[ARC 1] Demallus-Hellixios-Rivenzha
Seorang perempuan terbangun di dunia lain dengan tubuh orang asing. Tak cukup dengan tak mengingat kehidupannya di masa lalu, sejak ia datang ke dunia itu, situasinya kacau.
Di kehidupan itu, nyawanya juga akan hilang hanya dengan satu kata dari seorang raja atau kaisar.
Namun, ia menemukan berbagai hal luar biasa dalam perjalanan, seperti makhluk sihir, teman seperjalanan yang menarik, dan alasan sekecil apa pun untuk bertahan hidup.
Meski tak terlalu dihargai, ia juga tak begitu peduli. Tapi kegelapan tak diketahui perlahan memanggilnya. Seolah memaksa melukai orang-orang yang mulai ia anggap berharga.
"Jika Anda menimbulkan kekacauan dan pergi ke jalan kegelapan di masa depan. Apa Anda bersedia membunuh diri Anda sendiri?"
Akankah kematian menjadi satu-satunya hal yang menunggunya lagi?
Give Me a Clue: Why Should I Stay Alive?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13. Benar dan Salah
Aesel merasa sedikit lega, bagaimana pun penyerangan itu terjadi karena ia adalah buronan Demallus.
"Apa selalu terjadi pertempuran?"
"Tidak juga. Tapi bukan berarti para prajurit bisa beristirahat dan melonggarkan pertahanan, apalagi kami langsung berbatasan dengan wilayah penuh konflik. Karena Anda memiliki masalah pada ingatan Anda, saya akan menjelaskan lebih banyak mengenai Demallus sebelum kita keluar kota, tentu saja jika ada hal lain yang ingin Anda ketahui, Anda boleh menanyakannya."
"Baiklah."
"Demallus sudah ada kurang lebih selama 955 tahun, setelah perang besar, terungkap penyalahgunaan kekuasan, korupsi merajalela, penculikan, perbudakan dan jual beli manusia ilegal, yang dikendalikan oleh satu keluarga besar berpengaruh. Karena kelicikan dan pengaruh besar yang menyelamatkan mereka dari hukuman mati, mereka dan pengikut yang terlibat mendapatkan hukuman dari utusan agung yang murka, dikutuk beserta turunannya menjadi makhluk abadi dalam waktu seribu tahun. Mungkin tampak bukan sebuah hukuman. Tapi meski hidup dalam waktu seribu tahun, bukan berarti tidak bisa sakit dan merasakan sakit. Mereka akan melemah, mengalami kesakitan dan ketakutan yang luar biasa saat bulan hitam yang terjadi seratus tahun sekali. Mereka juga tidak bisa keluar wilayah Demallus karena rasa sakit itu akan menyerang mereka sendiri jika ke luar wilayah. Jika dipenggal, itu hanya akan menyakiti, tapi tak membunuh mereka. Namun seperti yang mungkin Anda lihat sebelumnya, beberapa dari mereka mampu sedikit menahan rasa sakit meski di bawah kutukan.—
—Kutukan itu bisa lepas oleh utusan agung dari masa ke masa dengan sihir khususnya, sihir seribu mata panah. Sihir yang mematikan bagi manusia biasa, tapi darah Demallus akan bebas dari kutukan 1000 tahunnya, menjadi manusia yang memiliki umur layaknya manusia biasa setelah sekali terkena panah sihir. Karena itu, Demallus selalu memburu utusan agung yang muncul di dunia ini. Demallus yang berhasil lolos dari kutukan dan berlari ke dunia luar tanpa diketahui, menjadi koneksi tersembunyi yang memberitahu segala informasi tentang dunia luar pada Demallus," jelas Kaltaz panjang lebar.
"Jadi, kutukan itu disebabkan oleh utusan agung? Pantas saja saya diperlakukan buruk dan diburu."
"Benar. Sejarah mengatakan pada umumnya utusan agung memiliki sihir berkah keberuntungan, pelindung, atau penyembuhan tingkat tinggi, seribu mata panah sudah seperti sihir wajib yang khusus mereka miliki dan tidak boleh digunakan untuk menyerang tanpa alasan. Utusan agung yang mengutuk Demallus bernama Salfhana. Kekuatan sihir utamanya adalah berkah dewa penyembuh dan kutukan nasib buruk. Kekuatan yang luar biasa dan mengerikan, makhluk pertama dengan kemampuan sihir kegelapan dan sihir cahaya sekaligus, satu-satunya sampai saat ini," ucap Kaltaz sambil mengepalkan kedua tangannya.
Aesel diam selama beberapa saat, ada terlalu banyak pertanyaan di kepalanya hingga ia bingung harus menanyakan apa terlebih dulu.
"Apa berbudakan dan jual beli manusia memang wajar?"
Kaltaz yang sebelumnya menatap ke bawah jadi menatap perempuan itu. "Sampai sekarang adalah hal biasa. Tapi, yang dijadikan budak hanya orang-orang yang melakukan kejahatan dan tindak pidana tertentu, lalu yang dijual belikan berdasarkan persetujuan keluarga karena mereka memiliki masalah ekonomi atau semacamnya. Berbeda dengan perbudakan masyarakat dan jual beli manusia dari orang-orang yang diculik, itu ilegal."
Aesel mengangguk, di dunia sebelumnya, ia pikir tidak ada hal seperti perbudakan. Atau ada? Jual beli manusia juga? Mungkin ia hanya tak tahu saat itu terjadi, atau kalau tidak, itu sudah berlalu.
"Bagaimana dengan utusan agung Salfhana? Apa yang terjadi padanya?"
Kaltaz tampak terkejut samar. "Anda penasaran dengan itu?"
"Ya, dia terdengar memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi."
Kaltaz tersenyum getir. "Rasa kemanusiaan yang tinggi? Orang seperti itu tidak akan memberi hukuman demikian. Sekejam-kejamnya seseorang, ia pasti akan lebih memilih membantai semua orang daripada memberikan kutukan yang bahkan sampai turun temurun, di mana anak cucu orang-orang bersalah itu tidak tahu apa-apa. Tapi karena kutukan hebat itu, ia juga meninggal setelahnya."
"Apa Anda mengasihani orang-orang Demallus?" tanya Aesel.
"Tidak seperti itu. Saya hanya merasa kasihan pada utusan agung Salfhana."
"Keputusannya menyebabkan saya dalam kesulitan saat ini," ucap Aesel lagi-lagi mengejutkan Kaltaz karena perempuan itu terdengar tak punya rasa simpati.
"Anda tidak salah." Kaltaz juga tak bisa membantah.
"Lalu, Anda bilang mereka akan hidup selama seribu tahun? Apa yang terjadi setelah itu? Apa mereka mati begitu saja?"
"Jika dalam waktu seribu tahun mereka tidak bisa mendapatkan berkah pemurnian seribu mata panah dari utusan agung yang muncul, mereka akan lenyap dengan cara tragis, diburu dan dimakan oleh sesamanya, meskipun itu keluarga, orang terdekat, mereka harus melakukannya entah itu mau atau tidak. Meski mereka menolak, tubuh mereka akan melakukannya."
Aesel tampak terkesima, sementara Kaltaz jadi meragukan kewarasan perempuan itu. Di sisi lain, Aesel menarik perkataannya tentang Salfhana yang memiliki rasa kemanusiaan tinggi. Tapi tetap saja, Salfhana melakukan itu untuk membela orang-orang tertindas yang bahkan tidak ia kenal. Ia marah dan menderita atas apa yang terjadi pada orang lain. Aesel juga penasaran, apakah Salfhana juga bertransmigrasi dari dunia lain sebelumnya?
"Apakah utusan agung juga mendapatkan perlindungan atas ancaman Demallus ini? Karena dari cerita Anda, mereka selalu bepergian sendirian untuk mencegah bahaya pada orang lain."
"Begitulah seharusnya, meskipun tidak semua berhasil dilindungi, tapi banyak penguasa melindungi utusan agung yang dulunya bepergian mempertaruhkan nyawanya untuk pembasmian monster. Bahkan jauh sebelum utusan agung Salfhana, ada utusan agung yang memilih menikah dan memiliki keturunan, meski dia hanya satu-satunya. Akan tetapi ...." Kaltaz menjeda ucapannya sesaat, "tepat sebelum Anda, ada utusan agung yang memihak kaum Demallus dan membebaskan banyak kaum mereka untuk menyelamatkan nyawanya sendiri, pria itu bernama Silver. Orang-orang yang bebas dari kutukan akan membahayakan karena membawa dendam tak berkesudahan, membentuk pasukan tersembunyi dan diam-diam berbaur membawa kebenciannya untuk kehancuran dunia."
Aesel mengerjap, detik berikutnya, ia terkekeh.
"Jadi, saya benar-benar sial dan muncul di waktu dan tempat yang tidak tepat? Ini pasti semacam lelucon."
Kaltaz berekspresi rumit, tatapan matanya meredup, antara prihatin tapi juga bukan. "Karena itu, kepercayaan masyarakat terhadap utusan agung melemah. Fraksi yang menolak utusan agung juga muncul di beberapa kerajaan dan kekaisaran. Dari mereka, ada yang memilih membunuh utusan agung dan menyebarkan paham bahwa jika utusan agung tidak membuat kutukan Demallus, semua akan selesai di masa lalu. Bahkan jika utusan agung tak ada setelahnya, itu malah akan baik karena Demallus akan musnah dengan sendirinya setelah usia mereka mencapai seribu tahun. Daripada membiarkan utusan agung hidup yang sebenarnya malah akan membebaskan mereka dan kecil kemungkinan membunuh seluruh kaum. Karena tidak mungkin membunuh semua Demallus yang sudah berkembang baik hanya dengan mengandalkan seorang utusan agung."
Aesel refleks mendengus. "Mereka bodoh dan tidak tahu terima kasih."
"Apa Anda memiliki pembelaan atas paham itu? Bagaimanapun orang-orang pasti banyak yang setuju."
"Saya juga punya pembelaan atas paham baru yang disebarkan fraksi mana pun itu, apakah mereka pikir Demallus akan punah dan tidak akan pernah memiliki keturunan lagi bahkan hanya karena utusan agung tidak muncul? Apa tidak ada yang berpikir akan ada orang dari luar Demallus yang bekerja sama dengan mereka dan merencanakan kehancuran? Mereka semakin kuat dan bertahan menunggu utusan agung dalam kurun waktu tertentu, apa mungkin bagi mereka tak menanamkan dendam pada pikiran dan keturunannya untuk menghancurkan dunia luar yang memenjarakan dan membiarkan mereka menderita?—
—Jika Demallus memang demikian, Demallus yang hidup lama dari awal, mereka akan berusaha berubah dan bersikap baik untuk diberikan berkah seribu mata panah, bukan memburu utusan agung. Tapi mereka termakan dendam dan tidak akan mengambil jalan itu. Itu artinya, paham fraksi yang disebarkan dengan melimpahkan kesalahan pada utusan agung, tidak akan menghentikan pergerakan Demallus, bahkan jika utusan agung dibinasakan dan diburu oleh seluruh negara. Saya yakin Demallus tetap akan bertahan hidup, dan sebelum mati, berusaha menyeret dunia dalam penderitaan bagaimana pun caranya." Aesel terdengar dan terlihat emosi, padahal apa pun yang ia rasakan sebelumnya, air mukanya jarang berubah dan hanya tanpa ekspresi.
Perubahan suasana hati, pemikiran yang berani dan mengemukakan pendapat dengan kosa kata lebih kaya, ekspresi yang lebih jelas dan bisa Kaltaz baca dari sekadar mata berbinar, mata meredup sendu, menatap kosong, mengangguk, dan kedua sudut bibir yang hanya tersenyum tipis. Aesel mungkin sudah mau membuka diri padanya, bahkan sebelum mereka meninggalkan Hellixios. Padahal sebelumnya, ia pikir perempuan itu akan menjadi gadis yang manut-manut saja.
"Saya tidak membantah hal itu, tapi bukan berarti semua orang akan memahaminya."
Kaltaz benar, Aesel mengerti akan hal tersebut. Bahkan jika seseorang tahu argumennya benar, itu tak menjamin mereka tak akan menyalahkan utusan agung saat ini yang susah payah bertahan hidup menanggung kesalahan utusan agung terdahulu, seperti keturunan Demallus yang ikut menanggung kutukan akibat ulah leluhurnya.
Ia berpikir bahkan tidak minta hadir di dunia ini. Jika saja tak ada keajaiban seperti sihir dan makhluk-makhluk aneh yang hanya ada di sini, Aesel akan memilih mati saja saat ditawari bisa mati tanpa rasa sakit. Tapi ia bertahan, untuk alasan yang barangkali menurut orang lain tampak sepele.
"Seharusnya Demallus tidak ada jika dulu dibunuh sejak awal. Wajar mereka menyimpan dendam, bahkan saya juga dendam pada siapa saja yang menempatkan saya dalam situasi ini. Salfhana memberikan tugas yang berat untuk para utusan agung setelahnya, bagus baginya mati setelah melakukan kutukan, ia tak perlu lebih menderita. Tapi dia tidak melakukan pekerjaan dengan baik, saat melakukan pembantaian, tak boleh menyisakan seorang pun, yang berpotensi membawa dendam tak berkesudahan dan membawa kehancuran di masa depan."
"Anda terdengar cukup kejam."
Aesel menatap ke luar jendela. "Sebagai seorang kesatria, Anda tahu betul apa yang saya katakan benar."
"Tidak juga."
Aesel menatap lagi ke arah lelaki itu.
"Maksud saya, Anda tidak salah tapi bukan berarti itu juga benar," ucap Kaltaz.
"Terserah Anda, Anda boleh memiliki pendapat sendiri tentang benar dan salah."
Pria itu diam sesaat. "Apa tidak masalah bagi Anda jika harus menghilangkan nyawa banyak orang, tapi bahkan Anda gemetar ketakutan karena tak sengaja membunuh seseorang dengan tangan Anda sendiri."
Kaltaz menyinggung saat pelariannya dari Demallus.
"Itu pertama kalinya bagi saya. Jika harus, saya akan melakukannya lagi untuk bertahan hidup ke depannya."
Suasana di dalam kereta kuda itu tampak lebih tidak nyaman. Baik Kaltaz atau pun Aesel, menjadi sibuk dengan pikirannya masing-masing.
🔮🪄🔮
salut sihhhh...🤩