Cerita Dewasa!!!
***
Elkan, duduk bersilang kaki sambil bersedekap tangan. Matanya yang tajam menyoroti tubuh Alsa dari atas sampai ke bawah.
"Aku sangat puas dengan pelayanan yang kau berikan, maka dari itu, tinggallah di sini dan menjadi simpanan ku. Jangan risau, aku akan membayarmu berapa pun yang kau mau." Ujar Elkan penuh keangkuhan.
"Jangan harap! Aku tak sudi lagi berurusan dengan b*jing*n sepertimu. Cukup bayar saja yang semalam, setelah itu jangan lagi berhubungan denganku, anggap saja kita tak pernah saling mengenal."
"Hahaha!."
Elkan, suara tawa Elkan terdengar menggelegar. "Tak sudi berhubungan dengan orang sepertiku?." Tanyanya memastikan.
"Ingat, di kandungan-mu ada benihku, anakku! Mana mungkin kau tak akan berurusan lagi denganku?."
***
Jangan lupa ikuti akun:
Instragram:OH HA LU
Tiktok:OH HA LU
FB: OH HA LU
♥️♥️♥️♥️♥️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MY. OH HA LU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Negosiasi Harga Tubuh
Meldi tak dapat fokus bekerja, yang ada di pikiran hanyalah Alsa Alsa dan Alsa saja. Dia belum bisa tenang karena sampai saat ini, ia masih belum mendapatkan kabar darinya.
Meldi menghela nafas panjang. "Kemana sih kamu, Sa? Suka banget bikin aku khawatir." Desahnya.
"Woy, Mel!."
Meldi menoleh ke arah temannya yang sedang memanggil namanya. "Ada apa?."
"Ponselmu sejak tadi berbunyi, tuh?."
Meldi langsung beranjak dari duduknya. Ia segera mengambil ponselnya yang sedang di Cas di meja depan. Seketika matanya berbinar bahagia saat mendapatkan kabar dari Alsa. Namun ketika di coba hubungi balik, telponnya malah langsung di tolak.
Ting!
Alsa: "Maaf telah membuatmu khawatir. Saat ini aku sedang berada di apartemen Elkan. Aku baik-baik saja di sini."
Deg!
Tubuh Meldi mendadak membeku, dia tak menyangka kalo Alsa telah bertemu dengan laki-laki itu.
Me: "Elkan? Elkan siapa?."
Meldi mengirim pesan balasan itu karena Ingin memastikan saja bahwa Elkan yang di maksud Alsa itu siapa?
Alsa: "Kau pasti sudah tahu aku dengan Elkan siapa."
Meldi tak tahu harus membalas apa lagi. Tapi yang bikin heran, kenapa Alsa tiba-tiba ada di sana bersamanya?.
Alsa: "Tolong bawa barang-barang ku ke Apartemen ****. Untuk sementara waktu, aku akan tinggal bersamanya."
Semakin bertambah syok-lah Meldi ketika mendapat pesan mencengangkan dari Alsa.
Me: "Kau sudah gila ya, Sa?."
Alsa: "Aku memang sudah gila, Mel. Demi kelangsungan hidup ku dan Anakku, aku rela menjadi orang gila yang tak punya harga diri."
Meldi geleng-geleng kepala. Entah apa yang sedang Alsa pikiran, sehingga dia bisa mengambil keputusan seperti itu.
Meldi: "Baiklah, nanti sore setelah pulang kerja, aku akan mengantarkan barang mu ke sana."
Tanpa menunggu balasan lagi dari Alsa, Meldi matikan kembali ponselnya. Dia akan meminta penjelasan langsung dari Alsa saat bertemu nanti.
.
.
.
Hari telah menjelang sore..
Alsa terbangun dari tidurnya karena mendengar suara pintu terbuka. Rupanya, Elkan sudah pulang bekerja.
"Aku ingin keluar dari sini, El. Aku bosan terkurung di apartemen ini terus."
Elkan menghela nafas panjang. Baru saja dirinya pulang bekerja, tapi Alsa sudah cerewet sekali.
"Bisakah kau tenang dulu? Aku baru saja pulang dari kantor, bahkan Jaz dan sepatu-ku belum terlepas." Jawabnya geram.
"Tak bisa! Aku ingin keluar sekarang! Aku ingin menemui Meldi."
Bruk!
Elkan membanting jaz-nya di lantai, lalu mendekati Alsa yang masih di atas ranjang.
"Tugasmu hari ini belum selesai. Aku masih belum puas denganmu." Desis Elkan sambil mencengkram pipi Alsa.
"Tapi aku harus segera menemuinya. Dia ke sini untuk membawakan pakaian dan juga obat kandungan ku. Perutku sakit, apa kau peduli?." Tanya Alsa dengan derai air mata.
"Biar asistenku saja yang menemuinya untuk mengambil semua barang-barang sampah mu itu."
Elkan menghempaskan wajah Alsa. Kemudian, ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
"Hiks.."
Alsa tak kuasa menahan suara tangisannya. Sudah hampir 24 jam, laki-laki itu mengurungnya di apartemen hanya untuk menjadi pemuas nafsu saja. Tak peduli dirinya menjerit kesakitan.
Beberapa saat kemudian, Elkan yang telah selesai mandi, mendekati Alsa kembali. Padahal keadaan wanita itu sangat kacau sekali, rambutnya acak-acakan dan pakaiannya juga kedodoran. Kemeja Elkan yang Alsa pakai terlihat sangat besar sekali, sehingga bisa menutupi tubuh mungil itu sampai di bawah bokong.
"Kau itu sebenarnya siapa? Kau datang mengacaukan hidupku saja!." Desis Alsa penuh emosi.
"Entahlah.. mungkin kita memang sudah di takdirkan untuk bersama." Jawab Elkan santai sambil mengeringkan rambut basahnya menggunakan handuk.
"Takdir? Takdir apa, si*l*n?. Asal kau tahu, hidupku tidak akan menjadi seberat ini kalo kamu tidak datang di hidupku."
"Hahaha!."
Elkan tertawa ngakak. "Jadi, hidup sebagai pelakor, kau anggap baik-baik saja?." Tanyanya penuh penghinaan.
"Hahaha!."
Lagi-lagi, Elkan tertawa ngakak ketika melihat wajah Alsa yang hanya diam tak berani berkutik lagi.
"Kenapa? Kaget?."
"Aku tahu, kalo dulunya kamu adalah asisten Drepa dan sekaligus selingkuhannya."
Elkan menjeda kalimatnya sejenak, matanya yang tajam mengamati wajah Alsa yang sembab.
"Dan aku juga tahu, kalo selama ini cintamu bertepuk sebelah tangan 'kan? Maka dari itu, kau mencari hiburan dengan minum-minum di Bar, sehingga kemudian.. takdir mempertemukan kita."
Tak ada respon apapun dari Alsa. Wanita itu hanya memandangi wajah Elkan dengan tatapan datar.
"Nasib kita hampir sama. Cintamu tak terbalaskan, sedangkan aku tak mendapatkan kehangatan ranjang dari pasangan ku. Makanya aku menawarkan-mu menjadi selimut pengganti penghangat ranjangku."
Elkan tersenyum smirk. Jari-jari tangannya yang panjang, merapikan rambut Alsa yang berantakan.
"Kau tenang saja. Aku akan menanggung biaya hidup mu, dan aku juga akan bertanggung jawab dengan anak itu."
"Tanggung jawab? Dengan cara apa kau akan bertanggung jawab?." Tanya Alsa yang mulai tertarik dengan topik pembahasan ini.
"Aku akan mengajukan nikah resmi di KUA, agar anak itu nantinya mendapatkan status yang jelas."
Alsa menghela napas lega. Inilah yang dia harapkan, yaitu anaknya mendapatkan status yang jelas, supaya saat besar nanti tak di cap sebagai anak haram.
Namun, tiba-tiba saja Alsa merasa curiga. Dari mana Elkan bisa tahu kalo cintanya bertepuk sebelah tangan?.
"Kau tau darimana?."
Elkan tersenyum smirk. "Kau tak perlu tahu aku mengetahuinya dari mana, yang mesti kau tahu, aku tahu segalanya, bahkan latar belakang mu yang bahkan kau sendiri pun tak mengetahuinya."
Tiba-tiba saja badan Alsa mengerdik ngeri. Sebenarnya siapa Elkan ini? Kenapa dia misterius sekali?.
"Kita kembali ke topik awal. Berapa uang yang kau harapkan dariku? 100jt, 200jt, atau 1M?."
Alsa tertegun. Memangnya seberapa kaya dia? sampai-sampai menawarkan nominal uang yang cukup fantastis.
"Cepat katakan saja!."
Masih belum ada jawaban dari Alsa, wanita itu masih memikirkan baik-baik tawaran yang baru saja ia terima.
"Kalo di amati baik-baik, tenyata wajahmu lebih cantik dan lebih manis dari Risma " Celetuk Elkan, seraya memegang dagu Alsa.
Wanita itu segera menepis tangan Elkan "Sakit, tau' enggak?." Sungutnya.
Elkan berdecak kesal. "Bagaimana? Apakah kau setuju dengan tawaran ku?." Desaknya, kembali pada pembicaraan awal.
"Bagaimana caramu bertanggung jawab kepada anak ini?." Tanya Alsa memastikan kejelasannya.
"Tentu saja dengan menikahi mu secara sah."
"Lalu bagiamana dengan tunanganmu?."
"Kau jangan ikut memikirkan masalah itu. Biarlah itu menjadi urusanku." Jawabnya enteng tanpa beban.
"Tapi, bagaimana kalo dia tahu, kalo ternyata kamu mempunyai wanita lain selain dia?."
"Maka dari itu, kamu sebagai simpanan harus pintar-pintar bersembunyi."
Deg!
Kata-kata Elkan sangat menyakiti hati Alsa. Namun yang dia katakan juga benar, dengan posisinya yang menjadi orang ketika, berarti memang dirinya itu wanita simpanan.
"Lagi-lagi, aku hanya akan menjadi bahan pelarian saja. Tersisihkan dan tak di prioritaskan." Batin Alsa.
Tapi meskipun begitu, tawaran yang Elkan berikan cukup menguntungkannya. Selain anaknya akan mendapat status yang jelas, dia juga mendapatkan uang bulanan tanpa harus susah payah membanting tulang lagi.
"Baiklah, aku mau dengan tawaranmu, tapi aku mempunyai syarat."
"Syarat? Apa itu?."