Sequel " SEMERBAK WANGI AZALEA"
Zara Aisyah Damazal masih menempuh pendidikan kedokteran ketika dia harus mengakhiri masa lajangnya. Pernikahan karena sebuah janji membuatnya tidak bisa menolak, namun dia tidak tau jika pria yang sudah menjadi suaminya ternyata memiliki wanita lain yang sangat dia cintai.
" Sesuatu yang di takdirkan untukmu tidak akan pernah menjadi milik orang lain, tapi lepaskan jika sesuatu itu sudah membuatmu menderita dan kau tak sanggup lagi untuk bertahan."
Akankah Zara mempertahankan takdirnya yang dia yakini akan membawanya ke surga ataukah melepas surga yang sebenarnya sangat di cintainya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 17 : Marah
Ezar berjalan cepat ke kamar Zara dan membuka pintu itu tanpa mengetuk.
Deg...
Netranya seketika membulat sempurna.
" Dok...." Pekik Zara.
Kebiasaan buruk Ezar adalah membuka pintu kamar seseorang tanpa mengetuknya terlebih dahulu. Dan itu adalah kesalahan terbesarnya. Karena kini Ezar tak bisa mengalihkan pandangannya dari pemandangan indah dan menggairahkan yang terpampang nyata di hadapannya.
Air liur yang setiap harinya lolos tanpa hambatan melewati kerongkongannya, detik ini terasa serak seperti banyak batu kerikil yang menghalangi.
Zara baru saja selesai mandi ketika Ezar yang tiba tiba membuka pintunya dengan paksa. Dan saat itu Zara hanya mengenakan handuk, dan handuk itu tepat di atas lututnya, belum lagi rambutnya yang masih basah juga terbalut handuk kecil yang memperlihatkan leher indah yang pernah membuat Ezar hampir saja lupa ingatan dan menyerang Zara secara brutal.
Bayangkan saja, kulit seputih susu murni yang tak pernah dia lihat karena selalu terbungkus pakaian tertutup kini terlihat dengan jelas, dan itu membuat tubuh Ezar seketika jadi panas dingin.
Untuk beberapa saat, dia hanya berdiri mematung dengan netra yang tidak bisa berpaling dari Zara, sementara Zara di landa kebingungan, mau menutup bagian tubuhnya yang mana, mau berlari ke kamar mandi, jelas itu tidak mungkin, kakinya sedang sakit. Bahkan berdiri lama seperti sekarang saja, kakinya mulai terasa perih.
"A..ada yang penting dok?" Tanya Zara terbata dengan kedua tangan yang menutupi bagian dadanya seperti memeluk tubuhnya sendiri.
Ezar menyeringai. Lucu juga melihat ekspresi Zara yang jadi salah tingkah begitu.
Tersadar akan situasi yang memojokkan dirinya, Ezar pun menyuruh Zara keluar.
" Pakai bajumu, aku tunggu di luar." Katanya lalu menutup pintu kamar Zara pelan.
keduanya sama sama menghembuskan napas dengan kasar, di dalam kamar, Zara terduduk di pinggiran tempat tidur, kembali memikirkan Ezar yang sudah melihat tubuhnya. Tidak masalah sebenarnya, karena mereka pasangan halal. Hanya saja, Zara masih belum bisa menyerahkan diri sepenuhnya pada Ezar di saat dia belum tau apa keinginan Ezar ke depannya. Terlebih mengingat kejadian siang tadi di kafetaria rumah sakit menambah daftar kelam kehidupan rumah tangganya.
Sementara di luar, Ezar mondar mandir seperti pemain sepatu roda yang berputar mengelilingi satu tempat. Jujur, Ezar gusar.
Apa mungkin dia hanya penasaran dengan tubuh tertutup itu ataukah ada sesuatu hal lain yang membuatnya jadi deg degan meski Zara mengenakan pakaian lengkap sekalipun? Ezar bimbang.
" Jatuh cinta?" Batinnya.
Namun ia segera menepis pemikiran itu dan tersenyum aneh.
" Tidak mungkin, aku hanya mencintai Ghina." Gumamnya.
" Jika kau mencintai Ghina, kenapa kau menolak ajakan makan malam di rumah mu Zar ? Dan kenapa sikapmu terkesan cuek padanya? " Setan di dalam tubuh Ezar mulai beraksi. Memberikan propaganda kepada hati yang mulai gundah gulana di sertai kebimbangan itu.
Ezar memilih duduk sembari memijit pelipisnya, kepalanya berdenyut. Di satu sisi, dia memikirkan hubungan nya dengan Ghina. Di sisi lain, masih terbayang wajah cantik Zara yang selalu menghantui pikirannya.
Beberapa menit kemudian, Zara terlihat melangkah pelan dan sedikit pincang. Dia mendekati Ezar. Gamis rumahan yang ia kenakan dengan jilbabnya yang hampir menutupi seluruh tubuh tingginya menambah anggun penampilan gadis cantik itu.
Ezar terpaku, bahkan ia terpana hanya dengan melihat Zara yang menghampiri nya dengan wajah tanpa riasan dan dengan pakaian sederhana.
" Duduk, aku ingin bicara."
Zara duduk di samping Ezar, menatap pantulan cahaya bulan yang dia lihat dari kolam renang. Meja bundar dengan ukuran yang tidak terlalu besar menjadi penghalang kursi antara Zara dan Ezar.
" Tadi bi Surti bilang kalau kau di antar seorang laki laki ke rumah."
" Iya, saya tidak bisa bawa kendaraan, jadi minta tolong mas Zayn untuk mengantar saya pulang."
" Zayn masuk ke kamarmu?" Selidik Ezar.
Zara menoleh ke samping di mana Ezar duduk." Walau kami bersaudara, kami punya batasan. Dulu sebelum aku menikah, mas Zayn bahkan tidur satu ranjang denganku. Tapi sekarang sudah berbeda dok."
" Jawab saja, iya atau tidak."
" Tidak."
" Dia mengantarmu sampai dimana?"
" Di depan pintu."
Ezar bisa sedikit bernafas lega.
" Kau kan akrab dengan Zayn, apa dia tidak pernah menanyakan bagaimana kehidupan pernikahan kita?"
" Pernah."
" Lalu apa jawabanmu?"
" Bahagia."
Ezar tersenyum sinis." Kau pikir dia percaya begitu saja?"
" Tentu saja tidak."
Ezar mulai kesal, dari tadi Zara menjawab setiap pertanyaan nya dengan singkat, padat dan membuatnya emosi.
" Kau kesal padaku?" Sengit Ezar.
" Tidak."
" Dari tadi kau menjawab seadanya saja, apa karena kejadian tadi siang?" Pancing Ezar.
" Kejadian yang mana?"
Ezar membisu. Dia tidak menyangka Zara akan memutar keadaan.
" Masih ada yang ingin anda bicarakan? Jika tidak saya harus istirahat." Kata Zara mencoba berdiri.
Ezar tidak merespon, Zara sudah hampir menghilang dari pandangannya, sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu yang membuat Zara menggenggam gagang pintu dengan kuat.
" Dia kekasihku. Namanya Ghina."
Deg... Jantung Zara seakan di remas. Dia tertunduk menatap kakinya yang masih memerah. Dan tiba tiba saja cairan bening mengalir membasahi kedua pipinya.
" Kami sudah menjalin kasih selama tujuh tahun."
Zara mengusap pipinya.
" Berarti yang di kamar depan, semua itu adalah bukti cintamu padanya?" Tanya Zara.
Ezar berdiri dan menghampiri Zara, dengan kasar dia menarik tangan Zara, hampir saja gadis itu terjatuh karena tidak bisa mengimbangi beban tubuhnya di tambah kakinya sedang sakit.
" Kau melihatnya!" Ezar marah. Aku sudah pernah mengatakan padamu untuk tidak pernah membuka pintu itu!" Ezar mencengkeram kuat lengan Zara.
Zara meringis kesakitan.
Sadar jika ia menyakiti seorang wanita, Ezar melepaskan lengan Zara.
" Ku pikir kau wanita yang berbakti ternyata tidak, kau sama seperti yang lainnya."
Zara tersenyum.
" Terima kasih karena sudah mengintervensi. Tapi tidak kah dokter merasa jika apa yang saya katakan hanyalah bualan?"
Kening Ezar mengernyit." Apa maksudmu."
" Kamar yang tidak bisa ku lihat itu adalah kamar yang terkunci, benarkan? Meski aku tidak pernah mendekatkan langkahku ke sana, tapi aku tau kalau kamar itu sangatlah berarti, dan karena itu berarti, jelas dokter akan memberikan privasi untuknya bukan? Lalu dengan cara apa saya bisa membukanya?"
Ezar terkesiap, mungkinkah dia tersulut emosi hingga melupakan jika kunci kamar tersebut dia yang menyimpannya?
" Saya hanya ingin memberikan sedikit informasi, bahwa kalaupun dokter Ghina adalah kekasih anda dan sudah lama menjalin hubungan dengannya, saya akan berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan rumah tangga saya."
Ezar menatap Zara.
" Namun jika saya sudah mencobanya dengan keras dan ternyata begitu sulit dan membuat hati saya terluka. Maaf. Saya menyerah."
Zara melangkah perlahan, andaikan dia punya ilmu menghilangkan diri, sudah dia gunakan sejak tadi. Air matanya sudah hampir tumpah. Sialnya, kakinya yang terluka membuat langkahnya seperti seekor kura kura tua yang menunggu ajal.
Ezar menatap kepergian Zara dengan tatapan nanar.
Karena terlalu lama berjalan dan kamarnya masih ada beberapa meter di depan, Zara sudah tidak sanggup lagi menahan lava bening dan memuntahkannya begitu saja.
Kesal bercampur sedih membuatnya menoleh dan menatap Ezar dengan tatapan marah.
Seumur hidup, pertama kali Zara menaikkan intonasi suaranya pada seorang pria, dan pria itu bergelar suami. Suami yang sudah menguji tingkat kesabarannya.
" HARUSNYA, KAU MENANYAKAN BAGAIMANA KEADAAN KU, BAGAIMANA KAKIKU, TIDAKKAH KAU KASIHAN PADAKU..EZARR!!"
...****************...
dasar, ezar si mesum😂