Kisah tentang tiga anak indigo yang berjuang demi hidup mereka di dalam kiamat zombie yang tiba tiba melanda dunia. Mereka mengandalkan kemampuan indigo mereka dan para hantu yang melindungi mereka selama mereka bertahan di tempat mereka, sebuah rumah angker di tengah kota.
Tapi pada akhirnya mereka harus meninggalkan rumah angker mereka bersama para hantu yang ikut bersama mereka. Mereka berpetualang di dunia baru yang sudah berubah total dan menghadapi berbagai musuh, mulai dari arwah arwah penasaran gentayangan, zombie zombie yang siap menyantap mereka dan terakhir para penyintas jahat yang mereka temui.
Genre : horror, komedi, drama, survival, fiksi, misteri, petualangan.
Mohon tinggalkan jejak jika berkenan dan kalau suka mohon beri like, terima kasih sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mobs Jinsei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
“Brataat....trataaat....blam...blam,” suara tembakan semakin kencang, “dung...dlung,” bahkan terdengar suara peluru yang mengenai pagar besi mereka, “buaaak...graaaaah,” terdengar juga beberapa zombie yang sepertinya menghantam pagar mereka. Walau tidak ada tembakan atau zombie yang masuk, Reno dan Dewi yang memeluk Felis di antara mereka, menjadi gemetar dan sangat ketakutan. Ketiganya tidak berani bergerak sama sekali dan memejamkan mata sambil saling memeluk satu sama lain. Tiba tiba, “siiing” suara tembakan berhenti yang terdengar hanyalah langkah kaki dan suara erangan zombie yang samar samar terdengar,
“Gi..gimana nih Ren ?” tanya Dewi ketakutan dan terbata sambil berbisik.
“Ki..kita harus kedalam....jangan sampai kena peluru nyasar,” jawab Reno.
“Ta..tapi gue ga bisa gerak, kaki gue kesemutan dan mati rasa, gimana nih,” balas Dewi.
“Ka..kak....Felis....takut,” tambah Felis.
Reno berpikir keras dengan jantung yang berdegup kencang, tiba tiba dia teringat sesuatu, kakinya terasa sangat lemas namun dia mencoba berdiri dengan menarik tubuhnya berpegangan pada sofa di depannya, “huf...huf,” ketika dia berhasil berdiri dan membungkuk dengan mata terus melihat ke arah pagar lewat jendela,
“Ayo...Wi...Fel, ikut gue,” ujar Reno.
Reno membungkuk dan menggendong Felis yang tidak bergerak dan gemetar, tangan sebelahnya menarik tangan Dewi dan membantunya berdiri walau Dewi sempat terjatuh sekali karena lemas, dengan tertatih, ketiganya berjalan ke arah kamar mereka. “Trataaat....brataaat,” suara tembakan kembali terdengar, Reno menoleh dan langsung menarik tangan Dewi.
“Cepet...Wi,” teriak Reno.
“I...iya,” balas Dewi yang menjadi sedikit berlari di tarik Reno.
“Sreeeg,” Reno membuka kamarnya, dia melemparkan Dewi ke dalam dan memberikan Felis kepada Dewi, barulah dia masuk dan menutup kembali pintunya, “baduuum,” terdengar suara ledakan kencang tepat di depan rumah dan membuat Reno langsung jatuh terduduk, Dewi dan Felis memeluk dirinya dari belakang, tapi Reno kembali berdiri,
“Ikut gue Wi, gendong Feli, kita ga aman disini,” ujar Reno.
“Mau kemana ?” tanya Dewi.
“Ikut aja dulu,” jawab Reno.
Mereka ke dalam kamar dan berdiri di lemari yang berada di belakang kamar, lemari yang sepertinya menempel di dinding dan sangat berat. Reno melepaskan tangan Dewi dan mencoba mendorong lemarinya dengan sekuat tenaga, Dewi yang melihatnya menurunkan Felis dan membantu Reno mendorong lemari.
“Dorong Wi...aaaaaaaaah,” Reno mengerahkan seluruh tenaganya.
“Iyaaaaaaaaaa,” Dewi juga mengerahkan semuanya.
“Greeek,” lemari mulai bergeser ke kanan, di baliknya ada sebuah pintu yang mengarah ke sebuah ruangan. Reno langsung menyuruh Feli masuk ke dalam dan menarik Dewi masuk ke dalam, setelah itu dia masuk ke dalam dan langsung berlari ke meja yang berada di kanan, Reno memegang mejanya dan kembali mendorong mejanya.
“Bantu gue Wi, cepet,” ujar Reno.
“Iya...ayo Ren,” balas Dewi.
Keduanya kembali mendorong meja, ternyata meja itu terhubung dengan lemari dan ketika di dorong, lemari di kamar tidurnya kembali menutup. “Gleng,” ketika lemari menutup, Reno dan Desi terduduk lemas sambil saling bersender, nafas mereka memburu dan tangan mereka berpautan. Dewi melihat sekeliling, rupanya di dalam ruangan itu ada lampu yang menyala di tengah, di ujung ruangan dia melihat sebuah ranjang, meja rias lengkap dengan cerminnya dan sebuah lemari. Dia menoleh ke sisi satunya dan melihat sebuah kursi panjang di depan dinding. Karena penasaran dia berbalik melihat Reno,
“Ren, ini ruangan apa ?” tanya Dewi.
“Huf...huf...apa ya, ruang rahasia mungkin,” jawab Reno.
“Kok kayak kamar ? ada yang tinggal di sini ?” tanya Dewi.
“Kalau yang gue denger dari cerita nenek, dulu kakek buyutnya berlindung dari serangan penjajah di ruangan ini dan ruangan ini di pakai untuk sarana meditasi kakek buyutnya, oh ya kalau lemari di sebelah ranjang itu di dorong, bisa tembus ke kamar nenek di rumah tengah,” jawab Reno.
“Oh gitu, tapi kok ada ranjang, meja rias, lemari ? kamar ini ada yang pakai ?” tanya Dewi.
“Ga tau deh, coba aja liat apa isi lemarinya,” jawab Reno.
Dewi berdiri, dia menoleh melihat Felis yang sudah terlungkup di ranjang dan mendengkur, sepertinya setelah melepas takut dan tegangnya, Felis merasa rileks dan mengantuk. Dewi mendekati Felis dan mengelus rambutnya, tangan Felis masih terlihat memegang buku yang sedang di bacanya, kemudian Dewi berdiri melihat meja rias dan membuka lacinya, isinya kosong namun ada beberapa botol parfum jaman dulu yang sudah kosong tertinggal di dalam. Dia bergeser ke lemarinya dan membuka pintunya, mata Dewi langsung membulat ketika melihat banyak gaun yang tergantung di dalam lemari, dia mengambil sebuah gaun dan melihatnya,
“Ren....ini ga salah ? isi lemari ini gaun malam semua,” ujar Dewi sambil memperlihatkan gaun yang dia pegang kepada Reno.
“Oh...berarti punya mama gue,” ujar Reno.
“Jadi mama lo tidur di sini ?” tanya Dewi.
“Bukan bukan, dulu papa dan mama kan sudah menikah lama tapi belum punya anak, kakek mengurung keduanya di sini atas persetujuan nenek dan hasil mereka di kurung ya gue,” jawab Reno.
“Hah....apa ? jadi dulu kamar ini di pakai sama....bonyok lo buat bikin lo ?” tanya Dewi.
“Kayaknya sih gitu, waktu kakek belum meninggal, gue denger dia ngomong sama bokap nyokap soal ini, kayak mewariskan cara supaya nyokap bisa hamil gitu di kurung di sini, gue masih kecil jadi ga terlalu ngerti, belakangan baru nenek jelasin ama gue setelah bokap nyokap meninggal,” jawab Reno.
“Jadi.....lo ngajak gue ke sini supaya....gue hamil ?” tanya Dewi dengan wajah merah.
“Hah....lo ngomong apaan ? gue ngajak lo dan Felis supaya aman, lo udah ga denger lagi kan suara tembakan dan ledakannya, ruangan ini kedap suara dan ga ada yang tau kecuali keluarga gue, kenapa lo mikir gue ngajak lo kesini buat gituan,” jawab Reno.
“Oh...gitu ya, kirain (ampir seneng),” ujar Dewi.
“Jangan mikir yang enggak enggak napa, itu kan cuman cerita nenek yang gue ceritain ama lo, bener enggaknya mana tau, secara gue belom lahir,” balas Reno.
“Tapi ya....wajar ajalah kalau lo aneh, tukang ngikutin orang dan kena tabok mulu...lo di bikin di sini ternyata,” ujar Dewi.
“Maksud lo apa, rese,” balas Reno.
“Hehe bercanda supaya ga tegang, trus gimana caranya kita bisa tau apa yang terjadi di luar, kamar ini ga ada jendela,” balas Dewi.
“Sini,”
Reno berdiri dan berjalan ke kursi panjang yang di taruh menghadap dinding, kemudian dia duduk di tengah kursi itu, Dewi yang bingung dan sudah menaruh kembali gaunnya, mendekati Reno dan duduk di sebelahnya. Reno menjulurkan tangannya dan menekan sebuah batu bata yang tidak di cat namun ada di dinding, “klek,” sebuah lubang terbuka di dinding, rupanya bagian luar dan dalam lubang di tutup menggunakan lempengan seng yang naik ke atas jika batu bata yang tidak di cat itu di tekan. Suara tembakan dan ledakan terdengar namun terasa jauh dan tidak terlalu kencang.
“Coba aja liat,” ujar Reno bergeser.
Dewi menjulurkan kepalanya melihat ke dalam lubang, ternyata dia bisa melihat kondisi ruang kosong yang ada di antara dua rumah dan melihat pintu belakang rumahnya, bercak darah bekas zombie pun dia bisa lihat di depan pintu dapur rumahnya.
“Oh...jadi kita bisa lihat keluar juga, gila....yang bikin rumah ini kayak ninja,” ujar Dewi.
“Yah namanya juga rumah jaman penjajahan dulu, katanya sih buyutnya buyut gue yang membangunnya, waktu itu masih jaman perang,” jawab Reno.
Keduanya duduk menghadap dinding dan lubang di depannya, Dewi bergeser sedikit sehingga pundaknya menempel ke lengan atas Reno.
“Kita sementara di sini dulu, seharusnya di sini aman,” ujar Reno.
“Oh sementara ya ? sampe gue hamil gitu ?” tanya Dewi.
“Lo tuh ye, gue udah bilang itu cuman cerita nenek doang, kenapa masih di bahas sih,” jawah Reno.
“Hehe bercanda Ren, jangan serius serius amat ah, cuman pengen melepas tegang aja,” ujar Dewi sambil bersandar.
“Huh dasar,” ujar Reno.
Keduanya kembali terdiam, Reno melihat keluar melalui lubang namun sesekali dia melirik Dewi yang merebahkan kepalanya di pundaknya.
“Emang maksud lo melepas tegang, tapi becanda lo bikin tegang di tempat lain, parah,” ujar Reno dalam hati.
Ternyata bukan hanya Reno yang melirik Dewi, sebaliknya pun juga begitu, Dewi melirik Reno sambil melihat keluar melalui lubang.
“Ck, dia ga kepancing ya, emang momennya ga pas, tapi sekarang gue tau ada kamar ini hehe, liat aja ntar lo Ren,” ujar Dewi dalam hati.
Keduanya tenggelam dalam pikiran masing, namun karena rasa tegang mereka sudah hilang dan sudah merasa aman, tanpa sadar keduanya tertidur dalam keadaan saling bersender di depan lubang untuk melihat keluar.