DASAR, SUAMI DAN ISTRI SAMA-SAMA PEMBAWA SIAL!
Hinaan yang tak pernah henti disematkan pada Alana dan sang suami.
Entah masa lalu seperti apa yang terjadi pada keluarga sang suami, sampai-sampai mereka tega mengatai Alana dan Rama merupakan manusia pembawa sial.
Perselisihan yang kerap terjadi, akhirnya membuat Alana dan sang suami terpaksa angkat kaki dari rumah mertua.
Alana bertekad, akan mematahkan semua hinaan-hinaan yang mereka tuduhkan.
Dapatkah Alana membuktikan dan menunjukkan keberhasilannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon V E X A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PAM9
"Begini, Yank. Tadi setelah Mas balik dari makan siang, Bapak telepon. Bapak bilang kalau Minggu nanti ada acara di rumah Bulek Parmi. Empat bulanan Mbak Marni anaknya Bulek, dan ... kita harus ikut." Mas Rama menjelaskan kepadaku.
Ahhh... Aku paham sekarang. Bulek Darmi ini adiknya ibu, yang juga suka menyebut Mas Rama sebagai anak sial. Pedas sekali jika bicara, nyelekit. Tapi mau bagaimana lagi? Namanya juga keluarga, pasti masih berurusan meski jarang.
"Ya udah, Mas, kita datang saja sesuai permintaan Bapak. Lagian ... namanya juga Bulek, kan masih keluarga. Kalau nanti julidnya sudah mulai keluar, kita pamit saja."
"Kayak yang bisa pergi dengan mudah saja, Yank. Mereka itu ibarat ulekan, kalau belum halus ngegilingnya, gak akan berhenti."
"Tinggal kita kasih tempe goreng ama lele goreng kering aja, Mas. Biar tambah nikmat sambelnya, hehehehe." Kucoba mengurangi ketegangan Mas Rama dengan bercanda garing.
"Kamu ini, Yank, malah bahas pecel lele. Eh iya juga ya. Mas jadi kepingin pecel lele, Yank, hahahahaha!"
"Lah malah mupeng ama lele mas ku ini. Tapi, beneran lho ,Mas. Maksudku, selama ini kan kita sudah biasa nih dihina. Dikatain pembawa sial. Dengerinnya pakai kuping saja, Mas, gak usah pakai hati. Kita buktikan bahwa yang disebut pembawa sial ini akan membawa keberuntungan. Makanya aku serius jualan kue ini ya itu, Mas. Mau berbagi keberuntungan dengan sekitar kita, terutama keluarga kita itu. Bukan mau pamer kok. Paling gak, sial itu bukan kita gitu," aku bicara panjang lebar ke Mas Rama.
"Mas gak tahu lagi terbuat dari apa hatimu ini, Al. Dikatain malah mau membagi rejekinya dengan yang ngatain. Mas malu benernya nyeret-nyeret kamu dalam label sial ini. Mas gak tega, Yank. Kalau Mas kan sudah biasa disebut begitu seumur hidup mas. Jadi ya kebal, lah kamu kan baru setahun kena sebut begitu."
"Tenang aja, Mas. Istrimu ini juga sudah biasa terima hinaan juga kok, meski bentuknya beda. Sudah biasa juga. Jadi aku minta Mas gak usah tertekan karena takut aku sakit hati. Gak sama sekali, Mas. Santuy aja kalau kata anak geol sekarang."
Mas Rama tersenyum haru.
"Udah yuk bantuin bikin risol ama pastel lagi yuk. Mas belum ngantuk kan? Lumayan nurunin isi perut sebelum tidur. Ye kan masku?" kuberikan senyum pepsodent ke Mas Rama.
Bergotong-royong kami menyiapkan sebagian pesanan untuk besok. Sebagian lagi akan kuselesaikan setelah jualan sarapan, seperti biasa. Mungkin besok aku akan minta bantuan Mbak Niken.
...****************...
"Mbak, nanti habis jaga uduk bisa lanjut bantu aku bikin orderan kue? Ada lumayan banyak orderan untuk dagang perdana. Sekalian mau kubuat untuk stok," tanyaku ke mbak Niken pagi itu.
"Ya jelas bisa toh, Na. Emang apa lagi coba kegiatan ibu pengangguran kayak aku ini. Kerjaan cuci gosok sekarang sudah gak ada seminggu ini. Kalau tidak ditolong ama jual gorengan di tempatmu, mungkin aku dan Lika akan mati kelaparan. Simpanan tidak seberapa, kebutuhan jalan terus," kata Mbak Niken.
"Aku baru bisa berbagi kesempatan jual gorengan, Mbak. Semoga pesanan kue-kue ini bisa berkembang dan rutin ada jadi bisa membantu perekonomian kita ya, Mbak. Kemarin aku sudah pesan alat vacum ama plastiknya. Nanti ke pasar sekalian mau mampir percetakan. Mau bikin sticker logo dan stempel tanggal supaya tanggal produksinya ketahuan," ku jelaskan ke Mbak Niken rencana jangka pendekku.
"Amin, Na, Amiiinn. Semoga usahamu berkembang dan Mbak kecipratan." Mbak Niken tersenyum sumringah.
Sepagian itu kami berkutat di dapur kontrakan yang mungil. Mbak Niken menggoreng risol dan pastel di dapur, kompornya ku letakkan di bawah biar tidak capek menggorengnya. Sementara aku menyiapkan adonan bolu di ruang tamu. Oven ku sedang dipanaskan di tungku komporku yang satunya lagi.
Setelah adonan bolu masuk ke oven, baru kuperiksa handphoneku. Tadi ada bunyi pesan masuk. Siapa tahu ada orderan baru lagi.
Dan beneran, beberapa temanku pesan untuk besok. Ada juga dari Mas Rama yang memberitahu pesanan orang kantornya. Risol mayo 30 pcs minta dibungkus 6 pcs per kotak soalnya yang pesan 5 orang.
"Siap, Mas. Tolong sampaikan terima kasihku buat orderannya ya," ku balas pesan Mas Rama.
Setelah Mbak Niken tiba dari menjemput Lika ke sekolah, aku titip kue yang masih oven ke Mbak Niken. Aku mau ke pasar untuk membeli bahan orderan besok, sepertinya aku akan beli agak banyak biar tidak setiap hari ke pasar.
Aku, mbak Niken, dan dibantu Lika mengemas kue sesuai pesanan. Lika tadi pulang sekolah langsung ke kontrakanku bersama ibunya.
Jam 2 lewat Pak Karto sudah sampai dí kontrakanku. Kresek-kresek berisi kue beserta alamat pengantarannya kuberikan ke pak Karto. Setelah memberikan ongkos ngiriman untuk hari ini, pak Karto pun berangkat.
Aku segera menyiapkan makan malam, kemudian membersihkan rumah. Setelah semua beres, aku mandi dan merekap pesanan besok.
Aku selonjoran di kamar. Habis mandi tadi entah kenapa perutku terasa kaku dan penuh seperti orang kekenyangan. Padahal makanku biasa aja seharian ini. Tidak jajan apapun juga.
Risolnya mantul. Gak kalah ama buatan toko ini mah. Cepet lagi nyampenya. Masih panas lho ini tadi.
Mayonya luber maaakkk. Endeeess. Tanggung jawab Na, suami jadi ketagihan ini.
Yang begini nih kalo chiffon cake dibuat dari hati yang penuh cinta. Lembuuuttt.
Roll nanasnya mantap, Na. Selainya gak bikin batuk. Ini sudah tinggal setengah, anak-anakku gak berhenti makan.
Kubaca feedback teman-temanku, dan ku screenshot buat jadi testimoni. Kemudian ku upload di status dan story medsosku. Tentunya dengan ijin yang bersangkutan.
Senangnya tidak bisa digambarkan dengan kata-kata saat customer puas dengan produk dan pelayanan kita.
Aku makan malam dengan Mas Rama dengan tidak bernafsu karena kondisi perut ini. Mas Rama melihatku dengan khawatir.
"Apa masuk angin, Yank? Atau salah makan jajanan tadi?" tanya Mas Rama dengan memegang dahiku.
"Alana gak jajan apa-apa hari ini, Mas. Makan siang kan juga barengan ama Mas. Gak enak aja nih perut, begah gitu."
"Begah karena isi dedek kali ya, Yank?" Mas Rama berusaha menghiburku.
Aku terdiam. Kuingat-ingat lagi kapan aku kedatangan tamu bulanan.
Melihatku bengong, Mas Rama mengibas-kibaskan tangannya di depan wajahku.
"Yank? Alana? Kok malah bengong?"
"Apa iya Mas di dalam sini ada dedeknya? Aku memang belum datang bulan selama kita pindah ke sini. Padahal kan seharusnya tanggalnya dekat dengan kita pindahan itu." Ku elus perutku yang masih rata ini.
"Sebentar, Mas belikan test pack ya. Kalau nanti hasilnya positif, baru kita ke bidan. Semoga beneran isi dedek ya, Yank." kata Mas Rama sambil tersenyum berharap.
"Iya semoga, Mas. Aku juga sudah pingin nguyel-nguyel boneka hidup hehehehe."
Setelah makan, aku ikut Mas Rama ke apotek membeli 2 macam test pack beda merk. Lalu pulangnya membeli martabak telor. Tiba-tiba aku merasa lapar karena tadi hanya makan sedikit.
Tadi disarankan pihak apotek untuk mencobanya besok pagi pakai urine pertama. Infonya hasilnya nanti lebih akurat.
***
Sebelum mandi pagi itu, aku pakai dulu 2 test pack yang dibeli semalam. Mandi sambil deg-degan.
Kulihat hasilnya.
GARIS DUA
Campur aduk perasaan ini. Bahagia, kaget, terharu. Penantian selama 1 tahun ini berakhir manis. Ku cuci test pack itu dan segera aku keluar kamar mandi.
"Jadi tes tadi, Yank? Gimana hasilnya?"
Kupasang wajah sendu untuk menggodanya. Sambil menggelengkan kepala, kukatakan "Perut ini isinya ...."
"Ya udah, Yank, gak apa-apa. Kita usaha lagi nanti ya ...," kata Mas Rama yang antusiasnya langsung menurun drastis.
"Alana belum selesai ngomong lho, Mas."
"Gak apa-apa gak usah diteruskan. Mas juga gak apa-apa kok. Mungkin memang belum saatnya, Yank."
"Padahal Alana mau bilang kalau sekarang sudah saatnya ternyata, Mas," Kutatap Mas Rama sambil nyengir.
"Yang bener, Yank?! Beneran isi dedek di dalam sini?" Tanya Mas Rama sambil mengelus perutku.
"Iya, Mas, di sini isi dedek bayi," sambil ku tunjukkan 2 test pack tadi.
"Terima kasih ya Allah. Terima kasih sudah mempercayai kami. -- Tolong dijaga ya, Yank. Mas tidak akan melarang kamu jualan, tapi, kamu jangan sampai kecapekan sekarang ya. Kamu yang tahu kondisi badan kamu sendiri."
"Iya, Mas. Terima kasih ya, Mas. Sudah mengerti keinginan ku, pasti akan Alana jaga debay kita."
"Apa tuh debay?"
"Dedek bayi, Mas. Ah Mas ini gak geol dah!"
Mas Rama nyengir sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"Mas ke pabrik dulu. Mau ijin pulang cepat. Nanti sore kita periksa ke bidan ya."
"Oce Mas ku!" kuberi tanda ok dengan jari kananku.
Kami ke bidan sore itu. Pas sekali Mas Rama pulang saat Pak Karto mengambil kue-kue yang harus diantar. Orderan sudah terkirim, saatnya kami memastikan kado yang kami terima ini.
***
"Ada yang bisa dibantu, Bu Alana?" Tanya bidan sembari mengulas senyuman ramah.
"Tadi pagi saya tes kehamilan pakai test pack, Bu Bidan. Dan hasilnya garis 2. Kami mau memastikan bahwa memang benar saya hamil," sambil ku tunjukkan bungkusan berisi test pack bekas.
"Kapan tanggal terakhir menstruasi, Bu Alana?"
"Tanggal 13 bulan lalu, Bu."
"Mari saya periksa dulu, bu. Kita USG dulu ya." Bu bidan mengarahkanku ke ranjang periksa. Mengolesiku dengan gel yang terasa dingin.
Bu bidan tersenyum sambil mengarahkan monitor ke arah kami.
"Di sini bisa dilihat ada kantung hitam kecil. Itu janinnya. Terhitung dari tanggal terakhir menstruasi, usia kandungan ibu sekitar 6 minggu. Ukuran janin normal ya Ibu, Bapak."
Air mataku menetes. Ternyata begini rasanya melihat calon anak untuk pertama kalinya.
Kutatap Mas Rama yang juga sedang menangis.
Kami bertatapan sambil tersenyum.
"Lihat anak kita, Mas."
"Iya, Yank, anak kita ...."
Mas Rama dan aku berpegangan tangan sambil menangis.
"Bu Alana ada keluhan mual, pusing, lemas atau yang lain?"
"Tidak ada, Bu Bidan. Cuma kemarin sebelum tes, saya merasa perut ini kaku dan penuh seperti orang kekenyangan. Selain itu tidak terasa apapun."
"Baik, kalau begitu saya resepkan vitamin untuk ibu hamil. Diminum sesuai aturan ya, Bu. Dan juga diperhatikan makanannya. Hindari makanan mentah atau setengah matang, dan juga sayuran yang menimbulkan gas seperti kol dan selada. Minuman bersoda dan berkafein juga tolong dihindari dulu ya, Bu."
Aku mengangguk seraya tersenyum "Baik, Bu bidan. Terima kasih atas penjelasannya."
"Ada yang mau ditanyakan Bapak Ibu?"
"Belum ada lagi, Bu Bidan. Kami permisi dulu ... terima kasih sekali lagi, Bu."
"Sama-sama Bapak Ibu. Silahkan."
Aku dan Mas Rama berpelukan. Bahagianya itu tidak selesai-selesai.
Aku memotret hasil USG tadi dan mengirimkannya ke Bima, adikku.
"Selamat ya, Kak. Semoga kehamilannya lancar sampai lahir. Kakak dan dedek bayi sehat terus." Kuterima pesan balasan Bima, bersamaan dengan handphone Mas Rama yang berdering.
"Kita beritahu Bapak dan Ibu saat ketemu hari minggu nanti ya, Yank."
"Ok, Mas." Aku menyimpan hasil USG beserta buku KIA, lalu bersiap-siap mengolah bahan dagangan. Rasanya makin bersemangat mencari cuan setelah melihat anakku tadi.
Kira-kira gimana reaksi ibu dan bapak saat kami kasih tahu besok ya? Semoga anakku ini membuka jalan perdamaian.
*
*
Bagus banget /Kiss/
Apalagi part di mana Alana hamil, ya ampun, saya sampai meneteskan air mata. /Good/