Sakit hati sang kekasih terlibat Cinlok (Cinta Lokasi) hingga berakhir di atas ranjang bersama lawan mainnya, Ameera bertekad menuntut balas dengan cara yang tak biasa.
Tidak mau kalah saing lantaran selingkuhan kekasihnya masih muda, Ameera mencari pria yang jauh lebih muda dan bersedia dibayar untuk menjadi kekasihnya, Cakra Darmawangsa.
Cakra yang memang sedang butuh uang dan terjebak dalam kerasnya kehidupan ibu kota tanpa pikir panjang menerima tawaran Ameera. Sama sekali dia tidak menduga jika kontrak yang dia tanda tangani adalah awal dari segala masalah dalam hidup yang sesungguhnya.
*****
"Satu juta seminggu, layanan sleep call plus panggilan sayang tambah 500 ribu ... gimana?" Cakra Darmawangsa
"Satu Milyar, jadilah kekasihku dalam waktu tiga bulan." - Ameera Hatma
(Follow ig : desh_puspita)
------
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara dll)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 06 - Kontrak Hati?
Tidak ingin ambil pusing dengan ancaman Julio, Cakra berlalu tanpa dosa dan berlagak layaknya pria kaya yang akan menjemput kekasihnya. Walau Ameera bukan minta ditemani ke acara penting atau semacamnya, Cakra tetap memerhatikan penampilan.
Berbekal barang yang Ameera beli kemarin, Cakra kembali tampil mempesona agar Ameera tidak merasa rugi membayarnya. Sepanjang perjalanan Cakra sudah membayangkan wajah Ameera yang terpanah melihatnya, sayang hal itu harus patah kala Cakra menghentikan mobil tepat di kediaman keluarga Megantara.
Tidak ada Ameera, yang ada hanya pria gagah dengan sarung melilit di perut buncitnya. Sorot tajam itu membuat Cakra sedikit gugup, dari penampilannya Cakra menyimpulkan jika pria itu adalah pemilik istana yang ada di depannya.
"Selamat pagi, Om," sapa Cakra sopan, tubuhnya terasa dingin bahkan merasa lebih gugup dibandingkan berhadapan dengan Ameera secara langsung.
Terlebih lagi, sapaan Cakra tidak segera dia tanggapi. Hanya tatapan tajam yang dia layangkan, sementara mulutnya fokus dengan es krim cokelat yang tertinggal setengah itu. "Pagi-pagi makan ice cream, apa tidak ngilu?"
Pertanyaan itu tidak akan Cakra lontarkan, jelas saja hanya dipendam. Beberapa saat pria itu menunggu, Cakra sampai menunduk lantaran takut disemprot pagi-pagi begini.
"Papa!!"
Cakra mendongak, suara itu sejenak menenangkannya. Satu hal yang Cakra ketahui, pria tua yang masih terlihat gagah itu adalah orangtua Ameera, demi Tuhan Cakra bernapas lega lantaran tidak asal bicara tadinya.
"Ini temanmu?"
"Iya, Pa ... Cakra namanya," jelas Ameera terlihat gugup, dia sedikit bingung dan mendekat ke arah Cakra yang menunggu tak jauh darinya.
"Cakra? Cakrawala?" tanya Papa Mikhail seketika membuat Cakra susah payah menahan tawa. Setelah diam sejak tadi, sekalinya bicara berhasil membuat perut Cakra tergelitik.
"Cakra Darmawangsa, Pa."
"Namanya bagus, pasti keturunan bangsawan," jawab Papa Mikhail, sontak Cakra menunduk dalam dan gurat senyumnya pudar seketika.
Paham jika ucapan papanya mungkin tidak nyaman di telinga Cakra, secepat mungkin Ameera mengalihkan pembicaraan dan mengajak Cakra berlalu segera. Papa Mikhail yang tidak tahu apa yang terjadi jelas iya-iya saja, terpenting ada yang menggantikan Ricko lantaran sopir Ameera itu pulang ke Bandung tanpa alasan.
"Hati-hati sayangnya papa, jangan telat makan ya."
Interaksi semanis itu Cakra saksikan dengan matanya. Mata yang terbiasa menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga dan keluarga yang jauh dari kata harmonis beberapa tahun lamanya. Jangankan diingatkan makan, diberikan nafkah agar bisa makan saja hampir tidak pernah, sekeji itu dunia jika dia ingat-ingat.
Baru pertama melihat sosok orangtua Ameera, dia tertampar dan mulai paham jika harta memang berperan penting dalam membentuk sebuah keluarga. Jujur saja sempat iri, Tuhan memberikannya hidup serba kekurangan, tidak hanya harta, tapi juga kasih sayang.
"Cakra."
Lamunan Cakra buyar, jika Ameera tidak menepuk bahunya mungkin dia akan terus melamun sampai bahaya menghantam mereka. "Iya, Kak? Ada apa?"
"Apa yang kamu pikirkan? Kalau ngantuk biar aku saja," tutur Ameera kemudian, dia merasa Cakra terlihat berbeda pagi ini.
"Papanya lucu, pagi-pagi makan ice cream apa tidak ngilu?"
Mana mungkin Cakra jujur, dia bukan pria yang suka menjual kesedihan demi mendapat belas kasih. Cakra mengalihkan pembicaraan yang sekiranya akan terdengar lucu di telinga Ameera, dan benar saja pertanyaan tersebut berhasil mencairkan suasana.
"Tidak, paling sakit gigi," jawab Ameera singkat seraya menatap wajahnya di cermin, memastikan lagi apa mungkin mata pandanya akibat begadang semalam tertutup dengan sempurna atau tidak.
"Lebih parah dong, aneh banget jawabannya."
Cakra tertawa sumbang, sama sekali tidak dia duga jika Ameera akan menjawab seperti itu. Entah karena hati Cakra yang telanjur membayangkan penampakan Papa Mikhail atau bagaimana, tapi hanya karena hal sepele dia mudah sekali tertawa.
"Aku serius, malah ketawa gimana sih ... ehm, ngomong-ngomong maaf ya." Setelah sejak tadi merasa tak enak hati, Ameera pada akhirnya berhasil meloloskan kata maaf pada Cakra.
"Maaf? Maaf untuk apa, Kak?"
"Andai papa membuatmu tidak nyaman, biasanya di pertemuan pertama memang begitu. Nanti tidak lagi," jelas Ameera kemudian, entah waktu yang dimaksud nanti itu ada atau tidak, tapi Ameera sudah menegaskan pada Cakra lebih dahulu.
"Tidak masalah, Kak, dari tatapan matanya beliau terlihat baik," ujar Cakra, sedikit berbohong rasanya tidak masalah.
"Ck, bisa kamu berhenti memanggilku Kakak, Cakra? Tua sekali rasanya," tutur Ameera terlihat malas sekali dipanggil Kakak, padahal memang nyata dan tindakan Cakra tidak salah.
"Lupa, harusnya panggil sayang ya?" tanya Cakra berlagak lupa, padahal dia sengaja lakukan karena memang suka saja memanggil Ameera dengan panggilan itu.
"Hm." Singkat, padat dan tidak jelas apa maunya, jangan lupakan Ameera tetap wanita.
"Hm apa, Sayang?"
"Ter-terserah," jawab Ameera sedikit tak jelas, wajahnya tertutup rambut lantaran menunduk sebelum kemudian menatap ke luar jendela.
.
.
Selang beberapa lama, keduanya tiba di lokasi syuting dan kembali menjadi pusat perhatian seperti tadi malam. Persetan dengan tatapan Julio, yang Cakra lakukan adalah bentuk tanggung jawabnya atas perjanjian tersebut.
Jika sedang berdua dia bersikap seadanya, di hadapan publik Cakra benar-benar meratukan Ameera. Dia yang awalnya hanya perlu mengantar, kini memilih menemani Ameera. Tas dan peralatan Ameera dia jaga sebaik mungkin, bahkan Jihan yang menyusul merasa tidak berguna dibuatnya.
"Cut ... ulangi!! Tamparnya kurang keras, Anita!!"
Sudah kesekian kali, adegan tersebut selalu diulang dan Cakra mulai naik darah. Dari kejauhan dia memantau Ameera, tapi bisa dipastikan wajah Ameera sudah memerah dan dia terlihat lelah.
Tanpa aba-aba, Cakra menghampiri sutradara hingga membuat pria berkacamata itu bingung seketika. "Ada apa? Jangan mengganggu pekerjaan_"
Belum selesai ucapan pria itu, telapak tangan Cakra mendarat tepat di wajah Pak Rizal. Lagi dan lagi, Cakra menjadi pusat perhatian dan kali ini lebih menarik lagi. "Kau? Mau ap_"
Plak
Tidak puas sekali, Cakra kembali menampar pria itu untuk kedua kali. Dia melakukannya bukan tanpa alasan, tapi dia sudah menghitung berapa kali telapak tangan Anita mendarat di pipi mulus Ameera demi memenuhi keinginan sutradara tersebut.
"Ganti aktrismu, atau jika tidak ajarkan cara menampar yang baik lebih dulu," bisik Cakra dengan suara pelan dan tatapan dingin ke arah Pak Rizal hingga pria itu mendadak membubarkan para pemain dengan alasan sudah saatnya makan siang.
Selesai membuat Pak Rizal malu, Cakra menghampiri Ameera yang sudah duduk di sisi Jihan. Dia menghela napas kasar, Cakra berjongkok dan menepis tangan Ameera yang menutupi wajahnya.
"Sakit, Sayang? Coba lihat," pinta Cakra meraih dagu Ameera agar wanita itu benar-benar menghadap ke arahnya.
Bukan hanya Ameera yang gugup, tapi Jihan yang duduk di sisi Ameera seketika memerah dan memilih berlalu pergi. Tidak dapat dipungkiri, kedekatan mereka terlalu alami untuk kategori kekasih kontrak seperti yang Ameera katakan. "Kontrak apanya kalau begitu? Kontrak hati kali ya."
.
.
- To Be Continued -
bukannya ponselnya masih belum kembali? /Doubt/