remaja yang terjebak dalam rutinitas membosankan kehidupan sehari-hari. Dikelilingi oleh teman-teman yang tidak memahami hasratnya akan petualangan, Kaelan merasa hampa dan terasing. Dia menghabiskan waktu membayangkan dunia yang penuh dengan tantangan dan kekacauan dunia di mana dia bisa menjadi sosok yang lebih dari sekadar remaja biasa.
Kehidupan Kaelan berakhir tragis setelah tersambar petir misterius saat dia mencoba menyelamatkan seseorang. Namun, kematiannya justru membawanya ke dalam tubuh baru yang memiliki kekuatan luar biasa. Kini, dia terbangun di dunia yang gelap dan misterius, dipenuhi makhluk aneh dan kekuatan yang tak terbayangkan.
Diberkahi dengan kemampuan mengendalikan petir dan regenerasi yang luar biasa, Kaelan menemukan dirinya terjebak dalam konflik antara kebaikan dan kejahatan, bertempur melawan makhluk-makhluk menakutkan dari dimensi lain. Setiap pertarungan mempertemukan dirinya dengan tantangan yang mengerikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raven Blackwood, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Sang Penghancur
Perjalanan menuju ibu kota telah berlangsung selama lima hari. Sepanjang jalan, rombongan Kaelan yang dipimpin oleh Lady Evelyne bergerak tanpa henti, melewati hutan-hutan lebat dan lembah-lembah sunyi. Mereka harus menjaga ritme, dengan harapan bisa tiba di ibu kota tepat waktu, meski perjalanan itu terasa panjang dan penuh tantangan. Setiap malam mereka beristirahat di bawah langit malam yang terbuka, ditemani oleh api unggun yang menjaga kegelapan di sekitarnya.
Namun, di balik semua itu, ancaman yang tidak terlihat terus mengintai. Dua hari yang lalu, Veron, salah satu elit dari Ordo Abyssus, mulai mengejar mereka. Dengan kecepatannya yang luar biasa, ia melintasi berbagai medan dengan tujuan tunggal: menangkap dan membalaskan dendam atas kehancuran yang telah Kaelan timbulkan pada pusat penelitian penting sektenya.
Veron bukan sembarang anggota Ordo. Ia dikenal sebagai “Tangan Maut Penghancur”, seorang praktisi seni bela diri tangan kosong dengan kekuatan yang bisa meruntuhkan gunung. Tinjunya bukan sekadar alat pertarungan, melainkan senjata penghancur yang dapat meluluhlantakkan apapun yang disentuhnya. Para anggota Ordo Abyssus, termasuk di antara kasta tertinggi, sangat menghormati dan takut padanya. Ketenangannya yang dingin, dipadukan dengan keahliannya yang mematikan, membuatnya menjadi salah satu lawan yang paling dihindari. Bahkan di antara para elit Ordo, Veron berdiri di puncak hierarki dengan reputasi yang menakutkan.
Namun, di balik sikapnya yang tenang, Veron kini dibakar oleh kemarahan yang tak terbendung. Selama bertahun-tahun, ia memimpin salah satu pusat penelitian terpenting Ordo Abyssus, yang berbasis di reruntuhan Kastil Kuno Veldras. Kastil itu, meskipun hanya sedikit diperbaiki, menjadi markas penting bagi Ordo untuk meneliti berbagai relik kuno dan menyimpan harta-harta yang sangat berharga. Relik yang dipegang di sana bukanlah sembarangan, melainkan artefak yang bisa mengubah keseimbangan kekuatan, yang kini hilang bersama hancurnya markas tersebut.
Veron pernah mengusulkan untuk memperkuat pertahanan di kastil dengan menempatkan praktisi tingkat tinggi, namun atasannya menolak. Mereka menganggap tempat itu terlalu tersembunyi dan jauh dari jangkauan musuh-musuh besar. “Untuk apa menempatkan orang-orang kuat di sana? Itu hanya akan menghabiskan sumber daya kita!” kata atasan Veron. Akibatnya, markas itu hanya dijaga oleh kelompok kasta rendah yang jelas tak mampu melawan serangan Kaelan.
Kini, dengan kemarahan yang membara, Veron melesat di sepanjang jalan, melampaui lembah dan bukit, mengejar Kaelan yang berada jauh di depan. Selama dua hari terakhir, Veron tidak berhenti sejenak pun. Kemarahan karena kehancuran kastil, hilangnya relik berharga, serta harga dirinya yang diinjak-injak membuatnya melaju lebih cepat dari sebelumnya. Baginya, hanya ada satu hal yang lebih menyakitkan daripada markasnya dihancurkan: hilangnya kepercayaan dari para atasan. Dan semua ini, menurutnya, karena satu orang.
_ _ _ _ _ _ _
Pada malam kelima perjalanan, Kaelan dan rombongan berhenti di sebuah area terbuka. Mereka mendirikan kemah, menyalakan api unggun, dan beristirahat sejenak setelah melewati medan yang cukup berat sepanjang hari. Langit malam yang cerah menampakkan bulan purnama yang bersinar terang, sementara angin malam membawa hawa sejuk yang menggigit. Meskipun suasana tampak tenang, Kaelan tidak bisa mengabaikan firasat buruk yang terus mengganggunya. Ada sesuatu yang salah, sesuatu yang mendekat.
Kaelan berdiri di pinggir perkemahan, menatap ke arah gelap hutan di sekeliling mereka. Pikirannya waspada, tubuhnya siaga. Para pengawal Lady Evelyne sudah terbiasa dengan keheningan Kaelan, namun kali ini, mereka juga merasakan ada sesuatu yang berbeda.
“Apa yang sedang kau pikirkan, Tuan Kaelan?” tanya salah satu pengawal dengan nada ragu, menghampiri dengan hati-hati.
Kaelan tidak segera menjawab. Mata tajamnya terus menatap ke dalam kegelapan, berusaha menangkap apa yang tak terlihat oleh mata biasa. “Ada sesuatu yang datang,” gumamnya pelan.
Pengawal itu bingung, tapi sebelum ia sempat bertanya lebih lanjut, Kaelan menoleh padanya dan bertanya, “Berapa lama lagi hingga kita sampai di ibu kota?”
Pengawal itu terlihat ragu sejenak, lalu menjawab, “Sekitar sehari lagi, Tuan Kaelan.”
Kaelan terdiam, tetapi firasat buruk itu semakin kuat. Sesuatu mendekat, dan Kaelan bisa merasakannya. Energi yang gelap dan kuat, penuh amarah, meluncur ke arah mereka dengan kecepatan yang mengerikan. “Sial,” pikir Kaelan, merasakan getaran kecil di tanah. “Ini bahaya besar.”
Tiba-tiba, dari balik pepohonan, sosok tinggi kekar muncul. Dengan langkah mantap, Veron melangkah keluar dari kegelapan, diselimuti aura hitam yang menakutkan. Tubuhnya berotot dan besar, wajahnya penuh kebencian, dan matanya membara dengan amarah. Di bawah cahaya bulan purnama, sosok Veron tampak semakin mengerikan.
“Veron...” bisik salah satu pengawal dengan gemetar. “Itu... itu dia!”
Veron adalah legenda kelam di antara para praktisi. Dengan julukan “Tangan Maut Penghancur”, ia dikenal sebagai pembunuh tanpa ampun yang mampu meluluhlantakkan musuh-musuhnya dengan tangan kosong. Setiap pukulannya membawa kehancuran, menghancurkan apa pun yang disentuhnya. Veron bukan hanya ancaman, dia adalah terror hidup.
Veron menatap Kaelan dengan pandangan penuh kebencian. “Kau,” suaranya rendah, namun menggema dengan kekuatan yang menakutkan, “kau yang menghancurkan pusat penelitian kami... kau yang mengambil relik dan harta kami.” Dia melangkah lebih dekat, aumannya terdengar seperti petir yang siap menggulung. “Kau sudah membuat kesalahan besar!”
Kaelan menatap Veron tanpa gentar, meskipun dalam hati dia tahu betapa berbahayanya orang di depannya ini. Namun, tidak ada ruang untuk ragu. Ini adalah pertarungan yang tak terhindarkan.
Tanpa peringatan, Veron meluncurkan pukulan tangan kosongnya ke arah Kaelan. Kecepatan dan kekuatannya menembus udara, menciptakan desingan yang mengerikan. Kaelan, yang sudah siap, segera mengangkat lengannya untuk menangkis serangan itu. Tapi saat tinju Veron mengenai lengannya, Kaelan langsung merasakan tulang-tulangnya patah di dalam tubuhnya.
“Sial... pukulan macam apa ini? Kuat sekali,” pikir Kaelan sambil menahan rasa sakit yang menjalar di seluruh lengannya. Tapi meski begitu, ada rasa senang yang tumbuh dalam dirinya. “Heh, tapi aku senang,” pikirnya dengan sedikit senyum tipis di bibirnya.
Pukulan Veron yang ditangkis oleh Kaelan berbelok, menghantam tanah di dekat mereka dan menciptakan lubang besar di tanah, menghancurkan tanah dengan ledakan kecil. Dampaknya terasa hingga jauh, membuat semua orang di perkemahan tersentak kaget dan gemetar.
Kaelan segera berteriak dengan suara keras, “Pergi dari sini sekarang! Ini akan menjadi pertarungan berbahaya!”
Rombongan, termasuk Lady Evelyne, segera bereaksi. Para pengawal dan Lady Evelyne mulai bergerak, bergegas meninggalkan tempat itu. Mereka tahu bahwa Kaelan tidak akan bisa melindungi mereka sekaligus melawan sosok seperti Veron.
Veron, yang melihat mereka kabur, tampak ingin mengejar mereka. Ia mengangkat tinjunya lagi, bersiap untuk menghancurkan mereka dari kejauhan. “Kau pikir aku akan membiarkan mereka lari begitu saja?” gumam Veron dengan suara dingin.
Namun, sebelum Veron sempat meluncurkan serangan, Kaelan kembali melompat ke arahnya, menghalangi jalannya. “Akulah lawanmu!” teriak Kaelan, listrik mengelilingi tubuhnya, memancarkan aura petir yang menakutkan.
Veron berhenti sejenak, menatap Kaelan dengan tatapan penuh kebencian, tetapi senyum menyeringai muncul di wajahnya. “Kau memang berani, tapi itu tidak akan cukup untuk menyelamatkanmu,” katanya dingin.
Di kejauhan, suara Lady Evelyne menggema di tengah keheningan malam, suaranya penuh kecemasan. “Kaelan!!! Kamu harus berjanji kembali dengan selamat dan menyusul kami!!!”
Kaelan menoleh sedikit, senyum kecil masih di bibirnya. “Aku akan menyusul kalian. Pergilah sekarang!”
Rombongan segera bergegas pergi, meninggalkan Kaelan sendirian menghadapi Veron. Di bawah sinar bulan yang terang, Kaelan berdiri tegap, siap menghadapi teror yang sebenarnya. Ini adalah pertempuran yang akan menentukan lebih dari sekadar hidup dan mati, dan Kaelan tahu bahwa dirinya tidak bisa mundur dari tantangan ini.
coba cari novel lain trus cek buat nambah referensi 🙏