Bagaimana menderitanya Veronica Han yang harus hidup berdampingan dengan lelaki musuh bebuyutannya semenjak orok. yang sialnya lagi lelaki bernama lengkap Bian Nugroho itu adalah bos di cafe tempat ia bekerja. penderitaan ini akan terus berlanjut sampai akhirnya tumbuh benih cinta di antara kedua manusia paling tidak akur di dunia.
"Selamat pagi bos"
"jangan sok asik sama bos sendiri! mentang mentang saya orang yang kamu kenal jauh malah sksd begitu"
"terserah Lo deh Bian!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uriii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
013 | Datangnya tokoh?
"Terima kasih yah mbak"
"Sama sama mas"
Chika dan Veronica reflek saling tatap, bahkan Chika pun seperti tengah menahan tawanya. Ia sedikit tahu kondisi dan situasi. Di saat banyaknya pelanggan yang masuk di kafe ia sebagai karyawan teladan harus profesional. Jangan sampai ngakak sampai terjungkir balik. Bisa bisa pelanggan kabur ketakutan dan berakhir ia di pecat oleh icik bos.
"Diem Lo!" Veronica sedikit menggertak dengan bergumam lirih saat melihat Chika yang menahan tawa padahal ia sedang melayani pelanggan loh. Tidak profesional sekali memang. Pikir Veronica.
Saat semua pelanggan sudah mulai surut dan semakin bertambahnya waktu selesai makan siang. Karyawan beristirahat sejenak mumpung kosong pelanggan.
"Sumpah Lo tau nggak Rom?" Chika memulai sesi gosipnya dengan menepuk pundak Romi keras. Biasa, reflek cewek kan seperti itu. Jadi Romi tidak ngamuk karna sudah biasa.
"APA TUH CHIK?!" Romi yang sudah semangat empat lima jika soal menggosip ia menarik kursi dan duduk berdekatan dengan Chika.
"Kemaren kan si Ve belanja pemasukan bulanan dapur," Romi mengangguk serius.
"Terus?"
"Terus, si Ve ini pergi ke salon buat cukur rambut. Lo tau nggak dia ke salonnya sama siape?" Romi menggeleng, ia masih mencerna serius perkataan demi perkataan dari sohib SE tempat kerjanya itu.
"Dia pergi sama si bos lah Rom!" Chika berbisik tepat di telinga Romi. Sontak lelaki itu menutup mulutnya tak percaya. Jangan lupakan dengan matanya yang sudah melotot lotot minta di colok.
"Oh my God! SERIUS?!!" Romi memekik tertahan sembari terus berbisik. Mempertahankan agar rahasia negara ini tak sampai di telinga orang orang yang tak amanah seperti Ve.
"Serius Rom! Terus katanya si bos sempet protes karna nggak terima sama modelan rambutnya Ve yang udah kaya mamang parkir--"
"OY! KEREN BEGINI KAYA MAMANG PARKIR LAGI!!! MATA LO DIMANA?"
Chika dan Romi tersentak kaget saat melihat Veronica yang sudah bersedekap dada sembari menatap keduanya tajam.
"Hehe, halo Ve. Btw rambut Lo keren banget sumpah!"
Veronica yang sudah ingin meledak ledak jadi besar kepala karna di puji puji seperti itu semenjak pagi oleh Romi. Ia tak jadi marah kalau begitu.
"Makasih makasih, gue emang keren, damage, cool tak tertandingi," Veronica tersenyum pongah sembari tangannya terus menata rambutnya.
"Cool dari mana? Mulut nyerocos melulu kaya begitu di bilang cool? Orang mah cool itu di mana mana kurang bicara banyak tindakan. Nah itu baru cool dan berdamage, modelan kaya elo mah somplak! Bukan cool!"
Veronica menggeram kesal. Ia mencubit lengan Chika dengan keras sampai membuat gadis itu memekik.
"Syukurin! Makanya jadi orang jangan sirik aja!"
"Dah jangan ribut Mulu! Nggak kasian apa sama bos yang tiap hari marah marah Mulu gara gara kaliannya berisik! Dah sini duduk selesein makannya sebelum pelanggan pada dateng lagi"
Veronica terheran dengan Romi. Tumben sekali berbicara benar, biasanya menyesatkan dan selalu Romi yang ngajak ribut sana sini. Entah itu dengan Chika atau Veronica.
"Tumben Lo bijak, curiga gue Lo punya siasat jahat sama kita," Chika mengangguk. Membenarkan omongan Veronica yang selalu curigaan pada orang.
"Serba salah aja gue mah! Dah lah gue mau ke mas Roki, siapa tau ada sisa makanan sama kopi ye kan?" Romi melenggang pergi begitu saja. Tak tahu bahwa ada dua sosok makhluk astral kasar mata mengikutinya dengan cara mengendap dari belakang.
•••
"Aduh sayang kamu cantik banget deh."
"Haha... Tante bisa aja," Mama Bian menatap dalam gadis lembut didepannya ini. Sangat enak di pandang bukan? Sudah cantik, baik, berprestasi, anggun lagi. Tipe menantu Mama Bian banget.
"Oh iya Tante, dari semenjak aku pindah di sini kok nggak pernah ngeliat Bian ya?" Gadis yang pernah di bicarakan oleh Bian dan mama nya itu melihat ke sekeliling rumah Bian dan tak melihat batang hidungnya.
"Oh... Bian akhir akhir ini lagi sibuk banget cantik"
"Kenapa emang nya Tante?"
"Bian kan udah dua tahun buka kafe, nah tahun ini tuh lagi jaya jayanya. Banyak pelanggan terus kata Bian. Dia aja kalo pulang kadang tengah malem."
Kedua wanita beda usia itu terus berbicara ini itu tentang Bian. Jika orangnya tahu, pasti ngamuk privasi nya di bongkar.
"Iya Tante? Lucu banget," gadis itu melihat lihat foto masa kecil Bian dari semenjak bayi sampai sekarang. Ia selalu di buat lucu akan tingkah Bian yang selalu menggemaskan.
"Ini, siapa yah Tante?"
Mama Bian mengernyit, berusaha mengingat saat melihat foto Bian yang cemberut dengan seorang gadis berambut Dora memegang permen.
"Oh! Iya Tante inget, dia ini yang selalu bikin Bian nangis terus dari TK sampe lulus SD. Orangnya usil, Tante nggak suka sama anak ini."
"Ih cewe kok nakal yah Tante?"
"Iya, emang dia tuh nakal banget. Suka ngambilin jajanan Bian sampe nangis, tapi Bian nggak pernah ngelapor sama Tante."
Gadis itu terkejut sedikit, ia menata rambut depannya yang sedikit berantakan. Dan kembali menatap foto kedua anak kecil tersebut.
"Ya ampun, nggak nyangka banget Tante."
"Tante apalagi, tapi herannya. Setiap Bian sekolah dari TK SD SMP sampai SMA selalu ada gadis nakal itu. Perawakannya saja waktu SMA bikin Tante elus dada!"
Mama Bian sedikit kesal jika mengingat momen perkembangan anaknya yang selalu ada gadis nakal itu di mana mana.
"Kenapa emangnya Tan?"
"Perawakannya lelaki banget! Tante nggak suka, pernah waktu itu Tante marahin dia saat SMA karna masih ngusilin Bian terus. Tapi dia malah santai aja, jadi greget Tante!"
Mama Bian mengusap dadanya karna sudah tak bisa menahan kekesalan. Ia akhirnya mengambil minum yang ada di depan meja dan meminumnya untuk meredakan rasa yang seakan ingin membludak.
"Tapi kamu kok nggak tahu sayang? Kan kamu berteman terus sama Bian dari kecil."
"Aku kan sekolah pindahan dan kenal sama Bian pun sebentar Tante, aku nggak terlalu kenal sama lingkungan sekolah baru saat itu."
"Kenalnya Bian doang yah?" Mama Bian menggoda gadis itu membuatnya salah tingkah dan merona.
"Naraba?"
"Yah mom?"
Wanita yang sudah berumur setengah abad tapi masih selalu eksis seperti anak muda itu menghampiri anaknya yang sedang duduk berdua bersama sahabat karirnya.
"Sayang, mommy nyariin kamu tahunya lagi sama mama mertua," ketiganya sontak tertawa ala ala wanita bangsawan. Anggunly dan lembutly.
"Mommy apasih ngomong begitu, malu."
"Ih kamu malu maluan segala sayang, nggak papa lah. Biasanya kan ucapan itu doa," mama Bian mengusap lengan naraba penuh binar. Seolah berharap dapat bisa menjadikan naraba menjadi menantunya kelak.
"Nah itu bener sayang, ucapan adalah doa, ya kan jeng?" Sontak ketiga nya kembali tertawa ala bangsawan lagi yang tak menggelegar seperti tawanya karyawan Bian.