LUKA ITU PENYEBABNYA
"Kau yakin nak? Wanita seperti dia? Bukan maksud ayah merendahkannya, tetapi dia berasal dari strata sosial yang lebih rendah dari kita. Selama ini ayah dan ibu diam, karena mengira kau hanya sekedar berpacaran biasa saja, lalu putus seperti yang sebelumnya. Tetapi Valerie? Wanita itu anak yatim piatu, ia bahkan memiliki dua adik yang masih harus ia sekolahkan. Tidak nak, jangan dia!"
*****
Direndahkan! Itulah yang Valerie Maxwel rasakan atas penuturan orang tua calon suaminya. Sejak saat itu, ia berjuang untuk dirinya sendiri dan adik-adiknya. Hingga Valerie menjadi seorang Independent Woman, dan memiliki jabatan tinggi di sebuah perusahaan ternama. Valerie pun tak pernah lagi percaya dengan pria, maupun cinta. Namun, kemunculan CEO baru di perusahaannya membuat Valerie bimbang. Pria itu bernama, Devan Horwitz . Pria dengan usia tiga tahun lebih muda dari Valerie. Dan memiliki segudang daya tariknya untuk memikat Valerie.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Semesta Ayi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berdebat ala Valerie dan Devan
* * *
Wanita ini melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju lokasi yang dikirimkan atasannya tadi. Valerie memang terkadang pun melakukan hal seperti ini jika Tn Horwitz meminta tolong padanya namun beda konteks masalahnya. Namun kali ini untuk pria dewasa seperti Devan yang harusnya lebih cerdas, kenapa juga meminta bantuan Valerie?
Valerie melihat sekitar, ia mulai menghentikan mobilnya. Dan kini di sebuah pinggir jalan tampak sosok Devan berdiri bersandar di badan mobil Lambhorgini hitamnya dengan satu tangan masuk ke saku celana dan satu tangan lagi memegang ponselnya.
Valerie menghela nafas sejenak, tak bisa di pungkiri pria itu memang sangat tampan dan pembawaannya juga keren. Valerie membuka pintu mobil, ia turun dan Devan pun menatap ke arahnya. Pria itu tertegun sejenak, Valerie terlihat sangat cantik namun terkesan santai dengan kemeja hitam dan celana jeans light blue ketatnya. Kemejanya ia masukkan ke bagian pinggang, lalu tampak mengenakan sepatu mode Oxford berwarna hitam. Tak lupa jam tangan mewah, dan sebuah tas sandang kecil. Surai hitamnya ia gerai begitu saja dan kini Valerie tampak menyibakkan surainya ke belakang sembari berjalan ke arah Devan.
Devan menggigit bibir bawahnya menatap sang gadis, "Woah..dia sangat cantik, namun juga terlihat begitu elegan. Sungguh!" lirihnya.
Kini Valerie pun sudah mendekat ke Devan, wanita itu menatap sang pria dengan tatapan tenangnya. "Tersesat?"
Devan tersenyum, "Apa tidak bisa menyapa dulu?"
"Bukankah kau mengatakan jika tersesat dan langsung menyuruhku datang kemari. Tapi kali ini aku ingin menegaskan sesuatu padamu, Devan Horwitz." ujar Valerie terkesan serius.
Devan tampak tenang dan santai, ia mengangguk. "Ok, aku siap di ceramahi olehmu. Aku tahu kau pasti akan mengomel, benarkan?"
Valerie menautkan alis, "Kata siapa aku mengomel? Aku tidak pernah seperti itu."
"Tapi bisa terlihat, suatu saat nanti jika kau sudah menikah lalu menjadi seorang istri dan ibu, kau tipe wanita yang akan banyak mengomel." ujar Devan mengerlingkan satu matanya.
Valerie menatap Devan dengan tatapan tak suka, "Jangan terlalu berani menyimpulkan tentang orang lain."
Devan tersenyum, "Aku hanya menebak, tapi jika mau membuktikan juga tak masalah. Mari kita menikah jika begitu."
Mata Valerie membulat, ia mendekat ke Devan. "Kau serius akan menjadi CEO?"
"Lalu, bukankah kau mendengarnya tadi?"
"Jika begitu pahami batasanmu, dari awal aku sudah curiga padamu. Entah pun kau tidak serius menerima ini. Pria semuda dirimu, memimpin sebuah perusahaan besar? Masalah tersesat saja kau kebingungan, bukankah kau punya aplikasi untuk mengetahui dimana jalan kau harus kembali? Aku menemuimu untuk mengatakan ini Dev, ingat batasanmu padaku. Kita hanya sebagai atasan dan bawahan, tidak untuk bersahabat. Aku tidak mungkin mengatakannya tadi di depan Tn Horwitz." cecar Valerie menatap Devan dengan nyalang.
Devan mendengarkan dengan seksama, "Kau mengajariku nona?" tanyanya.
Mata Valerie mengerjap, "Apa maksudmu?"
"Jika aku katakan, aku memang memanfaatkan ini bagaimana? Aku tidak bisa percaya pada sembarangan orang. Dan kau saat ini orang baru yang bisa kupercaya dan terdekat padaku. Bukan sebuah batasan, tetapi ini memang sebuah perintah. Perintah atasan ke bawahannya." jelas Devan.
"Dan ini bukan jam kerja, kau tak bisa seenaknya saja padaku."
"Tapi aku membutuhkanmu Vale.."
"Stop menyebutku dengan panggilan itu. Jangan berlebihan Devan, aku risih mendengarnya. Dan kuharap, bekerjalah dengan serius nanti. Aku mengabdikan diriku di perusahaan itu sudah delapan tahun. Perusahaan seperti bagian dari dalam diriku. Aku meminta kerja samamu, dan serius dalam memimpin. Ini juga salah satu yang ingin aku katakan padamu."
"Aku serius nona Vale, aku juga tak sebodoh itu." jawab Devan dengan gaya santainya.
Valerie menautkan alis menatap Devan, "Lihatlah, kau tak seperti serius. Tidak ada aura seorang CEO di dalam dirimu."
"Lalu, adanya aura apa?" tanya Devan menaikkan satu alisnya.
"Devan..!" tegur Valerie kian merasa kesal.
Devan tertawa renyah, Valerie pun tampak hendak pergi. "Aku pergi, sudah aku katakan semuanya." ujar Valerie.
Wanita itu hendak melangkah namun Valerie tersentak kala Devan menarik tangannya dan ia sandarkan sang wanita di badan mobilnya. Tepat disaat itu sebuah mobil memang melaju cukup kencang di dekat Valerie.
Nafas Valerie dan Devan sedikit memburu, keduanya dalam posisi merapat saat ini dengan Devan yang merengkuh wanita itu. Valerie kini pun menatap wajah Devan, dengan jarak sedekat itu tentu begitu jelas pahatan wajah tampan pria itu menghiasi pandangan Valerie.
Mata cokelat Devan yang terkesan sayu namun juga ada ketegasan disana. Kulitnya yang eksotis, bibir pria itu yang terkesan tipis namun tidak juga. Sepasang alis tebalnya juga mengundang daya tarik.
Devan pun kini menatap Valerie, nafas segar pria itu bahkan bisa Valerie rasakan menerpa wajahnya. "Hampir saja." lirih Devan.
Mata Valerie mengerjap, ia pun mendorong pelan dada Devan. "Ok, thanks."
"Lain kali hati-hati dan lihat-lihat sekitarmu jika ingin berjalan."
"Baiklah, aku mengerti. Aku pergi sekarang." ujar Valerie.
Kembali lagi, Devan menahan tangan Valerie. Wanita itupun menatap dirinya, "Apa lagi Dev..?"
"Aku tersesat Vale.."
"Kau bisa gunakan aplikasi penunjuk jalan."
Devan mengeluarkan ponselnya, "Masalahnya aku tersesat mencari ini." jawabnya memperlihatkan layar ponselnya pada Valerie.
Valerie pun menautkan alis, "Restoran Founde?"
Devan mengangguk, "Benar, aku ingin kesini. Restoran khusus makanan khas Swiss. Aku belum makan malam. Please Vale, temani aku." ajaknya langsung menarik tangan Valerie begitu saja, menggenggamnya dengan posesif.
Valerie pun berjalan terseok mengikuti langkah kaki Devan, pria itu membawanya berjalan bersama. "Katanya di sekitar sini, aku tak berani bertanya sembarangan orang, itu sebabnya aku memanggilmu kemari." ujar Devan dengan santainya.
Sementara Valerie kini menghela nafas berat, "Ya, kau memang pria unik."
Devan hanya tersenyum saja, "Nantikan keunikanku yang lainnya." jawabnya mengerlingkan satu matanya.
* * *
Di sebuah rumah mewah saat ini, seorang wanita cantik tampak anggun memperhatikan kuku-kuku cantiknya di ruangan santai rumah mewah ia dan suami. Tak berapa lama sosok sang suami pun terlihat baru pulang bekerja. Wanita ini langsung berdiri dan menatap sang suami dengan sinis.
"Jam segini kau baru pulang? Alasan lembur lagi?" tanya sang istri.
Pria ini menatap istrinya tersebut dengan malas, ia melonggarkan ikatan dasinya. "Aku lelah Serena, jangan membahas apapun." jawabnya berjalan hendak menuju kamar.
Serena pun menatap sang suami dengan helaan nafas yang malas, "Lalu kenapa kau selalu pulang malam Joshua? Kau lupa ada aku di rumahmu?"
Joshua Coppen, pria itu menatap Serena yang sudah menjadi istrinya itu selama tujuh tahun ini. Namun mereka belum juga di karuniai anak hingga saat ini.
"Tanda tangani saja surat cerai itu." ujar Joshua dengan tatapan tajamnya.
Serena pun tampak melawan, "Aku tidak mau! Kenapa kau mau bercerai? Kau berselingkuh, iya kan? Dengan mantanmu, yang sekarang wajahnya banyak terpampang di majalah-majalah dan media berita bisnis?" cecar Serena mengatakan perihal Valerie.
Joshua memejamkan mata menahan emosinya, ia kembali berbalik berjalan ke kamarnya. Ya kamar dirinya sendiri sebab sudah dua tahun lebih ia dan Serena pisah kamar, ia mau cerai tapi Serena menolak. Apalagi Serena selalu mendapatkan dukungan dari orang tua Joshua, sebab Serena memang wanita pilihan orang tuanya tersebut.
Wanita yang sedari dulu selalu mengutamakan fisik dan belanjanya saja. Tanpa peduli dengan suami, ia bahkan tak mau memiliki anak sebab takut bisa merusak tubuhnya. Namun ia meminta pada Joshua agar jangan mengatakan itu pada siapapun. Alhasil keduanya pun berbohong dan mengatakan jika mereka belum di karuniai anak karena memang belum rezeki saja.
Joshua mencoba menuruti semua kemauan sang istri, namun feedback dari Serena tidak pernah ada. Perceraian ingin Joshua lakukan tetapi Serena menolak dan selalu mengancam dirinya dengan masa lalu pria itu.
Joshua kini berbaring di atas ranjangnya, terdiam disana dengan tatapan kosong. "Valerie, aku merindukanmu, aku masih mencintaimu." lirih Joshua.
* * *
semoga devan bisa tegas sm keluarganya dan ga ninggalin vale, kalo itu terjadi kedua kali pada vale fix dia akan mati rasa selamanya bahkan seumur hidup 😥