Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Balas Nabil pada Ben
Diperjalanan Nabil diam membisu walau pun Ben mengajaknya bicara, hanya HM atau Oh saja yang keluar dari mulutnya yang mungil. Ben menepikan mobilnya yang banyak pohon rindang.
Ben mendekat wajahnya pada Nabil yang melihat keluar, ia tidak menyadarinya. "Sayang ." sapa Ben lembut.
Jantung Nabil berdetak kencang karena tidak beberapa centi jarak wajah mereka beradu.
Nabil berusaha mundur namun sudah mentok.
"A.. a.. Ada apa Bang." Nabil sangat gugup di perlakukan begitu.
"Kita ke KUA aja sekarang yuk." Wajah Ben serius. Nabil gemetar.
"Ma..maksud Abang apa sih." Wajahnya memucat.
Ben membelai wajah Nabil yang mulus, Nafas Ben memburu. Ia gemes melihat ketakutan kekasihnya. Padahal ia tadi hanya ngerjain tunangannya itu, tapi kini malah dia yang Jena batunya.
Akhirnya Ben menjauh setelah mengecup bibir Nabil sekilas. Ia takut khilaf jika suasana seperti ini terus.
Nabil termangu tak berkutik. Sekian detik tak ada pergerakkan dari Nabil. Ben mengusap punggung Nabil lembut.
"Maaf. Kalau sikap Abang yang keterlaluan. Langsung ke rumah atau mau cari makan dulu. Kamu belum makan kan dek.?" Tanya Ben pada Nabil yang sudah duduk santai kembali.
"Mampir di tempat jual cake depan ya Bang. Nggak enak kalau nggak bawa buah tangan." Tunjuk Nabil
Mereka masuk ke pekarangan Toko cake yang lokasinya lucu. Ada juga tempat duduk santai bagi pengunjung yang ingin menikmati cake di sana. Ben turun mengikuti Nabil yang sedang memilih cake yang tersusun di etalase.
"Dek. Kita duduk di sana dulu ya. kayaknya enak kalau kita nikmati minum es krim dan beberapa cake dan cemilan." Dan Nabil pun setuju. Ben duluan duduk memilih di pojok yang ada dekat jendela.
Nabil memilih beberapa menu jajanan tradisional dan cake bermacam varian seta minuman segar yang sudah ada di dalam cap di kulkas spesial minuman.
Ia ke kasir hendak membayar. Ben sudah berada di sampingnya. " Pakai ini. Pin nya tanggal tunangan kita." Bisik Ben. Dia kembali dan membawa pesanan. Nabil ke meja yang ia tempati tadi.
Nabil tidak bisa mengelak. Karena kasir sudah menunggunya. Kemudian ia pun mengikuti Ben duduk.
Ben yang sedang mainkan handphonenya. Menoleh ketika Nabil sudah duduk di depannya, Nabil menyerahkan ATm itu kembali, Ben tersenyum.
"Ini khusus dibuat untuk adek... Tiap bulan akan Abang transfer. Mungkin bisa adek gunakan untuk kebutuhan adek selama kuliah." Kata Ben lembut.
"Tapi Bang. Kita kan belum.." Ujar Nabil ragu.
"HM. Kalau begitu nikah aja sekarang yuk. Biar kamu menerimanya." Bisik Ben tegas.
Nabil menggeleng lemah, ia pun mengambil kembali ATM tersebut Ben tersenyum melihat nya. Ia sudah tahu kelemahan kekasihnya tersebut.Mereka menikmati makanan tersebut dengan santai.
Mereka pun akhirnya pulang, Karena Tania ibu Ben sudah heboh. Karena hari sudah lewat Zuhur belum juga anaknya bawa menantunya pulang.
"Kebiasaan ya kamu anak nakal. Kalau jemput langsung bawa ke rumah menantu ibu. Ini di bawa merayap ke mana-mana.
"Emangnya cicak. Merayap ke mana-mana." Ledek Ben pada ibunya.
Nabil yang melihat Tania yang akan mencubit Ben." Bu.. Kita mampir dulu beli ini." Nabil menyerahkan paperbag padanya.
"Wah. Emang menantu pilihan tahu kalau mertuanya doyan makan." Seru Tania menggandeng Nabil masuk ke dalam rumah. Membiarkan Ben yang melongo.
Ternyata di dalam Fadhil sedang berbicara sama ayahnya di ruang keluarga. Rumah orang tua Ben cukup besar dan bertingkat. Dari awal di bekerja. Ben memperbaiki rumah orang tuanya.
"Halo kakak ipar. Maaf ya baru sempat pulang." Sapa Fadhil menyalami Nabil yang duduk di depannya.
"Hai. Nggak apa. namanya aja lagi sibuk." Nabil tersenyum.
Ben dengan posesifnya duduk di samping Nabil memeluknya. Nabil merasa risih namun Ben tidak peduli.
"Bang. Kapan kalian akan menikah.!" Tanya Fadhil santai.
"Tergantung." Jawabnya santai.
Semua mata tertuju padanya. Ben mengangkat bahunya. Kalau itu memang benar.
"Tergantung apa.?" Tanya Tania yang baru dari dapur membawa beberapa minuman.
"Tergantung Nabil. Jika ia mau sekarang Ok.! kapan maunya saja." Jawab Ben mantap.
Nabil menoleh pada tunangan itu. "Kalau sampai aku wisuda gimana." Solusi Nabil
Ben sentak berdiri." Bisa mati berdiri aku jadinya dek. Tunggu kamu wisuda. waduh..Ayah gimana ini." Adu Ben pada ayahnya yang dari tadi hanya diam.
Pak Andre hanya geleng-geleng kepala. Ia tidak menanggapi. Karena keputusan pada mereka berdua saja. Kalau masalah restu kan sudah dapat kedua belah pihak.
Ben pun jongkok di depan ibunya." Tolong lah aku Bu. Masak biarkan anakmu merana begini." Ben menangkupkan kedua tangannya pada Tania.
Tania pun menggelengkan kepalanya. Fadhil tertawa lepas melihat Abangnya yang mati kutu.
"Aku tak menyangka kalau Abangku yang galak ini takut pada kakak ipar. Ha..ha..salut deh sama kakak ipar. Contrast kak." Seu Fadhil pada Nabil yang tersenyum padanya.
Ben kembali berdiri dan duduk di samping Nabil." Dek. apa nggak bisa di percepat." Lirihnya Ben.
Nabil menggeleng mengerjainya, karena di perjanjian tunangan dulu paling lama pertunangan mereka hanya dua tahun tidak boleh lebih, tapi boleh kurang. Tapi Ben tidak ingat itu.