Annisa memimpikan pernikahan yang bahagia bersama lelaki yang dicintainya dan mencintainya. Tetapi siapa sangka dirinya harus menikah atas permintaan sang Kakak. Menggantikan peran sang Kakak menjadi istri Damian dan putri mereka. Clara yang berumur 7 tahun.
Bagaimana nasib Annisa setelah pernikahannya dengan Damian?
Mampukah Annisa bertahan menjadi istri sekaligus ibu yang baik untuk Clara?
Temukan kisahnya hanya di sini!^^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan Selviani Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANTUSIAS CLARA
Sabtu pagi, Annisa bersiap-siap untuk belanja mingguan di supermarket terdekat. Kali ini, ia membawa Clara bersamanya, mengingat putri kecilnya itu perlu membeli beberapa perlengkapan untuk karyawisata yang akan datang. Clara terlihat antusias, mengenakan baju favoritnya dan tak henti-hentinya bercerita tentang rencana perjalanannya.
"Jadi, Tante, nanti di sana aku mau lihat hewan-hewan lucu. Kata Bu Guru, ada kebun binatang mini juga!" Clara berseri-seri sambil berjalan di samping Annisa, yang hanya bisa tersenyum mendengar antusiasmenya.
“Wah, seru sekali ya, Clara! Nah, makanya kita harus beli semua yang kamu butuhkan biar kamu bisa menikmati semuanya tanpa ada yang terlupa,” kata Annisa sambil merapikan rambut Clara.
Setibanya di supermarket, Annisa mengambil daftar belanja yang sudah ia siapkan dan memulai dengan membeli bahan makanan mingguan seperti biasa. Clara dengan riang berjalan di sebelahnya, memegang keranjang kecil sendiri dan mengisinya dengan beberapa camilan favoritnya.
Ketika mereka sampai di bagian perlengkapan sekolah, Annisa mulai mencari beberapa barang yang diperlukan Clara untuk karyawisata. Ia mengeluarkan daftar dari tasnya, memeriksa satu per satu.
"Oke, Clara, kita butuh botol minum baru, baju ganti, dan topi buat kamu. Sepertinya kamu juga butuh payung kecil, ya?" ujar Annisa sambil mencatat.
Clara mengangguk, "Iya, Tan. Terus aku boleh pilih botol minum yang ada gambarnya nggak?”
Annisa tersenyum, mengangguk sambil menunjuk deretan botol minum. "Boleh. Kamu pilih yang mana, sayang?”
Clara berlari kecil ke arah botol-botol minum warna-warni dan akhirnya memilih satu dengan gambar karakter favoritnya. Annisa hanya tersenyum melihat pilihan Clara, lalu melanjutkan dengan mengambil perlengkapan lainnya.
Setelah semua perlengkapan Clara lengkap, mereka menuju kasir untuk membayar belanjaan. Ketika berjalan keluar dari toko, Clara tiba-tiba memegang tangan Annisa erat-erat dan menatapnya dengan mata berbinar. "Tan, terima kasih ya sudah beliin semua ini!"
Annisa membelai lembut kepala Clara. "Tentu, sayang. Tante selalu ingin yang terbaik buat kamu. Yang penting kamu suka."
Clara mengangguk dengan antusias, lalu mereka berdua pulang dengan perasaan bahagia, membawa semua belanjaan dan perlengkapan Clara. Annisa merasa hari ini lebih dari sekadar belanja mingguan; ia melihat Clara yang tumbuh begitu cepat dan penuh rasa ingin tahu, dan itu membuat hatinya dipenuhi kebahagiaan yang mendalam.
Saat Annisa dan Clara baru saja masuk ke dalam rumah dengan membawa beberapa kantong belanja, Damian yang sedang duduk di ruang tengah sambil membaca laporan dan menyeruput kopi segera menoleh ke arah mereka.
“Kalian habis belanja?” tanyanya, melihat kantong belanjaan yang digenggam Annisa.
Clara langsung menyahut dengan riang, "Iya, Dad! Tante Annisa beliin aku banyak camilan buat karyawisata besok!" Clara memamerkan camilan favoritnya dengan mata berbinar, penuh rasa bangga.
Damian mengangguk sambil tersenyum, lalu tatapannya kembali pada Annisa. "Kenapa nggak ngajak aku juga?"
Annisa terkejut mendengar pertanyaan Damian. Ia menatapnya, sedikit canggung. Biasanya Damian tak pernah berkomentar seperti ini, mengingat akhir pekan adalah waktu Damian bekerja dari rumah. "Kupikir Mas lagi sibuk dengan laporan kantor, jadi aku nggak mau ganggu," jawabnya, meletakkan kantong belanja di meja dekat dapur.
Damian tersenyum tipis, meletakkan laporan yang semula dipegangnya ke meja. “Kadang aku butuh istirahat juga, Nis. Nggak selalu soal pekerjaan. Lain kali, ajak aku, ya. Siapa tahu aku bisa bantu bawa belanjaan.”
Clara tertawa kecil mendengar ayahnya menawarkan diri. "Iya, Dad! Biar nanti Dad bawa kantong belanja Tante Annisa. Berat banget, lho!" katanya sambil memamerkan tangan kecilnya yang tadi membawa satu kantong camilan.
Damian mengangguk setuju. “Siap, Dad akan bantu. Clara tinggal bilang kalau Dad butuh ikut.”
Annisa tersenyum kecil, perasaan hangat menyelimuti hatinya. Damian, yang biasanya serius dan dingin, kini berbicara seolah ia memang ingin lebih terlibat. Rasanya ada jarak di antara mereka yang perlahan memudar.
“Aku simpan barang-barang ini dulu, ya,” ucap Annisa, berjalan menuju dapur sambil membawa bahan makanan.
Tanpa diduga, Damian bangkit dari duduknya dan mengikuti Annisa ke dapur, mengambil beberapa kantong untuk dibantu. Mereka mulai merapikan belanjaan, dengan Damian membuka satu per satu kantong, lalu meletakkan barang-barang di meja dapur.
“Clara sudah siap buat karyawisatanya besok?” tanya Damian, sambil mengeluarkan camilan dari kantong dengan hati-hati.
Annisa mengangguk, tersenyum. “Sudah, Mas. Semua perlengkapannya lengkap. Clara sudah nggak sabar berangkat besok pagi.”
Damian menatap Annisa sejenak dan mengangguk pelan, bibirnya mengembang dalam senyum lembut. “Terima kasih sudah urus semuanya, Nis. Clara pasti sangat senang punya kamu di sini… aku juga merasa… lebih tenang.”
Annisa tertegun mendengar ucapan Damian yang begitu tulus. Ia hanya menatapnya sekilas, merasa jantungnya berdetak lebih cepat, lalu mengalihkan pandangannya untuk merapikan barang-barang yang tersisa. Kehangatan yang mulai tumbuh di antara mereka membuat hari itu terasa lebih spesial dari biasanya. Annisa menyimpan perasaan hangat itu dalam hati, penuh harapan untuk masa depan mereka.
“Clara juga putriku, Mas,” cicit Annisa.
Damian menipiskan bibir, “Kamu ibu yang baik, Nis.”
Damian mengakui jika Annisa memanglah ibu yang baik. Meskipun dirinya sering kali menyakiti hati wanita itu. Tetapi Annisa tetap memperlakukan mereka dengan sangat baik. Damian malu jika mengingat sifat kasarnya dahulu.
“Jadi, apakah Mas ikut ke karyawisata Clara besok?” tanya Annisa mengalihkan pembicaraan.
“Tentu.”
Annisa masih merasakan wajahnya memanas ketika Damian menjawab dengan mantap bahwa ia akan ikut dalam karyawisata Clara besok. Sejak tadi, ia tak bisa menutupi perasaan harunya. Ini adalah pertama kalinya mereka akan bepergian bertiga.
“Jadi, besok kita harus berangkat pagi-pagi, ya, Mas?” tanya Annisa, berusaha menahan senyum yang mulai mengembang.
Damian mengangguk sambil tersenyum kecil. “Iya, biar Clara bisa menikmati semua acaranya dari awal. Aku mau dia punya hari yang penuh kebahagiaan,” jawabnya dengan nada hangat.
Annisa tersenyum mendengar jawaban Damian. “Clara pasti bakal senang banget, Mas. Selama ini, dia nggak pernah merasakan karyawisata bersama… keluarga lengkapnya.” Annisa tak sengaja menambahkan kata "keluarga lengkap," yang membuat suasana menjadi hening sesaat.
Damian menatap Annisa dalam diam, terlihat berpikir sejenak. “Keluarga lengkap…” gumamnya lirih, seolah mencerna makna kata tersebut. “Aku ingin Clara merasa seperti itu, Nis. Mulai sekarang, aku ingin lebih hadir di kehidupannya… dan di hidupmu juga.”
Annisa merasa jantungnya berdegup kencang. Kata-kata Damian yang tiba-tiba tulus dan serius membuatnya terdiam. “Aku… senang dengar itu, Mas,” ujarnya pelan.
Damian mengangguk, mencoba menenangkan perasaan hangat yang mulai tumbuh di dadanya. "Terima kasih, Nis, sudah mengurus Clara dan semua kebutuhannya. Besok biarkan aku membantu, jadi kita pastikan semuanya berjalan lancar.”
Annisa tersenyum lembut. “Terima kasih juga, Mas… untuk mau meluangkan waktu.”
Damian menatapnya, tersenyum dengan pandangan yang dalam. “Mulai sekarang, aku ingin ada di saat-saat seperti ini. Jadi besok kita buat momen itu spesial, untuk Clara dan untuk… kita.”
Annisa hanya bisa mengangguk, matanya sedikit berkaca-kaca. Ia tak bisa menutupi betapa bahagianya perasaan itu. Besok, untuk pertama kalinya, mereka akan pergi sebagai keluarga yang sesungguhnya.
Meskipun sebenarnya mereka tidak hanya bepergian bertiga.