Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Udara dingin di pegunungan utara semakin tajam seiring dengan perjalanan Ares dan kelompoknya yang terus mendekati Benteng Akhir. Di sekeliling mereka, bentangan alam yang sepi dan bayang-bayang yang bersembunyi di setiap sudut membuat suasana semakin mencekam. Ares tahu bahwa waktu mereka semakin singkat. Kegelapan yang ada di dalam artefak yang ia bawa semakin kuat, dan meskipun ia berhasil menahan ledakan kekuatan sebelumnya, ia tahu bahwa ia tidak bisa terus menahan kekuatan itu selamanya.
Liora berjalan di sampingnya, wajahnya serius namun penuh dengan tekad. "Kita harus menemukan cara untuk menghancurkan kunci ini, Ares. Kau tidak bisa terus-menerus melawan kekuatan itu sendiri."
Ares menatap jalan di depannya, pikirannya dipenuhi oleh konflik batin yang semakin membebani. "Aku tahu," gumamnya. "Tetapi setiap kali aku mencoba melawannya, kekuatan itu semakin kuat. Aku khawatir bahwa pada akhirnya, aku tidak akan bisa mengendalikan diri."
"Aku percaya padamu," kata Liora dengan suara yang tegas namun lembut. "Kita akan menemukan cara. Kau tidak sendirian dalam hal ini."
Ares tersenyum kecil, tetapi senyum itu tidak bisa menghilangkan rasa takut yang terus tumbuh di dalam dirinya. Di balik semua kata-kata penghiburan, dia tahu bahwa pertarungan ini adalah pertarungan pribadinya. Setiap detik yang berlalu, kegelapan di dalam artefak semakin berusaha mengambil alih kendalinya, dan dia merasa semakin lelah melawan.
Benteng Akhir kini sudah terlihat di kejauhan. Struktur raksasa itu berdiri di atas tebing curam, dikelilingi oleh bayang-bayang dan aura gelap yang terasa sangat kuat. Ares bisa merasakan bagaimana artefak di tangannya mulai bergetar semakin keras saat mereka mendekati benteng tersebut.
"Kita sudah dekat," kata salah satu prajurit pemberontak di belakang mereka. "Tapi tempat ini... terasa seperti jebakan."
Liora memandang ke arah benteng dengan ekspresi serius. "Kita harus tetap berhati-hati. Tidak ada yang tahu apa yang menunggu kita di dalam."
Saat mereka mendekati pintu masuk benteng, Ares memperhatikan simbol-simbol kuno yang terukir di dinding-dinding batu. Simbol-simbol itu tampaknya berkaitan dengan sihir gelap yang digunakan oleh para kaisar pertama Valyria—sihir yang sekarang berusaha dibangkitkan kembali melalui artefak.
"Ini tempat mereka memulai ritual," kata Ares pelan, menyentuh salah satu simbol. "Tempat di mana para kaisar pertama mengunci kekuatan bayangan ke dalam artefak."
Liora melangkah mendekat, melihat simbol-simbol itu dengan penuh perhatian. "Mungkin tempat ini juga menyimpan jawabannya. Jika mereka bisa mengunci kekuatan itu, mungkin ada cara bagi kita untuk menghancurkannya."
Ares menggenggam artefak yang semakin berdenyut kuat. "Kita harus mencoba. Tapi ada sesuatu yang tidak beres di sini. Aku bisa merasakan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya."
---
Di dalam Benteng Akhir, suasana semakin mencekam. Ruangan-ruangan besar yang mereka lewati terasa penuh dengan sejarah kelam—pilar-pilar tinggi yang dipenuhi ukiran kuno tentang perjanjian antara kaisar pertama dan kekuatan kegelapan. Setiap langkah yang mereka ambil terasa seolah-olah mereka semakin mendekati pusat dari semua bayangan yang telah menyelimuti Valyria selama berabad-abad.
"Semakin kita masuk ke dalam, semakin kuat auranya," gumam Liora.
Ares hanya mengangguk, matanya terpaku pada ruangan besar yang mereka masuki. Di tengah ruangan itu, terdapat sebuah altar batu raksasa yang dipenuhi simbol-simbol serupa dengan yang ada di artefak. Di atas altar itu, berkilauan cahaya hitam yang sepertinya berasal dari tempat yang sangat jauh—mungkin dari dunia bayangan itu sendiri.
"Ini dia," kata Ares dengan suara rendah. "Ini tempat di mana segalanya dimulai."
Mereka semua mendekati altar dengan hati-hati, tahu bahwa setiap gerakan bisa memicu sesuatu yang berbahaya. Ares meletakkan artefak di atas altar, dan seketika, cahaya hitam dari altar dan artefak itu menyatu, menciptakan getaran yang kuat di sekeliling mereka.
"Sesuatu sedang terjadi," bisik Liora, suaranya penuh ketegangan.
Tiba-tiba, suara ledakan mengguncang ruangan itu, dan dari bayang-bayang di sudut-sudut ruangan, muncul sosok-sosok hitam yang familiar—penjaga bayangan yang sama seperti yang mereka hadapi di perpustakaan. Namun, kali ini, jumlah mereka jauh lebih banyak, dan aura yang mereka pancarkan jauh lebih kuat.
"Ares!" teriak Liora, menghunus pedangnya. "Mereka datang lagi!"
Ares meraih pedangnya dengan cepat, siap untuk bertarung. Tapi sebelum dia bisa menyerang, dia merasakan sesuatu yang aneh terjadi. Cahaya hitam dari altar tiba-tiba mengalir ke tubuhnya melalui artefak, dan kekuatan itu mulai membanjiri dirinya dengan cara yang jauh lebih intens daripada sebelumnya.
"Aku... aku tidak bisa menahannya!" Ares berteriak, merasakan kekuatan kegelapan itu mencoba menguasai seluruh tubuhnya.
"Ares, lawan mereka! Jangan biarkan kegelapan mengambil alih!" teriak Liora, tetapi dia tahu bahwa Ares sedang berjuang melawan sesuatu yang jauh lebih besar dari sekadar penjaga bayangan.
Ares menggenggam erat artefak itu, berusaha untuk menahan ledakan kekuatan yang terus mengalir ke dalam dirinya. Di dalam pikirannya, suara-suara dari artefak semakin keras, memanggilnya untuk menyerah dan membiarkan kegelapan menguasai dirinya sepenuhnya.
"Lepaskan dirimu padaku," bisik suara di dalam artefak. "Dengan kekuatanku, kau bisa menghancurkan semua musuhmu. Kau bisa menjadi lebih dari sekadar prajurit—kau bisa menjadi penguasa bayangan."
Ares menutup matanya, berusaha melawan godaan itu. Tapi kegelapan itu semakin kuat, dan dia merasa seperti tenggelam dalam lautan yang tak berujung. Di saat-saat terakhir, ketika dia hampir menyerah, dia mendengar suara lembut yang berbeda—suara wanita berambut putih yang pernah menolongnya.
"Ingat keseimbangan, Ares," suara itu berbisik lembut, seperti angin yang menenangkan. "Cahaya dan bayangan selalu ada bersama-sama. Temukan keseimbangan di dalam dirimu. Jangan biarkan salah satu menguasai yang lain."
Dengan segenap kekuatan yang tersisa, Ares menarik dirinya keluar dari cengkeraman kegelapan. Dia merasakan cahaya di dalam dirinya kembali bersinar, menciptakan keseimbangan yang menenangkan dengan kegelapan yang berusaha menguasainya.
Saat keseimbangan itu tercapai, cahaya hitam dari altar perlahan mulai memudar, dan penjaga bayangan yang mengelilingi mereka berhenti bergerak.
"Ares, kau melakukannya!" teriak Liora dengan penuh kelegaan.
Ares membuka matanya, tubuhnya masih bergetar akibat energi yang baru saja ia kendalikan. "Aku... aku menemukan cara untuk mengendalikan keduanya," gumamnya pelan. "Keseimbangan adalah kuncinya."
Namun, meskipun dia berhasil menahan kegelapan kali ini, Ares tahu bahwa pertempuran ini belum berakhir. Artefak itu masih menyimpan kekuatan yang lebih besar, dan rahasia tentang kekaisaran Valyria belum sepenuhnya terungkap.
Liora mendekatinya, meletakkan tangan di bahunya. "Apa langkah kita selanjutnya?"
Ares menatap altar di depannya, tahu bahwa mereka harus segera membuat keputusan besar. "Kita harus menemukan kunci-kunci lainnya sebelum kegelapan menemukan kita. Hanya dengan menghancurkan semuanya, kita bisa menghentikan kegelapan ini selamanya."
Mereka semua mengangguk setuju, meskipun di dalam hati masing-masing, mereka tahu bahwa perjalanan ini hanya akan menjadi semakin berbahaya.
---
cerita othor keren nih...